Pakar komunikasi politik: Perundungan kepada DPR tak lepas dari kinerja

Aspirasi rakyat tidak lagi menjadi prioritas. Ini berbanding terbalik dengan persoalan pemerintah terkesan diutamakan untuk dibahas.

Ketua DPR Puan Maharani kanan berbincang dengan Wakil ketua DPR Aziz Syamsuddin saat akan memimpin Rapat Paripurna sebelum pandemi, di Komplek Parlemen, Jakarta/Foto Antara.

Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, berpendapat perundungan usai maraknya demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) kepada DPR bukan tanpa sebab. Menurutnya, itu tak lepas dari kinerja wakil rakyat yang tidak melaksanakan fungsinya dengan baik, terutama legislasi dan pengawasan.

Dia mencontohkan, dalam menjalankan fungsi legislasi DPR dipandang tidak produktif. Inisiatif mengajukan rancangan undang-undang (RUU) juga terbilang rendah. Di sisi lain, dalam membahas RUU pun kerap tidak aspiratif.

"Kasus pembahasan RUU Ciptaker hingga menjadi UU tidak melibatkan semua pemangku kepentingan. Akibatnya, UU yang dihasilkan mendapat penolakan dari masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada UU Ciptaker," katanya secara tertulis, Minggu (25/10).

Pascamaraknya demonstrasi menolak UU Ciptaker, di jagat maya memang marak bullying bernada satire kepada DPR. Seperti sindiran berbentuk lirik lagu "DPR makan enak, rakyat makan tempe", dan lain sebagainya.

Terkait fungsi pengawasan, Jamiluddin berpendapat, tugas tersebut belakangan ini sangat mandul dijalankan wakil rakyat. Dia menengarai, itu terjadi lantaran dominasi partai politik pendukung pemerintah di parlemen.