Soal polemik GBHN, JK: Apa rakyat setuju diambil lagi haknya?

JK khawatir wacana menghidupkan kembali GBHN melenceng menjadi upaya mengembalikan kewenangan MPR memilih presiden.

Wapres Jusuf Kalla (kiri) bersama Ketua PMI NTB Ridwan Hidayat (tengah) dan Pengurus Pusat Bidang Penanggulang Bencana PMI Sumarsono (kanan) berjalan bersama usai meresmikan masjid dan sekolah ramah gempa di Mataram, NTB, Sabtu (3/8). /Antara Foto

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan perlu ada kajian komprehensif terkait upaya menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Ia khawatir wacana menghidupkan kembali GBHN melenceng menjadi upaya mengembalikan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk memilih presiden. 

"Nanti banyak perubahan yang rakyat juga belum tentu setuju. Contohnya presiden dipilih MPR lagi karena lembaga tertinggi. Kalau begitu lain soal lagi. Apa rakyat setuju diambil lagi haknya untuk memilih langsung?" kata Wapres kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Selasa (13/8).

Menurut JK, kekosongan yang ditinggalkan GBHN sudah diisi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang dipakai pemerintah sebagai pedoman. RPJPN diterjemahkan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) lima tahun sekali.

"Kita setuju (GBHN). Soal urgen atau tidak, itu lain soal. Ini perlu atau tidak kebutuhan kita untuk kesinambungan pembangunan dimuat lagi di GBHN? Walaupun dulu ada namanya akselerasi pembangunan 25 tahun di awal Orde Baru. Itu juga bisa," kata dia.

Perbedaan antara GBHN dan RPJPN, menurut Wapres, hanya pada penempatan rencana pembangunan. Di GBHN, presiden terpilih akan menyesuaikan program kampanyenya dengan pedoman tersebut. "Sementara RPJPN, presiden terpilih menyusun program kerjanya untuk kemudian diterjemahkan dalam RPJMN," jelas dia.