Soal GBHN, Formappi: Parpol berbaju MPR bisa dikte Presiden

GBHN potensial menjadi sarana kontrol MPR terhadap Presiden jika dihidupkan kembali.

Ketua MPR Bambang Soesatyo (kelima kiri) bersama Wakil Ketua Asrul Sani (kiri), Hidayat Nur Wahid (kedua kiri), Jazilul Fawaid (ketiga kiri), Ahmad Muzani (keempat kanan), Ahmad Basarah (kelima kanan), Lestari Moerdijat (keempat kanan), Syarifuddin Hasan (ketiga kanan), Zulkifli Hasan (kedua kanan), Fadel Muhammad (kanan) memimpin Sidang Paripurna MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10). /Antara Foto

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formmapi) Lucius Karus membeberkan alasan mengapa wacana menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) perlu ditolak. Menurut dia, GBHN potensial menjadi sarana kontrol MPR terhadap Presiden jika dihidupkan kembali. 

"Tugas dan kewenangan Presiden tak bisa lain adalah menjalankan amanat GBHN sebagai mandataris MPR," ujar Lucius saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Selasa (8/10).

Dijelaskan Lucius, GBHN merupakan warisan pemerintahan Sukarno dan telah dihapus dengan amendemen konstitusi. Upaya menghidupkan kembali GBHN sama saja dengan upaya mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang punya kuasa mengontrol kebijakan lembaga eksekutif.

Menurut dia, mengembalikan Presiden sebagai mandataris MPR merupakan suatu pilihan yang tidak bijak. Alasannya, MPR merupakan representasi partai politik yang di mata publik telah gagal sebagai gerbong perjuangan rakyat.

"Menyerahkan kekuasaan besar kepada parpol melalui MPR untuk mengontrol Presiden hanya akan membuat situasi pemerintahan akan tidak stabil. Parpol dengan memanfaatkan GBHN dan MPR akan selalu mendikte Presiden dan Presiden tak punya opsi lain selain harus patuh pada keinginan parpol yang menggunakan baju MPR," tuturnya.