Inilah daftar ‘dosa’ di penyelenggaraan pemilu 2018

Pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu serentak 2018 ditemukan Bawaslu. Beberapa di antaranya mengkonfirmasi buruknya kinerja KPU.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman (kiri) bersama Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kemendagri Suhajar Diantoro (tengah) dan Ketua Bawaslu Abhan (kanan) mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (13/3)./ Antarafoto

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kemarin Selasa (13/3) mengumumkan sejumlah dugaan pelanggaran terkait penyelenggaraan pemilu. Ada enam pelanggaran yang mewarnai jalannya pesta demokrasi di tanah air.

Temuan pertama, terkait dana kampanye yang digunakan pasangan calon (paslon) kepala daerah di luar rekening kampanye. Hal itu tampak dari selisih jumlah penerimaan dengan pengeluaran dana kampanye yang tak sesuai dengan jumlah di dalam saldo.

Komisioner Bawaslu Muhammad Muhammad Afifuddin mengatakan, berdasarkan analisis yang dilakukan Bawaslu atas laporan awal dana kampanye (LADK), terdapat total dana sebesar Rp 10.805.174.636 yang digunakan untuk kampanye pilkada pada tingkat kabupaten dan kota, akan tetapi dana tersebut tidak terdapat di dalam rekening dana kampanye paslon terkait. Sedangkan, pada penyelenggaraan pemilu gubernur, dana kampanye yang digunakan di luar rekening dana kampanye sebesar Rp 3.984.157.334.

Temuan kedua menyangkut pemutakhiran data pemilih. Lembaga tersebut menghimpun dugaan pelanggaran di antaranya 26 panitia pemutakhiran daftar pemilih (PPDP) di lima provinsi dan enam kabupaten/kota terlambat dibentuk. Padahal seharusnya sudah dibentuk paling lambat 17 Januari 2018. Keterlambatan ini berimbas pada berlarat-laratnya tahapan pencocokan dan penelitian daftar pemilih. Tidak hanya itu, keterlambatan juga berdampak pada absennya PPDP dalam bimbingan teknis (bimtek) yang diselenggarakan KPU.

Bawaslu juga menemukan masih ada petugas PPDP yang merupakan pengurus atau anggota partai politik (parpol) tertentu. Total ditemukan ada 471 orang di delapan provinsi dan 30 kabupaten/kota yang pegiatnya adalah orang parpol. Atas temuan tersebut, Bawaslu merekomendasikan untuk menggantikan PPDP tersebut.