sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Coronavirus 'goyang' China, Indonesia bisa apa?

Terlepas dari ketergantungan ekonomi yang besar dengan China, Indonesia dapat memetik peluang dari berjangkitnya virus corona.

Syah Deva Ammurabi
Syah Deva Ammurabi Senin, 17 Feb 2020 16:16 WIB
Coronavirus 'goyang' China, Indonesia bisa apa?

China adalah mitra dagang terbesar bagi Indonesia. Nilai perdagangan antara kedua negara sebesar US$72,82 miliar atau Rp1.019,4 trilun (Kurs: Rp14.000 per dolar AS) pada 2019. 

Hal ini lantaran besarnya jumlah penduduk China yang mencapai 1,4 miliar jiwa dan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar US$14,1 triliun atau Rp197,4 kuadriliun pada tahun yang sama, menurut proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF).

Serangan virus 2019-nCov (corona baru) yang berawal dari kota Wuhan, China semakin meluas. Korban yang terus berjatuhan menyebabkan hambatan dalam arus barang, orang, dan uang. Hal ini berpotensi mengganggu hubungan dagang Negeri Tirai Bambu dengan mitra dagangnya di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan mengungkapkan, proyeksi perekonomian dunia 2020 akan berubah dengan adanya serangan coronavirus yang terjadi di China. 

“Saya catat misalnya dari World Bank sudah mengatakan bahwa dampak coronavirus kalau turun 1% ke GDP China, ke GDP Indonesia turunnya bisa 0,3%. Tapi perhitungan di tim saya, bukan 0,3%. Setiap 1% GDP China, penurunannya di Indonesia 0,23%,” jelas dia di Kemendag, Jakarta, Selasa (11/2).

Kasan mencatat, Brasil, Korea Selatan, Pakistan, Vietnam, dan Chili mengalami penurunan impor dari China. Negara terakhir mengalami kenaikan ekspor tipis, sedangkan empat negara lain mengalami penurunan ekspor.  

“Karena aktivitas di China sebagian terhenti dan otomatis transaksinya terpengaruh dan saya membayangkan ini pasti berdampak pada Indonesia,” ungkapnya.

Merosotnya ekspor-impor antara Indonesia dengan China langsung terbukti. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor non-migas Indonesia ke China mengalami penurunan sebesar US$211,79 juta pada Januari 2020 dibandingkan dengan Desember 2019. 

Sponsored

Pada periode yang sama, impor non-migas Indonesia dari China turun US$115,2 juta. Penurunan tersebut adalah yang terbesar di antara negara mitra dagang Indonesia lainnya. Hal ini selaras dengan penurunan yang terjadi dengan negara-negara mitra dagang China lainnya.

Pedagang menumpukan bawang putih impor dari China di Pasar Induk Lambaro, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Selasa (11/2). Impor bawang putih asal China memenuhi 90% pasokan untuk pasar lokal sehingga diperkirakan akan terdampak wabah coronavirus. / Antara Foto

Bendung impor dari China

Sebagai langkah antisipasi terhadap serangan coronavirus, pemerintah membatasi impor produk hewan hidup dari China sejak 7 Februari silam. Virus ini diduga dapat menular dari hewan ke manusia. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.10 Tahun 2020 tentang Larangan Impor Sementara Binatang Hidup dari Republik Rakyat Tiongkok. 

"Pemerintah Indonesia telah menetapkan pelarangan untuk impor jenis binatang hidup yang berasal dari Tiongkok atau transit di Tiongkok ke dalam wilayah Indonesia," tegas Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam keterangan resmi, Kamis (13/2).

Sebanyak 53 pos tarif barang dilarang dalam beleid tersebut, antara lain kuda, kedelai, bagal, dan hinnie hidup; binatang hidup jenis lembu; babi hidup; biri-biri dan kambing hidup; unggas hidup; binatang hidup lainnya yang menyusui; serta binatang hidup pada taman permainan hiburan. 

“Biaya atas pelaksanaan ekspor kembali atau pemusnahan adalah tanggung jawab importir,” tegas Agus.

