Dari Bogor ke Luwu: Mimpi pemekaran dan ilusi kesejahteraan

Desakan agar kebijakan moratorium pemekaran wilayah dicabut menguat setelah pembentukan tiga provinsi baru di Papua.

Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra.

Bagi politikus Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang, Tana Luwu sudah layak jadi provinsi mandiri. Merupakan daerah subur penghasil cokelat, kopi, cengkeh, udang, rumput laut, dan biji nikel, Tana Luwu diyakini Andi mampu menghidupi diri sendiri jika dimekarkan.  

"Daerah Luwu merupakan penghasil nikel terbesar. Pertanian juga lumayan banyak. Sawah di Tana Luwu sangat luas. Beras itu banyak yang dari Luwu. Potensi perkebunan banyak apalagi cengkeh, kopi, pala. Kalau dari sisi sumber daya alam, lumayan banyak," kata Andi saat berbincang dengan Alinea.id, Senin (11/7). 

Terletak di antara Teluk Bone sebelah timur dan Pegunungan Latimojong di Sulawesi Selatan, Tana Luwu ialah daerah bekas Kerajaan Luwu. Secara administratif, Tana Luwu dibagi menjadi 4 kabupaten dan 1 kota yakni, Kabupaten Luwu, Kota Palopo, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur, dan Kabupaten Luwu Tengah. 

Menurut Badaruddin, Luwu ialah salah satu kerajaan yang paling awal menyatakan dukungan terhadap berdirinya Republik Indonesia. Ia mengklaim Sukarno pernah menjanjikan bakal menjadikan Luwu sebagai daerah istimewa sebagaimana Yogyakarta. 

"Kalau tidak salah (dukungan) itu pada 21 Januari 1946. Pada 1960-an, diundanglah Raja Luwu ke Istana Negara di Jakarta. Waktu itu, Bung Karno menjanjikan Luwu bakal menjadi daerah istimewa. Tapi, sekarang janji itu tidak dipenuhi pemerintah pusat," ucap pria kelahiran Belopo, Kabupaten Luwu itu.