Proporsional tertutup: Renggut daulat rakyat, tumbuhkan oligarki

PDI-P dan Gerindra diyakini bakalan paling getol mengampanyekan sistem pemilu peninggalan Orde Baru itu.

Elite-elite parpol mulai mewacanakan rencana mengembalikan sistem proporsional tertutup. Infografik Alinea.id/Dwi Setiawan

Wacana mengembalikan pemilihan umum (pemilu) menggunakan sistem proporsional tertutup kembali mengemuka. Duet PDI-Perjuangan (PDI-P) dan Golkar menjadi motor wacana mengembalikan sistem pemilu era Orde Baru itu di parlemen. Belakangan, rencana itu juga didukung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan sejumlah parpol lainnya. 

Anggota Komisi II DPR dari fraksi PDI-P Komarudin Watubun mengatakan, rencana mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup disepakati internal partai berlambang moncong putih itu pada Kongres V PDI-P di Bali, Agustus lalu.

"Pemilu yang terbuka dan liberal seperti ini jadi persoalan. Di satu sisi, rakyat menuntut anggota DPR harus berkualitas. Tapi, karena pemilihannya siapa yang duitnya banyak yang menang, itu menyulitkan kami di partai politik," ujarnya kepada Alinea.id di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/12).

Dalam sistem proporsional tertutup, calon anggota legislatif (caleg) ditentukan berdasarkan nomor urut yang disusun partai politik. Semakin kecil nomor urut yang dimiliki caleg, makin besar peluangnya menjadi anggota dewan. 

Adapun pada sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini, sistem nomor urut tidak berlaku. Semua kader yang tercantum namanya dalam surat suara memiliki peluang yang sama untuk melenggang ke Senayan atau Gedung DPRD setempat.