OSO mundur dari jabatan Wakil Ketua MPR

Penunjukkan OSO sebagai Ketua DPD pada 2017 lalu menimbulkan polemik. Apalagi dia masih aktif menjabat di dua jabatan.

OSO bersama Hari Lotung, dalam jumpa pers usai pemilihan Hari sebagai Ketua Partai Hanura yang baru, Selasa (16/1)/ Antarafoto

Nama Oesman Sapta Odang (OSO) hangat diperbincangkan saat diketahui mengemban jabatan ganda sebagai Wakil Ketua MPR sekaligus Ketua Partai Hanura. Terpilihnya pria kelahiran 18 Agustus 1950 itu sebagai Ketua DPD beberapa tahun setelahnya, turut menambah kontroversi. Merespon kritik deras ini, kabarnya pada 9 Februari mendatang, dia akan mundur dari kursi Wakil Ketua MPR.

“Dalam Hari Pers Nasional ini saya berjanji akan melepas jabatan sebagai Wakil Ketua MPR RI,” ungkapnya, dalam acara Dialog Pers di Padang, Rabu (7/2).

Dilansir Antara, alasan OSO mundur adalah karena ingin memperjuangkan DPD sebagai perwakilan daerah di tingkat nasional. Dia menilai selama kurun waktu 13 tahun, posisi DPD tidak jelas dalam kancah perumusan kebijakan. "Belum ada kejelasan ke mana arah DPD. Tugas menyuarakan aspirasi dari daerah pun terhalang batas kewenangan yang tidak jelas,” tuturnya.

Langkah yang diambil OSO menuai respon dari Ketua MPR Zulkifli Hasan. “Hak Pak OSO mau mundur atau terus. Mengenai siapa yang akan menjadi gantinya, itu murni kewenangan DPD untuk memutuskan,” ungkapnya.

OSO sendiri menjabat Ketua MPR selama dua periode, pada 1999-2004 lalu terpilih kembali untuk periode 2014-2019. Tahun 2016 senator asal Kalimantan Barat ini mendapat kursi sebagai Ketua Umum Partai Hanura. Perjalanan kariernya mulai menimbulkan polemik saat dilantik Mahkamah Agung sebagai Ketua DPD. Itu artinya, OSO rangkap tiga jabatan sekaligus.