Pemerintah terkesan kebingungan merealisasikan program ambisius pembangunan 3 juta unit rumah per tahun. Diperkirakan bakal menghabiskan anggaran puluhan triliun, pemerintah saat ini masih kelimpungan mencari sumber dana untuk program andalan Prabowo Subianto itu.
Awal Januari lalu, Sri Mulyani mengatakan dukungan APBN untuk sektor perumahan tahun ini sebesar Rp40,27 triliun. Sebanyak Rp5,27 triliun untuk anggaran Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan sebesar Rp35 triliun untuk pembiayaan perumahan dengan berbagai skema pendanaan.
Menteri PKP Maruarar Sirait sempat menyebut akan menggunakan skema utang luar negeri untuk mengongkosi kekurangan anggaran. Ara, sapaan Akrab Maruarar, juga mengaku sudah bertemu sejumlah investor yang mau ikut mendanai proyek itu.
Belakangan, skema utang luar negeri ditinggalkan. Ara mengaku sudah ada kucuran dana Rp130 triliun yang diberikan BPI Danantara untuk program kredit usaha rakyat (KUR) perumahan. Danantara juga bakal membantu menyediakan lahan untuk tapak perumahan.
"Pak Prabowo (Presiden Prabowo Subianto) sudah sampaikan, diskusi. Arahannya jelas, yaitu kita berdiri di kaki sendiri," ujar Ara kepada wartawan di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (26/6) lalu.
Pemerintah juga tak satu suara soal spesifikasi rumah subsidi. Dalam Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, ukuran rumah subsidi dipangkas luas bangunannya menjadi hanya 18 meter persegi. Luas tanah maksimal 36 meter. Di aturan sebelumnya, luas bangunan minimal 21 meter persegi.
Namun, Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo mengatakan masih mengkaji kebijakan pemangkasan ukuran rumah subsidi. Ia menyebut pemerintah akan memprioritaskan rumah subsidi dengan ukuran yang sudah diterapkan sebelumnya.
"Umumnya nanti itu akan lebih standar, kurang lebih mungkin 40 meter, ada 60 meter, ada 36 meter persegi, itu yang standar," kata adik Prabowo itu.
Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul pemerintah terkesan kebingungan mengeksekusi program 3 juta rumah per tahun karena sejak awal program itu tak realistis. Ia berkaca pada program 1 juta rumah per tahun era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang jarang mencapai target.
"Program ini sudah terkesan ambyar dan susah diakses oleh publik. Pak Prabowo, dengan optimisime sangat kuat, menyatakan itu (program akan berhasi). Apalagi, statement-statement dari Menteri Ara itu seolah membumbung tinggi optimisme itu. Tetapi, sampai hari ini, saya melihat program 3 juta rumah ini nyaris omon-omon (hanya wacana)," kata Adib kepada Alinea.id, Minggu (29/6).
Kebingungan pemerintah, kata Adib, terlihat jelas dari skema pembiayaan program yang berubah-ubah. Selain itu, ukuran rumah juga disunat. Hal ini menunjukkan pemerintah memaksakan agar progam tersebut jalan meskipun tak punya duit untuk membiayainya.
"Menteri Ara sendiri yang pernah bilang kalau tidak salah 40 ribu rumahnya sudah ada, tapi enggak jelas di mananya. Soal bagaimana lahannya belum jelas. Pertamanya, dulu adalah sitaan koruptor. Itu kan juga banyak yang bisa kita kritisi. Lahan, sitaan koruptor kita juga harus tahu," kata Adib.
Perencanaan yang kurang matang juga terlihat dari persyaratan upah pekerja yang bisa mengakses program rumah bersubsidi. Syarat gaji maksimal tersebut, yakni Rp12 juta untuk lajang dan Rp14 juta untuk yang sudah berumah tangga.
Padahal, program itu digaungkan disiapkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). "Yang layak dibantu adalah mereka yang bergaji Rp 5 juta ke bawah. Mereka yang betul-betul harusnya ditolong," imbuh Adib.
Soal lahan, Adib berpendapat semestinya pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memenuhinya. "Di banyak daerah, banyak aset lahan pemda itu yang menganggur. Di situ bisa dengan cakupan teritorial geografi," jelas dia.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga memandang program 3 juta rumah per tahun yang direncanakan Prabowo potensial gagal. Ia mengusulkan agar Kementerian PKP segera menyusun rencana induk strategi perumahan rakyat.
Dengan itu, pemerintah punya kajian untuk jadi pegangan dalam mewujudkan program 3 juta rumah. Sebelumnya, Kementerian PKP sudah menetapkan akan membangun 1 juta unit rumah di perkotaan, 1 juta unit rumah di pedesaan, dan 1 juta unit rumah di pesisir.
"Ada dua masalah utama yang harus dituntaskan dalam rencana tersebut yakni, ketersediaan lahan yang terbatas, terutama di perkotaan dan pesisir serta kepastian status kepemilikan lahan yang clear and clean. Selain itu, faktor sumber daya pembiayaan pembangunan perumahan yang jelas dengan waktu jangka pendek (5 tahun)," kata Nirwono kepada Alinea.id.
Nirwono menilai mesti ada terobosan inovasi dan kreativitas pembangunan 3 juta perumahan rakyat yang diwujudkan dalam jangka pendek. Semisal pembangunan perumahan di perkotaan dalam bentuk hunian vertikal yang lebih layak huni.
"Semisal tipe 21 untuk studio (lajang), tipe 36-45 untuk keluarga muda. Fokus target penghuni per rusun harus jelas, misal kelompok MBR (masyarakat berpenghasilan rendah), generasi Z dan milenial, kelompok pekerja swasta atau ASN," kata Nirwono.