Kepala Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan) Ali Jamil mengatakan, pihaknya telah meningkatkan kesiagaan dalam melakukan pengawasan dan tindakan karantina

"Telah mengeluarkan instruksi kewaspadaan penyebaran coronavirus untuk melakukan pengawasan dan tindakan karantina terhadap lalu lintas media pembawa yang berisiko tinggi sebagai penular virus," ujarnya dalam keterangan resmi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta pada Senin (3/2). Hal tersebut adalah langkah pertama.

Kedua, tindakan karantina dilakukan melalui penyemprotan larutan desinfektan terhadap hewan dan peralatan yang menyertainnya seperti kandang. Pihaknya menggunakan larutan desinfektan aktif seperti ether alcohol 75%, klorin, peroxyacetic acid dan kloroform.

Ketiga, melakukan mitigasi risiko terhadap negara asal, negara transit, manifes kargo, dan barang bawaan penumpang dalam rangka mencegah masuknya virus 2019 n-CoV melalui hewan berisiko tinggi.

Keempat, pengambilan sampel swab mucosa saluran pernapasan untuk dilakukan uji laboratorium oleh lembaga yang kompeten. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi keberadaan virus dalam media pembawa. 

“Terakhir, lakukan uji peneguhan diagnosa yang dilakukan oleh laboratorium Kementerian Pertanian (Balai Besar Veteriner, Balai Penelitian Veteriner Bogor, Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian) terhadap sampel yang diambil Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pertanian,” tegasnya.

Meskipun belum dilarang, Kementan menjamin pemeriksaan karantina terhadap produk-produk hortikultura seperti buah-buahan, sayuran, dan bawang putih akan diperketat.

Menanggapi pembatasan tersebut, Wakil Ketua Kamar Dagang (Kadin) Indonesia Komite Tiongkok Haris Chandra menilai keputusan tersebut harus diputuskan bersama-sama dalam lingkup lintas kementerian, dalam hal ini menteri koordinator terkait.

“Jangan salah satu kementerian ambil keputusan. Itu enggak bisa kan? Ini yang terkait banyak, dari pertanian, kesehatan, perdagangan, dan perindustrian,” tegasnya di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (11/2).

Petugas memeriksa peti kemas sebelum dimuat di atas truk di Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (13/2). Pertumbuhan ekonomi China diperkirakan turun 1% akibat coronavirus pada 2020 dan diproyeksi berdampak pada koreksi ekspor-impor Indonesia. / Antara Foto

Waktunya berbenah

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani berpendapat, coronavirus sudah berdampak pada terganggunya rantai pasok antara Indonesia dengan China. 

“Ini khususnya terjadi pada industri-industri manufaktur yang tidak memiliki supply bahan baku yang cukup atau pas-pasan hanya untuk menutupi selama libur Imlek yang ternyata diperpanjang sampai lebih dari satu minggu,” kata dia saat berbincang melalui pesan singkat WhatsApp dengan reporter Alinea.id belum lama ini. Menurut dia, industri yang terdampak adalah besi-baja, kimia, dan tekstil.

Shinta berpendapat, produk dari China sulit disubstitusi karena memliki daya saing harga dan volume pasokan yang kompetitif dibandingkan dengan negara lainnya. Menurutnya, China memiliki produkivitas dan skala ekonomi yang sulit diimbangi oleh negara lain, termasuk Indonesia. 

“Belum tentu di level nasional atau dari negara lain bisa memberikan supply produk yang sama dengan volume yang sama besar atau harga yang sama kompetitifnya dengan China,” tutur CEO Sintesa Group tersebut. 

Ia menilai, kesempatan untuk substitusi tetap ada selama Indonesia mampu memperbaiki daya saing dan produktivitas produk-produk yang dihasilkan oleh dalam negeri. 

Sebagai produsen alat rumah tangga dan keramik, Haris Chandra mengungkapkan ketergantungannya yang tinggi terhadap bahan baku dan penolong dari China. Dia bercerita mengenai pengalamannya mencari sekrup berbahan stainless steel

“Kita cari pasar di Indonesia. Kita ingin diversifikasi. Kita kemana-mana, ke Pasar Kenari (Jakarta). Barangnya ada, tapi kita dihitung barangnya per biji 1,2,3,4, dan harganya sekian. Kalau di China kita beli enggak begitu, belinya karungan,” ungkapnya. 

Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gappmi) Rachmat Hidayat mengaku, belum ada laporan dari anggotanya terkait adanya gangguan pasokan bahan baku dari China. 

Ia menjelaskan, pelaku usaha makanan dan minuman mengimpor konsentrat buah-buahan, produk susu dan turunannya, bahan-bahan vitamin, dan bawang putih dari China. “Kita enggak tahu efeknya berapa lama,” ujarnya dalam acara diskusi PAS FM di Hotel Milenium, Jakarta, Rabu (12/2).

Rachmat memprediksi, dampak virus corona di China akan mengganggu industri yang digelutinya apabila wabah masih berlangsung hingga April 2020. Substitusi impor dari China dinilai tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. 

“Kalau impor cari supplier baru. Kalau ekspor cari buyer baru. Ini tak bisa cepat dilakukan,” keluhnya. 

Ketua Asosiasi Hortikultura Indonesia Anton Muslim Arbi mengungkapkan, pelaku usaha hortikultura telah mengalami kesulitan pasokan buah-buahan impor dari China. “(Suplai) Anjlok 35%,” ungkapnya melalui sambungan telepon.

Anton menjelaskan, Indonesia sangat bergantung pada pasokan bawang putih China mengingat kontribusinya dalam memasok 90% kebutuhan dalam negeri. Di sisi lain, Ia melihat kenaikan harga bawang putih bukanlah disebabkan oleh berkurangnya pasokan dari China akibat wabah corona.

“Saya khawatir spekulan atau mafia bermain (harga bawang putih) sangat lama,” ujarnya. Ia menduga, distributor masih menyimpan sisa stok bawang putih impor tahun 2019 yang mencapai 450.000 ton setelah mendapat izin pada 2018.  

Anton menilai, pasokan dalam negeri sebenarnya bisa menutupi kekurangan pasokan dari China asal pemerintah serius dalam meningkatkan produktivitas, memperkuat riset, dan melakukan penyuluhan kepada para petani. “Saya kira dengan terus-menerus seperti itu, kita akan mampu dari segi kualitas dan kuantitasnya,” ucapnya.

Haris Chandra menilai, wabah virus corona yang melanda China merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk memperbaiki rantai pasok. “Kan teknologi itu dikuasai anak muda, saya merasa bahwa ada harapan kita bisa segera memperbaiki supply chain,” tambahnya.

Ketua Kompartemen Pemberdayaan Anggota Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Febrizal Rahmana mengatakan, pengangkutan logistik kargo via udara sudah mulai terganggu lantaran adanya pelarangan penerbangan dari dan menuju ke China. 

Di sisi lain, pengangkutan logistik melalui laut masih belum terdampak. “Kalau signifikan sampai dua bulan ini belum ya,” bebernya. Ia menilai, karantina sudah melakukan antisipasi yang baik terkait pencegahan masuknya virus corona.

Menanggapi usulan Haris, Febrizal mengklaim, pihaknya siap mendukung kelancaran distribusi logistik nasional. Ia beralasan, anggotanya sudah banyak yang bermain di tingkat internasional. “Tinggal kesiapan komoditas. Lalu yang enggak kalah penting, kebijakan fiskal dan moneternya mesti mendukung,” ujarnya. 

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, daya saing produk Indonesia terkendala oleh biaya logistik yang mahal. “Sektor apapun permasalahannya sama,” kata dia secara terpisah.

Kemendag sudah memetakan negara-negara yang berpotensi dalam mensubstitusi impor bahan baku dan penolong dari China. Kasan menjelaskan, negara-negara tersebut berasal dari Asia Tenggara dan Amerika Selatan. 

“Ya saya kira berpulang dari teman-teman pelaku sepeti Pak Haris (Chandra) sampaikan tadi sangat terhubung dengan supplier dari China. Sepanjang itu jumlahnya bisa terakomodir dengan subtitusi sebagian non-China misalnya, bisa saja,” ungkapnya. 

