sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

E commerce, mainan baru konglomerat Indonesia

Penetrasi ponsel pintar di Indonesia yang mencapai 43% serta pengguna internet sebanyak 51,6% menjadi peluang pertumbuhan e commerce.

Satriani Ariwulan
Satriani Ariwulan Rabu, 11 Okt 2017 11:32 WIB
E commerce, mainan baru konglomerat Indonesia

E commerce, merupakan bisnis seksi namun tak sedikit perusahaan yang menyerah mengembangkannya. Perusahaan telekomunikasi PT XL Axiata Tbk (EXCL) baru-baru ini mengibarkan bendera putih dan melepaskan saham layanan e-commerce mereka, Elevania.

Pelepasan ini menambah panjang daftar layanan digital tanah air yang berpindah tangan atau bahkan terpaksa tutup. Sebelumnya, perusahaan telekomunikasi PT Indosat Tbk (ISAT) telah menutup perusahaan e commerce mereka, Cipika.co.id lantaran tak kunjung mendapatkan keuntungan.

Semakin ketatnya kompetisi juga menjadi salah satu alasan perusahaan menutup layanan e commerce. Di sisi lain, pemodal harus menggelontorkan dana besar untuk promosi sehingga mampu menarik pengunjung serta iklan. Daripada berdarah-darah mengembangkan e commerce, perusahaan memilih melepasnya dan fokus di bisnis inti.

Dana yang dikucurkan untuk mengembangkan e commerce juga terbilang tak sedikit. Misalnya saja berdasarkan catatan DealstreetAsia, pemegang saham Elevania yakni XL dan SK Planet telah berinvestasi US$50 juta di 2016. Elevania sebelumnya juga telah mendapat dua kali aliran investasi sebesar US$36,6 juta di 2014 dan US$412 juta di Januari 2015.

Di saat yang bersamaan, persaingan e commerce di tanah air semakin ketat dalam dua tahun terakhir dengan masuknya pemain asing. Sebut saja perusahaan e commerce asal Tiongkok, Alibaba yang masuk ke Indonesia dengan mengakusisi Tokopedia dan Lazada. Sepak terjang perusahaan Jack Ma tersebut tak main-main. Belum lama ini, Alibaba kembali menyuntik Tokopedia dan Lazada dengan investasi masing-masing  US$1,1 miliar dan US$2 miliar.

E commerce di Indonesia boleh saja belum mendatangkan keuntungan tinggi. Namun, bisnis ini menarik minat konglomerasi. Sebut saja, grup Salim yang tak melewatkan kesempatan dan mengambil alih Elevania. Selain Grup Salim, terdapat beberapa grup bisnis besar lainnya yang juga memiliki lini bisnis e-commerce. Seperti, perusahaan blibli.com yang berada dibawah naungan Grup Djarum. Seperti diketahui, kakak beradik Budi dan Michael Hartono yang memiliki Grup Djarum ini ditetapkan sebagai orang terkaya di Indonesia oleh Majalah Forbes. Dalam riset yang dilakukan oleh Forbes pada 17 Februari 2017, tercatat nilai kekayaan Budi Hartono mencapai US$9 miliar dan Michael Hartono sebesar US$ 8,9 miliar.

Selain Djarum, pada awal tahun 2015 lalu, Grup Lippo juga meluncurkan bisnis e-commerce pertamanya bertajuk mataharimall.com lewat PT Global Ecommerce Indonesia dan menyetor langsung dana sebesar US$500 juta sebagai modal awal.

Sponsored

Selanjutnya, Grup Elang Mahkota Teknologi (Grup Emtek) masuk sebagai pemilik saham minoritas di bukalapak.com melalui salah satu anak usaha PT Karya Media Karya (KMK Online). KMK Online menyuntikan dana berkisar ratusan miliar untuk pengembangan bisnis bukalapak.com.

Disusul oleh pemilik Grup MNC Hary Tanoesoedibjo yang memiliki bisnis e-commerce dengan nama brandoutlet.co.id. Dalam situsnya, e-commerce ini menawarkan berbagai produk fesyen kelas menengah ke atas, seperti Elle, Guy Laroche, dan Nike.

Berbagai riset menyebutkan bahwa bisnis e commerce memiliki masa depan cerah. Perkembangan e commerce di Indonesia diuntungkan oleh besarnya jumlah penduduk. Ditambah, sekitar 50% penduduk di Indonesia berusia produktif atau di bawah 50 tahun.  Fakta itu menunjukkan besarnya calon konsumen potensial.

Disamping itu, penetrasi ponsel pinta­­r saat ini mencapai 43% dari seluruh penduduk di Indonesia serta pengguna internet sebanyak 51,6%.  Belum meratanya infrastruktur di Indonesia yang mengakibatkan harga-harga produk di luar Pulau Jawa melambung juga menjadi peluang bagi pertumbuhan e commerce. commerce bisa menjadi solusi karena memungkinkan penyebaran barang di seluruh Indonesia menjadi lebih merata. Kesenjangan harga barang juga bisa ditekan. Dengan fakta tersebut, bukan tidak mungkin e commerce di Indonesia akan tumbuh pesat. Namun nampaknya hanya e commerce bermodal tebal saja yang sanggup bertahan di tengah ketatnya persaingan.  

Berita Lainnya
×
tekid