Bamsoet-Airlangga 'perang' soal mekanisme pemilihan Ketum Golkar

Bamsoet menyoroti dualisme kepengurusan yang sempat terjadi di tubuh Golkar karena ketum dipilih secara aklamasi.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kanan) berjabat tangan dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo (kedua kanan) yang disaksikan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie (ketiga kanan) dan Tokoh Senior Partai Golkar Akbar Tanjung, pada pembukaan Rapimnas Partai Golkar di Jakarta, Kamis (14/11). /Antara Foto

Wakil Koordinator Bidang Pratama Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) menolak pemilihan ketua umum digelar secara aklamasi. Menurut dia, pemilihan ketum secara aklamasi harus dihindari karena sempat memunculkan dualisme kepengurusan di tubuh Golkar.

"Yang pasti kita punya pengalaman pahit dan kita pernah pecah. Ada (Munas) Ancol dan Bali. Bali itu kan pemaksaan aklamasi yang melahirkan Ancol," kata Bamsoet usai menghadiri Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar di Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta, Kamis (14/11).

Menurut dia, proses pemilihan ketua umum secara aklamasi tidak bisa dilakukan karena calon ketum bukan hanya Airlangga Hartarto. Apalagi, Bamsoet mengaku ia pun belum memutuskan tidak akan maju sebagai salah satu kandidat. 

"Kalau kita lihat konsolasi yang ada di mana calon tidak hanya satu. Ada Riddwan Hisjam, Indra Bambang Utoyo. Saya kan bilang belum memutuskan. Bukan berarti saya tidak maju. Kita lihat perkembangan ke depan," ujar dia. 

Dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) Golkar, pemilihan ketua umum secara aklamasi memang dimungkinkan. Syaratnya, seorang bakal calon yang maju harus mampu mengumpulkan surat dukungan sebanyak 50% plus 1.