sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Soal polemik GBHN, JK: Apa rakyat setuju diambil lagi haknya?

JK khawatir wacana menghidupkan kembali GBHN melenceng menjadi upaya mengembalikan kewenangan MPR memilih presiden.

Christian D Simbolon
Christian D Simbolon Selasa, 13 Agst 2019 16:56 WIB
Soal polemik GBHN, JK: Apa rakyat setuju diambil lagi haknya?

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan perlu ada kajian komprehensif terkait upaya menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Ia khawatir wacana menghidupkan kembali GBHN melenceng menjadi upaya mengembalikan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk memilih presiden. 

"Nanti banyak perubahan yang rakyat juga belum tentu setuju. Contohnya presiden dipilih MPR lagi karena lembaga tertinggi. Kalau begitu lain soal lagi. Apa rakyat setuju diambil lagi haknya untuk memilih langsung?" kata Wapres kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Selasa (13/8).

Menurut JK, kekosongan yang ditinggalkan GBHN sudah diisi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang dipakai pemerintah sebagai pedoman. RPJPN diterjemahkan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) lima tahun sekali.

"Kita setuju (GBHN). Soal urgen atau tidak, itu lain soal. Ini perlu atau tidak kebutuhan kita untuk kesinambungan pembangunan dimuat lagi di GBHN? Walaupun dulu ada namanya akselerasi pembangunan 25 tahun di awal Orde Baru. Itu juga bisa," kata dia.

Perbedaan antara GBHN dan RPJPN, menurut Wapres, hanya pada penempatan rencana pembangunan. Di GBHN, presiden terpilih akan menyesuaikan program kampanyenya dengan pedoman tersebut. "Sementara RPJPN, presiden terpilih menyusun program kerjanya untuk kemudian diterjemahkan dalam RPJMN," jelas dia. 

Karena itu, JK menegaskan, perlu ada kajian lebih lanjut terkait penerapan kembali GBHN. "GBHN itu namanya saja garis besar haluan negara. Itu suatu hal yang penting sebenarnya, sehingga negara bisa membikin perencanaan jangka panjang atau jangka menengah lima tahun," kata dia. 

Terpisah, pakar hukum tata negara Bvitri Susanti menilai GBHN sudah tidak relevan lagi. Pasalnya, Presiden sudah tidak lagi dipilih oleh MPR. "Karena GBHN itu dulunya mandat dari MPR kepada presiden," kata Bvitri.

Karena itu, Bvitri berharap wacana elite-elite politik menimbang kembali rencana menghidupkan GBHN. "Tidak tepat bila dipaksakan, bahkan kemudian dijadikan bargain untuk siapa yang menjadi pimpinan MPR. Lalu muncul pertanyaan kenapa ngotot sekali," ujarnya. (Ant)

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid