sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bos media makin tajir di era Corona

Sejumlah pemilik media massa di tanah air masuk dalam jajaran 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes.

Kartika Runiasari
Kartika Runiasari Senin, 13 Des 2021 18:46 WIB
Bos media makin tajir di era Corona

Penyebaran virus SARS-Cov 2 membuat pembatasan sosial kian meluas hingga beberapa negara mengalami resesi. Kondisi pandemi ini sedikit banyak memukul bisnis para orang kaya di dunia. Forbes yang rutin merilis daftar orang kaya ini melansir pandemi berdampak pada kekayaan para taipan di tanah air yang menurun. Namun hal ini tidak berlaku bagi para orang kaya yang memiliki bisnis media massa.

Mengintip data Forbes Real Time Billionaires per 13 Desember 2021, posisi orang paling kaya di Indonesia masih ditempati Hartono bersaudara yakni R. Budi Hartono dengan jumlah kekayaan US$21,3 miliar dan Michael Hartono dengan kekayaan US$20,5 miliar. Duo konglomerat dari grup Djarum ini juga mengantongi kekayaan dari Bank Central Asia. Keduanya masing-masing berada di peringkat 86 dan 91 di tingkat dunia.

Selain Hartono bersaudara, posisi ketiga dalam daftar orang paling kaya diduduki Sri Prakash Lohia dengan kekayaan US$6,2 miliar, lalu Chairul Tanjung dengan kekayaan sebesar US$5,7 miliar, diikuti kemudian oleh Prajogo Pangestu dengan kekayaan US$5,5 miliar.

Di posisi 6 diikuti Jerry Ng dengan kekayaan mencapai US$3,2 miliar, lalu Eddy Kusnadi Sariaatmadja dengan kekayaan US$3 miliar, dan Martua Sitorus dengan kekayaan US$2,9 miliar. Di posisi ke 9 dan 10 masing-masing ditempati oleh Theodore Rachmat dengan kekayaan US$2,9 miliar dan Thahir & Family dengan kekayaan US$2,8 miliar.

Sepuluh besar orang terkaya ini mengalami perubahan posisi peringkat dibanding tahun 2020. Beberapa mengalami penurunan harta kekayaan secara real time per 13 Desember 2021 seperti terjadi pada Chairul Tanjung, Jerry Ng, dan Thahir & Family. Sebaliknya, delapan sosok lain dalam jajaran terkaya sepuluh besar itu mengalami peningkatan kekayaan di tengah situasi yang masih pandemi.

Ilustrasi Pixabay.com.

Lebih lanjut, triliuner dalam daftar orang terkaya Forbes berasal dari sektor bisnis yang beragam. Mulai dari perbankan, batu bara, minyak sawit, petrokimia, paper and pulp, real estate, supermarket, hingga tak ketinggalan; media.

Tercatat, setidaknya ada enam sosok triliuner yang menambang kekayaan dari bisnis media dalam daftar 50 orang terkaya tersebut. Mereka adalah Chairul Tanjung, Peter Sondakh, Eddy Kusnadi Sariaatmadja, Mochtar Riady, Hary Tanoesoedibjo, dan Susanto Suwarto.

Sponsored

Alinea.id membedah sosok bos-bos media ini dalam jajaran orang terkaya yang seluruhnya mengalami kenaikan kekayaan meski masih pandemi. 

Chairul Tanjung

Chairul Tanjung (59) merupakan pemilik CT Corp yang jumlah kekayaannya naik signifikan dibanding data dari Forbes 2020 Indonesia's 50 Richest yakni dari US$3,9 miliar menjadi US$5,7 miliar per 13 Desember 2021. Peringkatnya pun naik drastis dari semula di posisi 9 menjadi posisi 4 di tahun 2021.

CT Corp (Chairul Tanjung Corpora) didirikan oleh CT sejak 1987 yang semula berkutat pada usaha ekspor sepatu anak-anak. Gurita bisnis CT Corp kian berkembang dengan merambah sektor lain seperti jasa keuangan, sumber daya alam, properti dan yang tak kalah moncer adalah bisnis media.

 

Melalui bendera Transmedia, bisnis ini meliputi dua stasiun TV free-to-air yaitu TransTV dan Trans7 yang masing-masing mempunyai konten mayoritas hiburan serta dua stasiun TV berbayar yaitu CNN Indonesia dan CNBC Indonesia TV. 

Selain TV, Trans Media juga memiliki sejumlah portal media yaitu detik.com yang diakuisi pada tahun 2011 silam, cnnindonesia.com, cnbcindonesia.com, haibunda.com, insertlive.com, beautynesia.id dan femaledaily.com. 

Eddy Kusnadi Sariaatmadja

Eddy Kusnadi Sariaatmadja (68) menempati posisi ke-20 dalam jajaran orang terkaya tahun 2020 versi Forbes dengan kekayaan sebesar US$1,4 miliar berdasarkan 2020 Indonesia's 50 Richest. Kini, pundi-pundinya kian bertambah menjadi US$2,9 miliar (real time) bersamaan dengan kian cemerlangnya media televisi milik PT. Elang Mahkota Teknologi  (Emtek) Tbk. ini.

Semula, di tahun 1983, CEO Emtek ini mengawali bisnis sebagai distributor komputer Compaq eksklusif di Indonesia dan menjadi pemilik saham mayoritas. Seiring berjalannya waktu bisnis Emtek makin pesat dan saat ini menguasai tiga saluran TV Indonesia, SCTV, Indosiar dan O Channel. 

Emtek juga memiliki sejumlah portal berita yaitu Liputan6.com, KapanLagi.com, Bola.net, Merdeka.com, Bola.com, Dream.co.id, Brilio.net dan Fimela.com, di bawah bendera PT KapanLagi Networks (KLY). Selain bisnis media, Emtek juga berinvestasi di rumah sakit RS EMC (dahulu EMC Hospitals dan OMNI Hospitals), serta startup Bukalapak.com dan payment gateway DANA. 

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Eddy menjadi pemegang saham mayoritas (22,68%) dengan jumlah saham sebanyak 14.051.564.970 lembar senilai Rp281,03 miliar. Laporan keuangan Emtek semester-I 2021 mencatat pendapatan iklan (neto) cukup bombastis yakni mencapai Rp2,58 triliun, naik dibanding periode yang sama 2020 yang sebesar Rp2,19 triliun.

Peter Sondakh

Nama Peter Sondakh pada tahun 2020 lalu berada di urutan ke-18 dengan jumlah kekayaan US$1,5 miliar. Setahun kemudian, jumlah kekayaan Peter Sondakh melonjak jadi US$2,1 miliar dan menjadikannya di posisi ke 13 berdasarkan data Forbes real time billionaire. Namun, bisnis media bukan satu-satunya sumber kekayaannya. 

Di bawah bendera PT Rajawali Corpora, Peter melebarkan sayap bisnis dengan mendirikan PT Eagle High Plantations Tbk, Golden Eagle Energy Tbk, Fortuna Indonesia, St. Regis Bali, The Four Seasons Hotel Jakarta, dan meluncurkan RTV pada 2014 silam. Sebelumnya, Peter melepas usaha milik Rajawali Group yakni perusahaan rokok Bentoel Group dan PT Excelcomindo Pratama atau PT XL Axiata Tbk.  

Pada 2007, perusahaan juga melakukan spin off atau memisahkan RCTI menjadi RTV atau Rajawali TV. Sebelum diakuisisi, RTV semula bernama B-Channel. RTV yang sempat fokus menjadi televisi berita, kini lebih banyak menyiarkan acara hiburan untuk segmen keluarga dan anak-anak.

Mochtar Riady

Pendiri dan presiden komisaris Lippo Group ini dikenal sebagai praktisi perbankan andal. Mochtar Riady (92) juga berhasil mengembangkan grup bisnisnya hingga ke mancanegara.

Tahun lalu, kekayaannya tercatat sebesar US$1,38 miliar yang menempatkannya pada posisi 21 dalam Forbes 2020 Indonesia's 50 Richest. Kini, kekayaannya melonjak jadi US$1,9 miliar (real time) yang membuat peringkatnya pun naik ke posisi 15.

Melalui Beritasatu Media Holdings, Lippo memiliki sejumlah media yakni Investor Daily, Majalah Investor, investor.id, beritasatu.com, jakartaglobe.id, dan stasiun TV Beritasatu news channel. Grup media ini hanya salah satu dari banyaknya unit usaha Lippo Group mulai dari real estate, retail, hospitality and leisure, pendidikan, rumah sakit, teknologi digital (PT Multipolar Technology Tbk/MLPT dan PT Link Net Tbk/LINK), telekomunikasi dan multimedia (termasuk TV kabel PT First Media Tbk/KBLV), hingga finansial. 

Hary Tanoesoedibjo

Nama Hary Tanoesoedibjo (56) dikenal sebagai pengusaha kelas atas di bidang media. Ia menempati posisi ke-33 dalam Forbes 2020 Indonesia's 50 Richest dengan kekayaan sebanyak US$950 juta dan kini melonjak jadi US$1,2 miliar (real time) yang mengereknya ke posisi 20. 

Ketua Partai Perindo yang didirikan tahun 2014 ini membangun bisnis media segera setelah lulus kuliah. Dikutip dari profil perusahaan, MNC Group merupakan grup media di bawah PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN), yang menginduk pada PT Global Mediacom Tbk (BMTR). 

Mayoritas pendapatan Global Mediacom dikontribusikan oleh dua lini bisnis utama. Media berbasis konten dan iklan, yang dikelola oleh Media Nusantara Citra, saat ini menghasilkan pendapatan bagi Global Mediacom sebesar 66%. Sementara, media berbasis langganan yaitu PT MNC Vision Networks Tbk (IPTV), menyumbang 29% pendapatan bagi perseroan.

Laporan keuangan MNC Group sampai 30 Juni 2021 mencatat pendapatan dari lini bisnis media totalnya mencapai Rp6,8 triliun. Di mana pendapatan iklan non digital sebesar Rp3,1 triliun dan iklan digital sebesar Rp889,18 miliar.

 

 

Selain bisnis media, gurita bisnis Hary Tanoe atau biasa disebut HT juga mencakup sektor finansial, entertainment hospitality, serta e-commerce dan bisnis digital lainnya yang seluruhnya tergabung dalam PT MNC Investama Tbk (BHIT). Di sektor finansial, induknya adalah PT MNC Kapital Indonesia Tbk (BCAP) yang menaungi Bank MNC, MNC Sekuritas, MNC Insurance, MNC Life, MNC Asset Management, dan unit bisnis lainnya. 

Susanto Suwarto

Susanto Suwarto (65) masih menduduki peringkat yang sama yakni 50 baik tahun 2020 maupun 2021 (real time) dalam daftar orang terkaya Indonesia. Namun kekayaannya meningkat sangat pesat yakni dari US$475 juta dalam Forbes 2020 Indonesia's 50 Richest menjadi US$1,1 miliar (real time).

Dengan gelar sarjana di bidang elektronik dan teknik telekomunikasi, Suwarto mendapatkan kekayaannya dari saham minoritas di Emtek. Ia mengantongi  7.117.889.090 lembar saham senilai Rp142,35 miliar atau 11,49%.

Masa depan media

Meski demikian, Kristanto, T.A. dalam Jurnal Dewan Pers Edisi 20 Perkembangan Teknologi Informasi dan Jurnalisme yang diterbitkan tahun 2019 melansir media konvensional seperti surat kabar, majalah maupun radio dan televisi di masa depan mempunyai pesaing-pesaing ketat. Tidak hanya media siber tetapi juga media sosial yang dikonsumsi masyarakat menjadi pesaing ketat media konvensional.

Menurut Kristanto, media cetak, baik koran, majalah, atau tabloid dianggap sebagai bisnis “matahari terbenam”, tinggal menunggu waktu untuk terbenam dan diganti oleh media siber atau media sosial.

Sementara itu, Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menilai bisnis media akan semakin menantang. Mengingat saat ini industri media cetak kian tenggelam dengan hadirnya media digital. Namun, di sisi lain, media digital pun harus ‘berebut’ pasar di tengah masifnya media sosial.

“Peran media digital memang sebatas segmen pembaca tertentu yang membutuhkan analisa mendalam. Sisanya bergeser ke digital,” ujarnya kepada Alinea.id, Senin (13/12).

Apalagi, saat ini muncul tren media online yang justru mengambil konten berita dari apa yang disuguhkan di media sosial. Tak jarang, isi berita di media online diambil dari konten yang ada di media sosial.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Namun, secara umum kondisi bisnis di Indonesia akan semakin menjanjikan ke depan pascapandemi. Meski banyak ditemukan varian Covid-19 baru, namun optimisme atas kondisi bisnis tetap menguat. Terbukti dari semakin tingginya mobilitas masyarakat yang tentu saja berpengaruh pada sektor-sektor usaha.

“Contohnya seiring pemulihan mobilitas masyarakat maka sektor usaha seperti restoran, cafe mulai dipadati pengunjung kembali,” sebut Bhima.

Sektor bisnis lain yang juga diperkirakan semakin moncer adalah bisnis kecantikan, perawatan tubuh (skin care) seiring dengan kesadaran masyarakat untuk tampil menawan yang meningkat baik untuk wanita maupun pria.

“Faktor lain adalah meningkatnya permintaan ekspor, semua jenis bisnis ekspor makin cerah di 2022 sejalan dengan naiknya permintaan global,” tambah Bhima. 

Untuk pasar dalam negeri, ia menyarankan agar bisnis fokus pada sektor makanan minuman, informasi komunikasi, dan properti. “Banyak penjualan properti hanya tertunda sesaat karena kesulitan tatap muka saat kasus harian naik, tapi properti itu kebutuhan maka pasarnya akan kembali bergeliat tahun depan,” bebernya.

Berita Lainnya
×
tekid