Doni Rakhmat, 29 tahun, gamang saat tahu ukuran rumah subsidi bakal "disunat" menjadi hanya seluas 18 meter persegi. Ia merasa rumah dengan ukuran sekecil itu tak bakal mencukupi untuk keluarga muda dengan satu anak. Di lain sisi, ia tak mau berlama-lama tinggal di rumah orang tua setelah berkeluarga.
"Itu kecil banget dan kayaknya agak susah untuk acara di rumah, semisal selamatan dan sebagainya," kata warga Cengkareng, Jakarta Barat tersebut saat berbincang dengan Alinea.id, Sabtu (14/6).
Selain soal ukuran, ia juga mempertimbangkan jarak dari rumah subsidi kantornya di kawasan Salemba, Jakarta Pusat. Jika masih dibangun di Jakarta, Doni mengaku akan mempertimbangkan untuk membeli rumah subsidi. "Ketimbang tinggal numpang bersama orang tua," imbuh dia.
Ketentuan pengurangan ukuran rumah bersubsidi tertera dalam Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Nomor/KPTS/M/2025. Dalam kepmen itu, ukuran luas bangunan rumah bersubsidi dirancang minimal 18 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi.
Sementara itu sesuai aturan yang saat ini masih berlaku, yakni Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 689/KPTS/M/2023, ukuran luas bangunan rumah subsidi minimal 21 meter persegi dan maksimal 36 persegi. Luas tanah minimal 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi.
Ketua Umum Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Harry Endang Kawidjaja menilai rumah subsidi seluas 18 meter persegi masih memungkinkan dibangun dan laku terjual. Syaratnya, rumah subsidi dibangun di simpul-simpul perkotaan.
"Luas 18 (meter persegi) possible. Kecil di kota, tetapi memberi pilihan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kota yang mau mengorbankan luas hunian untuk hemat di travel time ke tempat kerja. Rumah kecil itu risikonya kalau keluarga tumbuh menjadi kurang pas," kata Endang kepada Alinea.id.
Endang menilai wajar jika pemerintah memangkas ukuran rumah subsidi. Terlebih, pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) punya target membangun hingga 3 juta rumah dalam setahun.
Memangkas luas rumah menjadi 18 meter, kata Endang, juga bisa mengakomodasi nilai tanah seharga Rp1 jutaan per meter di luar Jakarta. yang ada di luar Jakarta. Tanah seharga itu lazimnya berada di area permukiman yang dekat dengan stasiun kereta.
"Walau jauh (jaraknya), tetapi kalau dekat stasiun bisa lebih efisien hidupnya karena travelling ke tempat kerja. Meskipun jauh, tidak ada macet dan murah karena dengan Rp12 ribu sudah pergi-pulang," kata Endang.
Dosen ilmu kesejahteraan sosial Universitas Indonesia (UI), Rissalwan Handy mengatakan ukuran rumah subsidi seluas 18 meter sebenarnya tak sesuai dengan hitung-hitungan Badan Pusat Statistik (BPS). Rumah subsidi bagi warga miskin idealnya berukuran 32 meter persegi.
Angka itu diperoleh dari perkiraan kebutuhan ruang bagi setiap orang sekitar 8 meter persegi. Dengan asumsi satu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan dua orang anak, maka keluarlah angka luas rumah sekitar 32 meter persegi.
"Jadi, ini lebih dari perspektif kontraktor supaya rumah tersedia. Risikonya apa? Seandainya rumah itu kecil, tapi fasos dan fasumnya memadai, saya kira enggak masalah. Artinya, jalan tidak sempit," kata Rissalwan kepada Alinea.id.
Rissalwan mencontohkan ukuran rumah-rumah di kawasan padat penduduk seperti di Johar Baru dan Tambora, Jakarta Barat. "Itu bahkan lebih kecil dari tipe 21. Ada yang cuma 10 meter, kecil-kecil sekali," jelas Rissalwan.
Rumah seluas 18 meter, kata Rissalwan, sebenarnya masih layak ditempati oleh keluarga baru dengan satu anak. Rumah juga bisa dibangun vertikal jika anggota keluarga bertambah. Yang paling penting jalanan di perumahan subsidi dibangun luas serta permukiman dilengkapi fasilitas umum dan fasilitas sosial yang memadai.
"Jalan sempit enggak bisa diakses kalau ada kebakaran. Enggak bisa diselamatkan. Apakah laku? Tentu saja kita lihat dari supply and demand. Kalau dari sisi supply, tadi tentu kontraktor, dalam hal ini pemerintah, juga ingin memenuhi target perumahan. Kita tahu sekarang harga tanah dan material juga tinggi. Jadi, ini dibuat kecil justru supaya terbeli," kata Rissalwan.
Rissalwan optimistis rumah seluas 18 meter persegi akan tetap akan laris manis. Apalagi, saat ini banyak pekerja Jakarta yang sudah tidak lagi mampu membeli rumah tipe 36. "Selama lingkungannya tidak kumuh. Jangan juga rumahnya kecil, tapi jalannya sempit. Ini membuat orang jadi stres. Enggak ada fasos, fasum, dan enggak punya teman," imbuh dia.