Puluhan perda di Jabar dan Yogyakarta diskriminatif

Masih ada kepala daerah yang bersedia disisipi agenda-agenda kelompok intoleran demi menambah basis dukungan jelang pemilu.

Sepeda motor melintas di jalan yang terpasang bendera merah putih di sepanjang Jalan Kancil, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Selasa (13/8). /Antara Foto

Setara Institute menggelar riset meneliti produk-produk hukum daerah yang terindikasi diskriminatif di Yogyakarta dan Jawa Barat. Dari hasil kajiannya, Setara menemukan sebanyak 24 produk hukum diskrimininatif di Yogyakarta dan 91 produk hukum diskriminatif di Jawa Barat.

Menurut Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani, riset yang digelar pada periode September 2018-Februari 2019 itu bertujuan menggambarkan bagaimana produk hukum daerah dalam berbagai bentuknya telah menimbulkan dampak diskriminasi, baik yang bersifat langsung maupun yang tidak langsung.

"Jadi, produk-produk daerah ini sebenarnya muncul ketika paket kebijakan otonomi daerah muncul. Tetapi, ada yang offside di mana produk hukum daerah kemudian selain menjadi alat politisasi identitas yang menjadi instrumen diskriminasi intoleransi. Bahkan, (alat) melakukan kekerasan," kata Ismail saat memaparkan kajiannya di Hotel Ashley, Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Selasa (13/8).

Ismail mencontohkan Peraturan Daerah (Perda) Tentang Ahmadiyah yang dirilis Pemprov Jawa Barat. Menurut dia, perda tersebut mengakselerasi praktik-praktik intoleransi terhadap komunitas Ahmadiyah. "Itu terlepas dari kontroversi Ahmadiyah sendiri," imbuhnya. 

Secara khusus, Setara mengidentifikasi 32 produk hukum daerah yang mendiskriminasi kelompok minoritas bebasis gender, identitas, kepercayaan, dan orientasi seksual. Berdasarkan wawancara dengan komunitas terkait, ratusan kasus diskriminasi terdokumentasi. "Sebanyak 77 di antaranya terjadi di Yogyakarta, sementara 28 lainnya terjadi di Jawa Barat," ujar Ismail.