close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pimpinan Pura Mangkunegaran, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X atau Gusti Bhre bersama dengan Presiden ke-7 RI Joko Widodo. /Foto Instagram @bhre.sudjiwo
icon caption
Pimpinan Pura Mangkunegaran, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X atau Gusti Bhre bersama dengan Presiden ke-7 RI Joko Widodo. /Foto Instagram @bhre.sudjiwo
Peristiwa
Senin, 28 April 2025 17:10

Apa perlu Solo jadi daerah istimewa?

Muncul usulan agar Solo dipisah dari Jawa Tengah dan jadi provinsi sendiri.
swipe

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kebanjiran permohonan pembentukan daerah otonom baru (DOB) atau pemekaran wilayah. Menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik, setidaknya ada 341 usulan pemekaran yang masuk ke kementeriannya. 

"Ada 42 usulan pembentukan provinsi, 252 kabupaten, 36 kota. Ada 6 yang meminta daerah istimewa dan juga ada 5 yang meminta daerah khusus," ujar Akmal dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, 

Akmal tak merinci daerah mana saja yang minta ditetapkan jadi daerah khusus atau istimewa. Namun, Wakil Ketua Komisi II Aria Bima membocorkan Solo atau Surakarta jadi salah satu daerah yang minta diistimewakan, dipisah dari Jawa Tengah dan menjadi provinsi sendiri. 

Aria mengatakan DPR dan pemerintah akan mengkaji usulan tersebut. "Antara daerah itu harus ada perasaan yang adil. Jangan sampai pemberian keistimewaan ini membuat rasa ketidakadilan daerah-daerah lain," ujar Aria kepada wartawan di DPR. 

Daerah istimewa diatur dalam Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Disebutkan pada pasal itu, negara mengakui dan menghormati pemerintahan yang bersifat khusus dan istimewa. Adapun pembentukan provinsi diatur dalam PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

Peneliti di Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andy Ahmad Zaelany menilai usulan agar Solo dijadikan daerah istimewa tidak berdasar. Solo tak berbentuk monarki dan tidak ada pemimpin khusus di daerah itu. 

"Namun, yang paling terpenting adalah sejarah dan perkembangan serta kontribusi atau peran penting daerah tersebut bagi NKRI yang sangat istimewa," kata Andy kepada Alinea.id, Sabtu (26/4). 

Menurut Andy, Solo berbeda dengan Yogyakarta yang memiliki status kekhususan. Sri Sultan Hamengkubuwono memiliki tanah yang luas dan seperangkat aturan mengenai warga yang menempati tanah Sultan.

Selain itu, Kesultanan Yogyakarta juga memiliki sumbangsih signifikan dalam perjuangan melawan kolonial Belanda dan kolonial Jepang. Dalam konteks perjuangan melawan penjajah, Aceh pun demikian.

"Yogya pernah menjadi ibu kota RI dan pusat perjuangan RI melawan kolonial. Aceh juga merupakan pusat perjuangan RI di Pulau Sumatera, juga menyumbangkan pesawat tempur RI yang pertama dalam perjuangan melawan kolonial. Sejarah monarki Aceh maupun Yogya berpengaruh luas di Nusantara hingga mancanegara. Mohon maaf, Solo tidak begitu jelas posisinya dalam hal ini," kata Andy. 

Solo, kata Andy, memang punya Kasunanan Surakarta. Namun, sejarah kerajaan itu tak secemerlang Keraton Yogya. Di sisi lain, luas wilayah dan jumlah populasinya juga tergolong kecil untuk dijadikan provinsi. 

"Perannya untuk berdirinya NKRI  tidak jelas. Aceh dan Yogya jelas-jelas sejak awal mendukung berdirinya NKRI dengan sumbangan harta dan perjuangan masyarakatnya habis-habisan melawan kolonial," kata Andy. 

Analis kebijakan publik dari Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang Miftahul Adib sepakat Solo tidak punya alasan kuat untuk minta diistimewakan. Sejarah dan budaya Surakarta juga tak benar-benar spesial.

"Harus ada aspek lain daerah itu memiliki kriteria daerah istimewa.  Apalagi Solo pernah dicabut daerah istimewanya. Untuk meminta kekhususan itu sudah tidak relevan. Kalau soal urgensi tidak ada urgensinya," kata Miftahul kepada Alinea.id, Sabtu (26/4). 

Di luar aspek sosial dan budaya, Solo kerap disebut-sebut sebagai kota barometer politik Indonesia. Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) memulai karier politiknya di birokrasi usai jadi Wali Kota Surakarta. Setelah lengser, ia kini juga tinggal di Solo. 

Namun demikian, Miftahul berharap Solo tak dipaksakan pemerintah untuk diangkat jadi daerah istimewa. Ia khawatir status daerah istimewa justru akan memicu kecemburuan dari daerah-daerah lain yang jadi tetangga Solo. 

"Kecuali kayak Papua, dari sisi kekayaan alam melimpah ruah dan dari sisi keamanan juga juga tidak stabil.  Selain itu memiliki ketertinggalan dari berbagai sektor, dari sisi ekonomi dan pendidikan," kata dia. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan