Permasalahan batas wilayah, baik di darat maupun di laut, masih menjadi pekerjaan rumah nasional hingga hari ini.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), M. Nasir Djamil, menanggapi pernyataan soal dasar hukum pembagian wilayah yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Aceh. Ia menilai argumen bahwa undang-undang tersebut tidak mengatur batas wilayah secara spesifik perlu disikapi dengan bijak dan proporsional.
Menurut Nasir, permasalahan batas wilayah, baik di darat maupun di laut, masih menjadi pekerjaan rumah nasional hingga hari ini. Karena itu, ia menilai kurang tepat jika perdebatan hanya berfokus pada kekurangan regulasi masa lalu.
“Jangankan dulu, sekarang saja masalah batas wilayah masih belum tuntas. Karena itu dibentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) untuk mengatasi persoalan seperti ini,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Selasa (17/6).
Ia menegaskan, polemik empat pulau di Aceh Singkil seharusnya dilihat dari sudut kepentingan masyarakat dan kebutuhan penyelesaian yang konkret, bukan dari debat hukum yang terlalu jauh dari akar masalah.
“Kalau kemudian disebut aturan lama tidak mengatur ini atau itu, saya pikir keliru juga. Persoalannya sekarang, bukan soal benar atau salah masa lalu, tapi bagaimana menjawab permintaan pemerintah Aceh soal empat pulau itu,” jelasnya.