"Pilkada bisa diundur, nyawa rakyat tak bisa dikembalikan"

Menjaga nyawa rakyat lebih penting dari sekadar pilkada.

Ketua KPU Arief Budiman (kanan) bersama Ketua DKPP Muhammad (tengah) dan Ketua Bawaslu Abhan bersiap mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (3/6)/Foto Antara/Nova Wahyudi.

Desakan penundaan Pilkada Serentak 2020 yang akan dihelat 9 Desember mendatang terus bergulir menyusul terjadinya lonjakan kasus Covid-19. Desakan penundaan pilkada kian menjadi setelah terjadi pelanggaran protokol kesehatan di 243 dari 270 daerah yang menggelar pilkada.

Belum lagi adanya 60 calon kepala daerah yang dilaporkan terpapar Covid-19. Bahkan, Ketua KPU Arief Budiman dan salah satu komisioner, Pramono U. Tanthowi, pun telah dinyatakan positif Covid-19.

Teranyar, desakan keluar dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Muhammadiyah meminta KPU, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan DPR meninjau kembali pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di masa pandemi Covid-19. 

"Kami sampaikan bahwa usulan Muhammadiyah agar pelaksanaan Pilkada 2020 dipertimbangkan dengan seksama untuk ditunda pelaksanaannya," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam konferensi pers, Senin (21/9). 

Mu'ti menjelaskan, usul penundaan tersebut diungkapkan dengan alasan kemanusiaan di masa pandemi Covid-19. Menurut dia, keselamatan masyarakat di masa pandemi Covid-19 merupakan yang paling utama.