sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kebijakan work from Bali dinilai kontradiktif dengan kebijakan lainnya

Kebijakan itu bertentangan dengan upaya yang dilakukan Kementerian Keuangan dan juga Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Senin, 21 Jun 2021 15:56 WIB
Kebijakan work from Bali dinilai kontradiktif dengan kebijakan lainnya

Kebijakan work from Bali (WFB) atau bekerja dari Bali yang digagas Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marinves) menuai polemik di tengah masyarakat. Pasalnya kebijakan tersebut dinilai kontradiktif dengan kebijakan lainnya di tengah pandemi Covid-19.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kebijakan itu bertentangan dengan upaya yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan juga Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk mempercepat transformasi digital.

Lebih lagi, dalam beberapa webinar saat menjelaskan persoalan APBN Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, telah menyinggung perihal percepatan transformasi digital yang didorong oleh efektivitas rapat daring yang berlangsung di kementeriannya. 

Begitu pula di Bappenas yang bahkan telah memamerkan ruang digital khusus. Di mana pegawainya dapat melakukan rapat daring di depan satu layar besar yang dapat disaksikan seluruh pegawai.

"Jangan suruh anak SD dan orang lain rapat digital juga mahasiswa belajar dari rumah, kantor dibatasi dan disuruh WFK, tetapi sebagian pemerintah malah sibuk jalan-jalan dengan alasan WFB," katanya dalam webinar, Senin (21/6).

Bhima menuturkan, kebijakan tersebut justru akan menghambat proses administrasi dan pengambilan keputusan di tingkat kementerian. Karena, sebanyak 25% ASN akan bekerja dari Bali.

Menurutnya, akan lebih efektif jika ASN tersebut tetap bekerja dari rumah dan memanfaatkan teknologi digital untuk melakukan rapat, di samping lebih efisien juga mengurangi risiko penularan Covid-19.

"Jadi ini kaya stimulus yang diberikan kepada ASN di tengah pandemi Covid-19," ujarnya.

Sponsored

Menurutnya, kebijakan tersebut lebih berisiko menambah lonjakan kasus Covid-19. Lebih lagi yang sudah mendapatkan vaksinasi baru ASN. Sementara, pekerja sektor pariwisata di Bali seperti jasa transportasi, pekerja hotel dan restoran, pedagang, dan jasa lainnya belum semua mendapat vaksin.

"Ini sama seperti kebijakan saat Ramadan. Pariwisata dibuka, mudik dilarang. Akhirnya lonjakan positif. Strategi yang terus berganti ini menjadi beban," ucapnya.

Seharusnya, lanjut Bhima, pemerintah meniru langkah China yang melakukan lockdown secara ketat di satu kuartal penuh, untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih solid di kuartal-kuartal selanjutnya.

Hal itu terbukti jitu untuk mendorong pemulihan ekonomi China. Di mana pada kuartal I-2020 kontraksi 6,8% setelah lockdown. Namun, kuartal berikutnya ekonominya melesat dan tumbuh positif ke 3,2%. Bahkan, kuartal I-2021 melonjak 18,3%.

"Jangan kaya kita buka-tutup. Bingung. Gimana mencegah orang berwisata? Susah. Lebih baik tutup sekali, tetapi ekonomi tumbuh solid (kemudian)," tuturnya.

Berita Lainnya
×
tekid