close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi emas. Foto dokumentasi PT Aneka Tambang Tbk.
icon caption
Ilustrasi emas. Foto dokumentasi PT Aneka Tambang Tbk.
Bisnis
Minggu, 20 April 2025 06:08

Di balik fenomena harga emas yang terus melonjak

Seiring dengan permintaan, harga emas terus melonjak.
swipe

Usai libur Lebaran, masyarakat berburu emas untuk berinvestasi. Fenomena ini terjadi di beberapa kota di seluruh Indonesia. Bahkan, ada yang rela antre berjam-jam demi membeli emas, baik itu perhiasan atau batangan.

Akibat permintaan yang masif ini, harga emas pun terkerek naik. Harga emas Antam misalnya, pada Jumat (18/4) menembus angka Rp2.045.000 per gram dari sebelumnya Rp2.004.000 per gram. Diprediksi, seiring banyaknya permintaan, harga emas akan terus naik.

Nanda sudah lama menyadari emas sebagai investasi yang berharga. Dia sengaja menyisihkan gajinya untuk membeli emas. Dia berharap, harga emas terus naik. Baginya, berinvestasi emas menguntungkan karena bisa dijual lebih mudah.

“Emas menurut saya lebih cocok untuk jangka panjang. Jadi, suatu saat berhenti kerja, saya ada dana darurat,” kata Nanda kepada Alinea.id, Kamis (17/4).

Khairunisa juga berinvestasi emas, yang dimulai sejak dua tahun lalu. “Saya memilih emas untuk investasi karena emas lebih cocok untuk jangka panjang,” ujar Khairunisa, Kamis (17/4).

“Soalnya kan saya sebagai orang tua harus memikirkan investasi yang menguntungkan ke depannya.”

Sama seperti Nanda, dia berharap harga emas terus naik. “Biar nanti kalau saya ada kebutuhan mendadak, saya jualnya masih bisa untung,” tutur dia.

Berbagai faktor

Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, ada tiga faktor utama yang menyebabkan lonjakan permintaan terhadap emas.

“Pertama, masyarakat melihat adanya tekanan ekonomi global, investor juga sama, sehingga mereka mulai menggeser portofolio investasinya menjadi emas batangan,” ujar Bhima, Kamis (17/4).

“Maka ada demand yang meningkat di tengah situasi ekonomi yang cenderung memburuk.”

Kedua, kata Bhima, sebagian masyarakat menggunakan emas untuk meningkatkan imbal hasil dari investasinya. Begitu ada uang lebih, misalnya sisa tunjangan hari raya (THR), dibanding dimasukkan ke simpanan di perbankan, mereka beli emas batangan.

“Meskipun emas batangan ini kekurangannya adalah tempat penyimpanannya atau risiko keamanannya, (jadi) enggak bisa beli terlalu banyak,” kata Bhima.

Ketiga, lanjut Bhima, masyarakat membutuhkan emas batangan, sehingga penjualan emas batangan di berbagai tempat—misalnya di mal-mal—antreannya panjang.

“Itu sebenarnya sebagian juga menyimpan untuk dana darurat karena emas sifatnya liquid atau cair,” ucap Bhima.

“Ketika dibutuhkan, misalnya menjadi korban PHK (pemutusan hubungan kerja) atau kebutuhan darurat, untuk membeli kebutuhan pokok, emas ini bisa cepat untuk dicairkan.”

Dengan situasi ekonomi yang ada sekarang dan kenaikan harga emas yang semakin tinggi, Bhima menyarankan pemerintah untuk memastikan pasokan emas batangan memadai. Termasuk meningkatkan produksi emas batangan dari pabrik yang baru diresmikan pemerintah.

Sebagai informasi, pada Senin (17/3), Presiden Prabowo Subianto meresmikan pabrik pemurnian logam mulia emas milik PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur. Pabrik ini menjadi yang pertama di Indonesia dan terbesar di dunia dalam kategori pabrik pemurnian.

“Jadi kebutuhan emas dalam negeri tidak sampai dipenuhi dari impor emas batangan,” kata Bhima.

Selain itu, ujar Bhima, diperlukan juga kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menghadapi situasi perekonomian, sehingga masyarakat tidak membeli emas karena panic buying atau membeli di luar batas kewajaran.

“Nah, ini yang harus kemudian komunikasi pemerintah harus bagus juga,” ujar dia.

“Dan cepat untuk memitigasi, misalnya dampak dari tarif resiprokal oleh (Presiden Amerika Serikat, Donald) Trump terhadap ekonomi Indonesia, mencegah terjadinya PHK massal di banyak sektor.”

Dengan melakukan itu semua, Bhima yakin bisa membuat harga emas di dalam negeri dapat lebih terkendali. Begitu pula pengendalian terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sebab, menurutnya, salah satu variabel tingginya emas yang tinggi terkait juga dengan nilai tukar rupiah.

“Semakin melemah nilai tukar rupiah, maka harga emasnya semakin tinggi di pasar domestik,” tutur Bhima.

“Pemerintah harus bisa menstabilkan nilai tukar rupiah, tentu bersama Bank Indonesia, sehingga harga emas juga tidak terlalu naik berlebihan.”

img
Muhamad Raihan Fattah
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan