sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Industri oleokimia diprediksi tumbuh 10% tahun ini

Oleokimia digunakan pada industri deterjen, farmasi, ban, kosmetik, dan industri lainnya.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Rabu, 03 Jul 2019 16:15 WIB
Industri oleokimia diprediksi tumbuh 10% tahun ini

Kontribusi industri oleokimia sebagai produk turunan sawit bagi perekonomian Indonesia terus meningkat. 

Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat menjelaskan jumlah perusahaan oleokimia dan kapasitas produksinya terus meningkat sepanjang tiga tahun terakhir.

Jumlah perusahaan oleokimia di Indonesia tahun 2016 tercatat sebanyak 17 perusahaan dengan kapasitas produksi 10,9 juta ton per tahun dan nilai investasi mencapai Rp4,7 triliun. Angka itu naik menjadi 19 perusahaan pada periode 2017-2018. 

“Pada 2019, jumlah perusahaan bertambah menjadi 20 dengan total kapasitas produk oleokimia nasional sebanyak 11,326 juta ton per tahun,” ujar Rapolo dalam diskusi di Jakarta, Rabu (3/7).

Rapolo menyatakan, penambahan investasi industri oleokimia pada awal 2019 mencapai Rp4,84 triliun.

Pada 2019, dari total kapasitas produksi oleokimia, sebesar 11,326 juta ton terdiri atas fatty acid 4,55 juta ton, fatty alcohol 2,12 juta ton, gliserin 883.700 ton, metil ester 1,93 juta ton, dan soop nodle berjumlah 1,83 juta ton.

“Kenaikan produksi tahun ini ditopang investasi baru dua perusahaan oleokimia yang berlokasi di Dumai (Riau). Dua perusahaan tadi sudah menjadi anggota Apolin,” ujar Rapolo.

Sementara itu, investasi oleokimia tahun 2017 sebesar Rp4,7 triliun di Dumai, kemudian tahun 2019, ada investasi senilai Rp 1,1 triliun di Riau.

Sponsored

Adapun volume ekspor produk oleokimia dengan 15 HS kode tahun 2017 sebesar 1,9 juta ton senilai US$1,5 miliar. Kemudian, pada 2018 meningkat menjadi 2 juta ton senilai US$2,3 miliar.

Oleokimia digunakan pada industri deterjen, farmasi, ban, kosmetik, dan industri lainnya. 

“Pengembangan produk oleokimia juga menjadi tantangan ke depan. Riset menjadi tulang punggung industri ini dalam mengembangkan produk oleokimia,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim menambahkan, peran industri oleokimia sangat strategis karena mampu mengolah sumber daya minyak kelapa sawit yang melimpah dan menjadi building block bagi pertumbuhan industri hilir terkait.

"Salah satu faktornya karena peringkat EODB (Ease of Doing Business) melalui berbagai fasilitas dan kemudahan investasi dari pemerintah Indonesia. Pemerintah berkomitmen mendorong dan memberikan dukungan bagi pertumbuhan industri oleokimia nasional," katanya.

Abdul mengatakan dukungan dari pemerintah fasilitas perpajakan tax allowance dan tax holiday berkaitan investasi baru dan perluasan industri. Lebih dari 10 proyek perusahaan oleokimia telah mendapatkan tax incentive.

"Berdasarkan pengamatan kami, kebijakan insentif tax allowance dan tax holiday yang dikombinasikan pungutan sawit sangat efektif dan mampu mendorong industri oleokimia," katanya.

Menurut dia, ada dua tantangan utama industri oleokimia. Yaitu, pengamanan bahan baku industri dan inovasi menambah ragam jenis produk hilir.

"Sudah ada usulan dari Apolin untuk menyempurnakan tarif pungutan untuk menjamin pasokan bahan baku industri. Saat ini, sudah ada tim antarkementerian yang membahas persoalan ini," katanya.

Industri oleokimia sebagai building block aneka produk hilir, maka aktivitas riset untuk menghasilkan inovasi terkini menjadi ujung tombak dalam penguasaan pasar global. Di antaranya biolubricant, biosurfaktan, bioplastik, biopolymer, hingga biomaterial canggih.

“Kekuatan industri oleokimia berbasis minyak sawit ini terletak pada kemampuan substitusi produk minyak bumi, sehingga lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable),” ujarnya. (Ant)

Berita Lainnya
×
tekid