Jalan ketiga PRD dan mimpi berkantor di Senayan

PRD berencana kembali ke gelanggang politik praktis di Pemilu 2024.

PRD rutin menggelar aksi unjuk rasa menolak kebijakan pemerintah yang dinilai bertentangan dengan kepentingan rakyat. Foto dokumentasi prd.or.id

Sebuah diskusi kecil digelar Partai Rakyat Demokratik (PRD) merayakan hari ulang tahunnya yang ke-23 di kantor PRD, kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (22/7) lalu. Meskipun bertema berat--mengkritik kapitalisme dan liberalisme ekonomi--tak banyak 'keributan' yang terjadi sepanjang diskusi. 

Para pembicara dalam diskusi itu--di antaranya Sekretaris Jenderal PRD Dominggus Oktavianus, politikus Partai Solidaritas Indonesia Dedek Prayudi, dan pengamat politik Universitas Brawijaya, Aji Dedi Mulawarman--umumnya hanya mengamini pernyataan satu sama lain. Diskusi pun berakhir dengan gembira. 

Jika di Jakarta peringatan hari lahir (harlah) PRD berjalan dengan cukup lancar, lain halnya di Sektretariat PRD Surabaya. Di kota ini, PRD merencanakan beragam kemeriahan. Selain diskusi terbuka, panitia harlah juga menyiapkan gelaran panggung budaya dan turnamen olahraga. 

Namun, semua rencana tersebut harus gagal. Pasalnya, Sekretariat PRD di Jalan Bratang Gede, Surabaya, itu keburu didatangi polisi. Kepada kader-kader PRD yang tengah berkumpul, polisi mengabarkan perayaan harlah PRD ditentang sejumlah ormas Islam. 

Informasi dari polisi itu tidak mengada-ada. Tak lama setelah diperingatkan polisi, ratusan orang dari berbagai ormas menggeruduk kantor PRD. Selain mengintimidasi para peserta, mereka juga membakar bendera dan atribut yang tak sempat dicopot panitia. "PRD partai terlarang," teriak salah seorang anggota ormas.
 
Tak hanya di Surabaya saja, perayaan harlah PRD juga terganggu di berbagai daerah lainnya. Di Jakarta dan Tuban, bendera-bendera PRD diturunkan orang tak dikenal. Di Malang dan Kendari, massa melarang kegiatan diskusi yang digelar PRD.