UU MD3, serikat buruh sudah daftarkan gugatan

Tim kuasa hukum asosiasi buruh berpendapat bahwa pasal-pasal UU MD3 inkonstitusional, terutama pasal 73 (3-6), 122 huruf (l), dan 245.

Mahasiswa berorasi di halaman Kantor DPRD Sumatera Barat, di Padang, Senin (26/18), dengan agenda menuntut Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3)./ Antarafoto

Tim Advokasi Rakyat untuk demokrasi mendaftarkan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang nomor 2 tahun 2018 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 (UU MD3), Selasa (17/4).

Mereka mendaftar atas nama sejumlah asosiasi buruh, di antaranya Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), dan Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI).

Menurut kuasa hukum Imparsial Hussein Ahmad, alasan pengajuan gugatan ini dikarenakan pasal-pasal di atas tidak hanya inkonsitusional tapi juga mengancam demokrasi yang sudah dibangun. Dalam pasal 73 UU MD3, DPR dianggap bisa digunakan untuk memanggil paksa hingga penyanderaan.

“Oleh karena itu jika DPR memiliki wewenang pemanggilan paksa hingga memerintahkan kepolisian untuk menyandera seseorang hingga 30 hari, ini potensi penyalahgunaan wewenangnya besar sekali. Orang bisa ‘diadili’ tanpa ada satupun perbuatan pidana yang dilakukan,” katanya kepada Alinea.

Hussein mengatakan gugatan itu membuktikan sejumlah pihak merasa dirugikan dengan adanya UU MD3 ini. Ia juga menandaskan serikat buruh memiliki kepentingan dalam gugatan tersebut.