sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Legislatif sahkan revisi UU MD3, ini poin-poinnya

Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati menyebut ada sejumlah pasal yang telah disepakati di tingkat Panja revisi UU MD3 melanggar konstitusi.

Syamsul Anwar Kh
Syamsul Anwar Kh Senin, 12 Feb 2018 21:45 WIB
Legislatif sahkan revisi UU MD3, ini poin-poinnya

Aksi walk out Fraksi Nasdem dan Fraksi PPP, tak menghalangi kesepakatan anggota DPR untuk mengesahkan revisi Undang-Undang nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menjadi Undang-Undang.

Dalam Rapat Paripurna yang digelar hari ini, Senin (12/2), Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan poin-poin perubahan kedua UU MD3, antara lain penambahan jumlah pimpinan yaitu tiga di MPR, satu di DPR, dan satu di DPD. Selanjutnya, mekanisme pemanggilan paksa terhadap pejabat negara atau masyarakat dengan melibatkan aparat Kepolisian.

Poin berikutnya ialah penguatan hak interpelasi, hak angket, dan Hak Menyatakan Pendapat yang dimiliki DPR. Anggota DPR juga sepakat untuk menghidupkan kembali Badan Akuntabilitas Keuangan Negara. Lalu penambahan kewenangan Baleg dalam penyusunan RUU, penambahan mekanisme pemanggilan WNI dan orang asing, serta penguatan hak imunitas anggota parlemen.

Sementara perwakilan pemerintah, Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly menilai perubahan kedua UU MD3 sangat penting sebagai upaya penguatan lembaga legislatif. Dia mengatakan penyempurnaan jumlah Pimpinan MPR dan DPR mencerminkan perolehan suara partai politik yang diraih dalam Pemilu sehingga merepresentasikan rakyat.

Sedangkan Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati menyebut ada sejumlah pasal yang telah disepakati di tingkat Panja revisi UU MD3 melanggar konstitusi. Salah satunya ialah Pasal 247 a ayat c tentang pengisian tambahan pimpinan MPR. Pasal tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 117/PUU-VII/2009.

"Dalam RUU MD3 diputuskan frasa 'diberikan' terkait penambahan kursi pimpinan MPR. Padahal, putusan MK mengamanatkan penambahan kursi pimpinan bermakna 'dipilih' bukan 'diberikan'," terang Reni seperti dikutip dari Antara.

Tak hanya PPP, Ketua Fraksi Partai NasDem Jhonny G Plate menganggap substansi penambahan kursi pimpinan DPR, MPR dan DPD syarat kepentingan politis. Dia menilai penambahan kursi Pimpinan DPR, MPR dan DPD justru akan menciptakan oligarki dan merusak citra Parlemen di masyarakat.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid