close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pembangunan infrastruktur. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi pembangunan infrastruktur. Foto Freepik.
Bisnis
Selasa, 04 Februari 2025 18:35

Menimbang pemangkasan anggaran infrastruktur

Pemerintah berencana memangkas anggaran infrastruktur. Proyek-proyek apa saja yang sebaiknya didahulukan?
swipe

Rencana pemerintah memangkas anggaran Kementerian Pekerjaan Umum yang berpotensi untuk pembangunan infrastruktur perlu dilakukan dengan bijak. Pemangkasan harus fokus pada proyek-proyek yang tidak memiliki dampak langsung bagi masyarakat kecil.

Mengutip Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025, total nilai anggaran belanja yang akan dipangkas di seluruh kementerian dan lembaga (K/L) mencapai Rp256,1 triliun. Salah satu kementerian yang mendapat jatah pemangkasan adalah Kementerian Pekerjaan Umum. Target pemangkasannya mencapai Rp81 triliun dari total pagu yang awalnya dialokasikan pada 2025 sebesar Rp110,95 triliun. Hingga saat ini, pemerintah belum merinci proyek mana saja yang akan dipangkas.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPNVJ Achmad Nur Hidayat mengatakan keputusan Prabowo memangkas anggaran infrastruktur merupakan langkah yang sangat rasional. "Terutama jika dilihat dari pola belanja infrastruktur selama ini," ujarnya, dikutip Selasa (4/2). 

Selama satu dekade terakhir, belanja infrastruktur di Indonesia lebih banyak difokuskan pada proyek-proyek besar yang manfaatnya tidak langsung dirasakan oleh masyarakat kecil. 

Dari total anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam periode 2014-2024, alokasi terbesar justru diberikan kepada pembangunan jalan tol dan infrastruktur strategis nasional. Data menunjukkan bidang Bina Marga, yang bertanggung jawab atas pembangunan jalan dan jembatan, mendapatkan alokasi terbesar, yaitu 44,01% dari total anggaran infrastruktur. 

Sebaliknya, sektor-sektor yang lebih esensial bagi kesejahteraan rakyat kecil, seperti sanitasi, air bersih, dan perumahan rakyat, hanya memperoleh sekitar 24,5% dari total anggaran.

Dalam rentang waktu tersebut, proyek-proyek jalan tol seperti Trans-Jawa dan Trans-Sumatra mendapat kucuran dana ratusan triliun rupiah. 

Menurut Achmad, jalan tol yang sebagian besar berbayar ini memang meningkatkan konektivitas antarwilayah, tetapi pengguna utamanya adalah masyarakat kelas menengah atas dan sektor bisnis yang bergerak di bidang logistik. Infrastruktur tidak secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil, yang lebih membutuhkan akses terhadap hunian layak, sanitasi yang baik, serta air bersih yang terjangkau. 

Sementara sektor perumahan hanya mendapat 7,30% dari total anggaran. "Kondisi tersebut menunjukkan pemerintah dalam satu dekade terakhir tidak menaruh perhatian yang cukup terhadap kebutuhan dasar masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah," tuturnya. 

Untuk masyarakat kecil

Merujuk pada distribusi anggaran dalam 10 tahun terakhir, Achmad bilang, pemangkasan anggaran seharusnya difokuskan pada proyek-proyek yang tidak memiliki dampak langsung bagi masyarakat kecil, seperti jalan tol berbayar dan proyek strategis nasional yang tidak urgen.

Sebaliknya, anggaran untuk sektor sanitasi, air bersih, dan irigasi tidak boleh mengalami pemangkasan yang besar. 

Infrastruktur sanitasi dan sistem penyediaan air minum (SPAM), yang hanya memperoleh 17,20% dari total anggaran dalam 10 tahun terakhir, seharusnya justru mendapat peningkatan anggaran agar seluruh masyarakat memiliki akses terhadap sanitasi yang layak. 

Begitu juga dengan proyek irigasi yang mendukung ketahanan pangan nasional. "Mengingat pentingnya sektor ini bagi petani kecil, pemangkasan anggaran di bidang sumber daya air harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak mengganggu produktivitas pertanian dan ketahanan pangan nasional," ujar Achmad. 

Arah kebijakan Prabowo-Gibran

Achmad bilang, dengan adanya pemangkasan anggaran infrastruktur, arah kebijakan ekonomi Prabowo-Gibran ke depan seharusnya berorientasi pada peningkatan daya beli masyarakat kelas menengah dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas. 

Selama ini, belanja infrastruktur yang didominasi oleh proyek-proyek besar tidak secara langsung menciptakan banyak lapangan kerja baru bagi masyarakat kelas menengah. Padahal, di tengah ketidakpastian ekonomi global dan tekanan inflasi yang terjadi, daya beli masyarakat kelas menengah sangat bergantung pada kebijakan fiskal pemerintah yang mampu memberikan stimulus ekonomi.

"Alih-alih terus mendorong proyek-proyek infrastruktur besar yang membutuhkan investasi jangka panjang, pemerintah sebaiknya mengalihkan fokus ke sektor-sektor yang dapat memberikan dampak ekonomi lebih cepat," katanya.

Investasi yang lebih besar pada sektor manufaktur, pertanian, dan industri kreatif disebut akan membuka lebih banyak kesempatan kerja bagi masyarakat kelas menengah dan menengah bawah. 

Selain itu, program-program yang mendorong daya beli, seperti subsidi energi, bantuan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta insentif bagi industri padat karya, harus menjadi prioritas agar masyarakat dapat bertahan di tengah tantangan ekonomi yang ada.

"Pembangunan infrastruktur tetap penting, tetapi harus diarahkan kepada proyek-proyek yang inklusif dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat, bukan hanya oleh mereka yang mampu membayar tol atau membeli properti di kawasan elite," katanya.

Menurutnya, arah kebijakan ekonomi ke depan harus lebih berorientasi pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya beli masyarakat kelas menengah. 

Investasi pemerintah harus diarahkan ke sektor-sektor produktif yang dapat memberikan manfaat ekonomi lebih luas, seperti industri padat karya, manufaktur, pertanian, dan UMKM. 

img
Satriani Ari Wulan
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan