sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indonesia siap layani sengketa nikel dengan Uni Eropa di WTO

Kemendag akan bentuk tim hukum terbaik untuk menghadapi tuntutan dari Uni Eropa tersebut, sembari membela hak dagang Indonesia.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Jumat, 15 Jan 2021 15:41 WIB
Indonesia siap layani sengketa nikel dengan Uni Eropa di WTO

Indonesia siap melayani gugatan Uni Eropa terkait sengketa nikel Indonesia yang dilayangkan ke organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO).

Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi menjelaskan, sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum, Indonesia akan mengikuti proses yang akan berjalan sesuai aturan yang berlaku di WTO.

"Kita akan layani sengketa ini di WTO. Sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum, ini adalah proses yang baik dan benar. Jadi kita akan layani mereka di sana. Kita akan memperjuangkan hak-hak kita," katanya dalam video conference, Jumat (15/1).

Dia mengungkapkan akan membentuk tim hukum terbaik untuk menghadapi tuntutan dari Uni Eropa tersebut, sembari membela hak dagang Indonesia.

"Kita akan hire tim, pasukan legal kita yang terbaik, dan kita akan perjuangkan hak-hak perdagangan kita," ujarnya.

Tim tersebut akan berguna untuk menghadapi sengketa serupa di masa akan datang. Karena dia berkeyakinan sengketa serupa akan selalu muncul seiring dengan peningkatan produktivitas industri di dalam negeri.

"Saya jamin ini adalah yang pertama, tetapi bukan yang terakhir. Pasti akan kejadian lagi. Karena itu saya pastikan Kemendag akan membuat tim yang solid, yang baik, untuk melayani sengketa serupa di masa datang," ucapnya.

Adapun sengketa tersebut bermula dari larangan ekspor bijih nikel atau ore yang dikeluarkan Indonesia dan berlaku sejak Januari 2020. Larangan tersebut telah menghantam industri baja Uni Eropa. Bijih nikel merupakan bahan baku dari pembuatan barang stainless steel dan lainnya. 

Sponsored

Indonesia melarang ekspor untuk mendorong penciptaan nilai tambah yang tinggi melalui hilirisasi. Indonesia sendiri merupakan eksportir nomor dua terbesar di dunia setelah China untuk komoditas besi dan baja.

Keterbatasan akses untuk mendapatkan bahan mentah telah mengganggu produksi besi dan baja di Uni Eropa, dan berdampak kepada 30.000 pekerja langsung dan 200.000 pekerja tidak langsung yang menggantungkan hidupnya di industri tersebut di wilayah tersebut. 

Bahkan dalam surat permohonan panel kepada WTO, Uni Eropa menuliskan bahwa empat produsen baja dan stainless steel utama di Uni Eropa baru-baru ini mengumumkan rencana mem-PHK 1.000 lebih pekerjanya di akhir 2021, akibat dari turunnya tingkat produksi akibat kekurangan bahan baku dan terdampak pandemi Covid-19.

"Kalau kita bisa melihat, sengketa ini adalah bagian dari mempertahankan kepentingan nasionalnya. Bahwa kita ingin menciptakan yang terbaik buat rakyat kita," ucapnya.

Berita Lainnya
×
tekid