Kasus tambang Wadas dan Moutong dinilai akibat sentralisasi perizinan

Pengawasan perlu dilakukan agar regulasi pertambangan tidak menimbulkan komplikasi seperti di Desa Wadas.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto. Foto: dpr.go.id

Anggota Komisi VII DPR meminta Menteri ESDM Arifin Tasrif mengawasi implementasi Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Minerba dan peraturan turunannya, terkait dengan sentralisasi perizinan dari pemerintah daerah menjadi ke pemerintah pusat.  

Menurut Mulyanto, pengawasan perlu dilakukan agar jangan sampai regulasi pertambangan yang baru ini menimbulkan komplikasi sebagaimana yang terjadi di Desa Wadas, Puworejo atau di Moutong, Parigi, Sulawesi Tengah.

"Pemerintah jangan memudahkan berbagai permohonan perizinan yang masuk sekadar untuk mengejar jumlah investasi di sektor pertambangan namun berujung pada masalah keamanan dan ketentraman masyarakat dan lingkungannya," kata Mulyanto kepada Alinea.id, Kamis (17/2).

Pasal 35 UU 3/2020 mengatur bahwa pemerintah pusat dapat mendelegasikan perizinan pertambangan minerba kepada pemerintah daerah khususnya terkait izin pertambangan rakyat (IPR) dan surat izin pertambangan batuan (SIPB). Namun dalam PP turunannya, pilihan yang diambil pemerintah adalah sentralisasi atas seluruh perizinan tambang minerba melalui mekanisme perizinan berusaha.

Mulyanto menengarai berbagai kasus penolakan tambang yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini terkait dengan sentralisasi perizinan tersebut, khususnya dari aspek analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), terutama terkait dengan partisipasi masyarakat. Karenanya, kata dia, Pemerintah perlu memeriksa secara akurat berbagai permohonan perizinan tambang yang diajukan sebelum menerbitkan izin.