Adapun ekspor ke pasar-pasar non tradisional seperti ASEAN, Timur Tengah, dan Amerika Selatan akan didorong sebagai langkah antisipasi terganggunya permintaan dari China. Industri yang berpeluang sebagai penggerak ekspor Indonesia, kata dia, adalah tekstil, otomotif, perhiasan, alas kaki, besi-baja, dan kimia. 

Mohammad Faisal melihat, pemerintah harus terlibat lebih aktif menjalin hubungan dagang dengan negara lain untuk memperluas ekspor, namun harus dilakukan secara terukur dan memiliki grand design yang jelas.

“Kita lihat dulu, jangan asal tanda tangani. Yang kita lihat pengalaman selama ini memang ekspor kita naik, tapi impor kita naik lebih tinggi lagi,” tegasnya.

Faisal berpendapat, perluasan pasar ekspor dan diversifikasi produk merupakan langkah yang tepat untuk mengantisipasi ‘goyangnya’ pasar China. Ia beralasan, wabah corona akan menurunkan permintaan China terhadap batu bara dan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) asal Indonesia.

“Seringkali negara-negara tersebut (pasar alternatif) hambatan non-tarifnya lebih rendah dibanding Uni Eropa dan Amerika Serikat,” ujarnya.

Dia menambahkan, penyerapan suplai oleh pasar dalam negeri mesti ditingkatkan. Ia mencontohkan penggunakan bahan bakar nabati berbasis CPO, misalnya kewajiban penggunaan B30 untuk mensubstitusi kebutuhan solar.

Para penumpang kereta cepat baru tiba di Stasiun Tianjin, Kamis (22/1) malam, dengan mengenakan masker untuk menghindari wabah coronavirus jenis baru di Wuhan, China. China tercatat menjadi investor asing terbesar kedua di Indonesia mencapai US$4,74 miliar pada 2019. Salah satunya adalah proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. / Antara Foto

Ancaman investasi

China merupakan salah satu penanam modal asing utama di Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, nilai investasi China di Indonesia sebesar US$4,74 miliar (Rp66,36 triliun) atau terbesar kedua setelah Singapura pada 2019. Bahkan pada triwulan ke-IV, China telah menjadi investor asing terbesar di Indonesia dengan nilai mencapai US$1,43 miliar (Rp20,02 triliun).

Dilansir dari Antara, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan, wabah virus corona masih belum berdampak langsung terhadap investasi di Indonesia. Meskipun demikian, dia khawatir apabila wabah terus berlanjut.

“Saya katakan kalau sampai dua atau tiga pekan masih oke, namun kalau sudah di atas dua bulan perlu kita kaji karena pasti ada dampaknya,” ungkapnya. 

Terkait sektor investasi yang terdampak oleh virus corona, Direktur Fasilitasi Promosi Daerah BKPM Indra Darmawan mengklaim, pihaknya belum mendapat laporan dari para investor. “Kami masih menunggu perkembangannya,” ucapnya melalui pesan singkat.

Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pemerintah mengantisipasi dampak virus corona terhadap investasi China di Indonesia.

“Memang dampak terhadap PMA kuartal keempat kemarin belum terasa. Namun di kuartal satu ini, hampir semua memperhitungkan ini (virus corona) akan signifikan (memengaruhi) investasi, terutama foreign direct investment (FDI) dari RRC,” ungkapnya.

Mohammad Faisal menilai, dampak penurunan investasi dari China relatif terbatas bagi pertumbuhan investasi Indonesia pada 2020. Kemudian, Ia menyarankan pemerintah untuk menggenjot penanaman modal dalam negeri (PDMN). “Saya pikir, itu perlu dimaksimalkan,” ujarnya.

Selain itu, beberapa negara seperti Jepang dan Korea Selatan dapat menjadi alternatif investasi asing lantaran pernah berkontribusi lebih besar dibandingkan China. “Kita perlu arahkan investasinya ke luar agar tidak terlalu tergantung pada China,” pungkasnya.

Infografik dampak coronavirus China terhadap ekonomi Indonesia. Alinea.id/Dwi Setiawan

Berita Lainnya
×
tekid