sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Gabah jadi rebutan pembeli karena panen masih terbatas

Penggilingan padi dan pedagang di berbagai daerah berebut gabah. Harga gabah naik. Bukan hanya penggilingan, petani kini menyimpan gabah.

Satriani Ari Wulan
Satriani Ari Wulan Kamis, 09 Mar 2023 07:15 WIB
Gabah jadi rebutan pembeli karena panen masih terbatas

Produksi gabah diperkirakan masih terbatas. Produksi yang terbatas itu menjadi rebutan pelaku usaha perberasan, baik penggilingan padi maupun pedagang. Akibatnya, harga gabah tetap bertahan tinggi, bahkan cenderung naik.

Pemilik penggilingan padi besar di Palembang, Sumatera Selatan, menjelaskan saat ini produksi padi di provinsi produsen padi terbesar kelima di Indonesia itu belum besar. "Harus diakui pasar lagi kosong. Dimana-mana penggilingan padi kejar gabah," kata narasumber yang tak mau disebut jati dirinya itu, Rabu (8/3). 

Saat ini, kata dia, harga gabah kering panen (GKP) sekitar Rp5.100/kg. Harga ini tidak berubah meskipun Badan Pangan Nasional atau Bapanas telah mencabut surat edaran batas atas harga pembelian gabah dan beras pada Selasa (7/3) lalu.

Dia menjelaskan, ketika Bapanas menetapkan harga batas atas pembelian GKP di tingkat petani dan penggilingan masing-masing Rp4.550 per kg dan Rp4.650 per kg, gabah kering giling (GKG) Rp5.700 per kg, dan beras medium di gudang Bulog Rp9.000 per kg, harga gabah di Sumatera Selatan tidak turun.

"Kami tidak dapat barang. Petani di sini pasang harga Rp5.100/kg GKG. Tahun ini stok di penggilingan tipis. Gabah menjadi rebutan, sedangkan permintaaan pasar kencang," kata sumber itu kepada Alinea.id.

Akan tetapi, kata dia, perebutan gabah antar pelaku usaha, baik penggilingan maupun pedagang beras, pada Maret ini mulai mereda. Pada Februari lalu, misalnya, penggilingan di Lampung membeli gabah di Sumatera Selatan Rp5.800/kg. 

"Hari-hari ini penggilingan di Lampung membeli gabah di sini Rp5.000/kg. Jadi, perebutan gabah mulai mereda, tidak seperti minggu-minggu kemarin. Ini terjadi seiring datangnya panen padi meskipun belum merata dan besar," kata dia.

Pencabutan edaran

Sponsored

Seperti diberitakan, 7 Maret 2023, Kepala Bapanas mencabut surat edaran Nomor 47/TS.03.03/K/02/2023 tentang Harga Batas Atas Pembelian Gabah atau Beras. Pencabutan SE yang diimplementasikan sejak 27 Februari 2023 itu berdasarkan SE Kepala Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 60/TS.03.03/K/03/2023. 

Surat edaran pencabutan surat ditujukan kepada para pelaku penggilingan padi di Indonesia dan Direktur Utama Perum Bulog. Sebelumnya, pedoman harga batas atas pembelian gabah dan beras ini dipersoalkan sejumlah organisasi petani. Alasannya, karena harga batas atas dipatok bawah harga biaya produksi. Ini merugikan petani.

Rupanya, 'protes' berbagai pihak itu didengarkan Bapanas. "Memperhatikan perkembangan produksi padi dan kelancaran pasokan gabah dari petani kepada penggilingan padi serta menjaga daya saing petani, dengan ini Surat Edaran Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 47/2023 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi," begitu bunyi surat edaran tanggal 7 Maret 2023 yang ditandatangani Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi. 

Meskipun sudah dicabut, tulis Arief, "Kami mengimbau kepada para pelaku usaha penggilingan padi agar tetap menjaga harga pembelian gabah atau beras yang wajar untuk menciptakan persaingan yang sehat di tingkat petani dan menjaga harga di tingkat konsumen."

Petani pegang stok

Di Ponorogo, Jawa Timur, harga GKP naik tipis. Selasa (7/3) lalu ketika Bapanas memutuskan mencabut surat edaran harga pembelian atas gabah dan beras, harga GKP Rp5.300/kg. Hari ini, Rabu (8/3), naik menjadi Rp5.400/kg.

Ilustrasi. Foto Pixabay.

Herawan Widodo, petani asal Ponorogo, menjelaskan tiga hari terakhir harga gabah naik drastis. Padahal, kata dia, sekitar 10 hari lalu pedagang saling mengintip seiring adanya surat edaran itu. Para pedagang enggan membeli gabah petani karena berharap harga turun. Sebab, penggilingan tak mau menerima gabah harga tinggi.

"Tapi ternyata mencari gabah sekarang cukup sulit meskipun sudah panen. Sedangkan areal panen semakin menciut, ada rasa kekhawatiran tidak dapat stok. Akhirnya dengan terpaksa beli mahal supaya petani tertarik menjual," kata Herawan kepada Alinea.id, Rabu (8/3). 

Herawan menjelaskan, ketika penggunaan combine harvester meluas di kalangan petani terjadi perubahan besar dalam perdagangan gabah dan beras. Dengan combine harvester, gabah hasil panen relatif kering. Ketika disimpan di musim hujan seperti saat ini, kata dia, petani tidak khawatir gabah bakal berjamur.

"Gabah cukup dibolak-balik, kalau sedang panas (Matahari) terpal dibuka untuk pengeringan. Penyimpanan gabah sekarang ada di petani. Bukan di gudang penggilingan, gudang pedagang gabah atau di gudang Bulog. Saya tadi mampir di penggilingan padi di Sragen, Jawa Tengah, gudang gabah minim isinya," kata Herawan menjelaskan.

Saat ini, jelas Herawan, para pedagang berburu gabah hingga ke Ngawi, Madiun, dan Ponorogo. Mereka bersaing dengan menawarkan harga terbaik untuk mendapatkan gabah petani. Saat ini panen raya masih tahap awal. Ketika panen merata dan meluas, kata dia, ada kemungkinan harga gabah akan tertekan turun.

Surplus versi BPS

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2023 ini potensi produksi beras mencapai 5,27 juta ton. Dikurangi kebutuhan konsumsi bulanan sebesar 2,51 juta ton, ada surplus 2,76 juta ton beras. Jumlah ini lebih besar ketimbang surplus pada Februari (1,17 juta ton) dan April (1,0 juta ton beras) 2023.

Menurut sebaran wilayah, BPS mencatat, 10 kabupaten/kota dengan potensi surplus beras terbesar pada Maret adalah Indramayu (sebesar 123,38 ribu ton), Banyuasin (115,95 ribu ton), Majalengka (114,73 ribu ton), dan Kebumen (106,56 ribu ton).

Lalu, Sidenreng Rappang (95,14 ribu ton), Cilacap (90,32 ribu ton), Ngawi (84,05 ribu ton), Grobogan (77,22 ribu ton), Bojonegoro (76,98 ribu ton), dan Blora (76,66 ribu ton). 

Sedangkan kabupaten/kota dengan potensi defisit terbesar adalah Bogor (minus 37,4 ribu ton), Bekasi (-32,51 ribu ton), Jakarta Timur (-30,26 ribu ton), Jakarta Barat (-27,28 ribu ton), Depok (-26,88 ribu ton), Bandung (-26,63 ribu ton), Surabaya (-24,72 ribu ton), Jakarta Selatan (-23,68 ribu ton), Medan (21,0 ribu ton), dan Tangerang (19,0 ribu ton).

Berita Lainnya
×
tekid