Sembilan alasan perlunya uji materi Presidential Threshold

Ada sembilan alasan mengapa aturan Presidential Threshold harus ditentang.

Sejumlah tokoh dari berbagai elemen menyerahkan dokumen fisik dan bukti-bukti permohonan untuk uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 di kantor Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis, (21/6). (Robi Ardianto/Alinea)

Setelah mendaftarkan permohonan uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang ambang batas presiden (Presidential Threshold) pekan lalu, sejumlah tokoh masyarakat kembali mendatangi kantor Mahkamah Konsititusi (MK) hari ini. Mereka menyerahkan dokumen fisik dan bukti-bukti permohonan lanjutan untuk uji materi pasal tersebut.

Salah satu pemohon, mantan Ketua KPU Haidar Gumay menandaskan, ia dan rekan-rekan koalisi tolak pasal ini, merupakan pihak- pihak nonpartisan yang tidak memilik kepentingan terhadap paslon atau parpol tertentu.

"Ini adalah permohonan yang setidaknya sudah diajukan sepuluh kali. Karena kami menganggap ini merupakan sesuatu yang sangat penting, maka kami mengajukannya kembali, jelang masa pendaftaran capres dan cawapres," katanya, Kamis (21/6).

Pengajuan kembali itu, imbuhnya, sangat dimungkinkan, sebab ada argumentasi yang berbeda dengan dalih pelaporan sebelumya.

Ia menyebut, ada sembilan alasan mengapa Pasal 222 ini dinilai inkonstitusional. Alasan pertama, pengaturan syarat pencapresan bertentangan dengan Pasal 6A ayat (5) UUD 1945, yang hanya mendelegasikan pengaturan "tata cara" setingkat UU.