Lagi, MK disebut tidak konsisten atas hak angket

ICW mengklaim sudah ada 54 guru besar meminta Ketua MK mundur dari jabatannya. Sebab dinilai melakukan perbuatan tidak etis.

Ketua KPK Agus Rahardjo (kanan) dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (kiri) mengikuti sidang gugatan UU MD3 di Jakarta, Kamis (8/2). Mahkamah Konstitusi menolak gugatan uji materi Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang membahas mengenai Panitia Khusus Hak Angket DPR dan menyatakan bahwa Pansus tersebut sah secara konstitusi/ Antara Foto

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menuai kritik. Indonesia Corruption Watch, menyebut putusan MK inkonsisten. 

Peneliti ICW Tama S Langkun menjelaskan, berkaca pada putusan sebelumnya MK menyebut bahwa tugas KPK sebetulnya melaksanakan kehakiman sebagaimana yang diatur dalam pasal 24 UUD 1945. Artinya, KPK masuk dalam kerja yudisial.

"Tapi pada putusan yang sekarang, KPK masuk dalam kerja eksekutif. Ini dalam pandangan kita sangat tidak pas," tegas Tama di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (10/2).

Tama menyebut ICW telah memprediksi MK akan menolak gugatan hak angket. Makanya, ICW mencabut pengajuan di MK terkait kewenangan DPR untuk melakukan angket kepada KPK. ICW juga menyoroti pelanggaran etik yang dilakukan oleh ketua MK dimana diketahui sebelum putusan, Ketua MK pernah bertemu dengan anggota DPR. 

Atas dasar itulah ICW mencabut permohonan pengujian yang berisikan kewenangan DPR melakukan hak angket. Apalagi Dewan Etik MK telah membenarkan pertemuan Ketua MK dengan anggota DPR dan telah memberikan sanksi ringan. Persoalan tersebut, kata Tama telah membuat kepercayaan publik turun.