DPR RI menyepakati revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai RUU inisiatif DPR.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP resmi disahkan menjadi rancangan undang-undang (RUU) usul inisiatif DPR dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2) lalu. Namun, hingga kini DPR masih tak mau membagikan naskah akademik dan draf RUU tersebut ke kalangan masyarakat sipil.
Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana mengungkapkan draf RUU KUHAP masih disembunyikan DPR. Ia mendesak agar DPR dan pemerintah segera membuka naskah akademik dan draf RUU KUHAP kepada publik.
"Sampai dengan hari ini tidak ada yang punya dokumen RUU KUHAP kecuali DPR. Ini masalah serius. Membuat undang-undang adalah urusan publik, kepentingan rakyat banyak. Oleh karena itu, tidak boleh sembunyi-sembunyi seperti koruptor," kata Arif kepada Alinea.id, Jumat (21/2).
Publik, kata Arif, harus memastikan agar substansi revisi KUHAP tak melenceng. Karena itu, ia meminta DPR dan pemerintah transparan membahas RUU itu dan memberikan ruang partisipasi bagi publik. Arif berkaca pada pembahasan sejumlah undang-undang bermasalah di masa lalu, semisal UU Cipta Kerja, revisi UU KPK dan UU Minerba.
"Terlebih KUHAP ini adalah undang- undang penting untuk memastikan proses penegakan hukum pidana di Indonesia berjalan secara adil dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. RUU KUHAP harus menjawab permasalahan terkait dengan salah tangkap, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, praktik kriminalisasi," kata Arif.