sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menutup ruang gelap praktik korupsi impor bawang putih

Karut-marut tata niaga impor bawang putih membuat harga komoditas ini kian melonjak. Ada peluang korupsi kembali berulang.

Kartika Runiasari
Kartika Runiasari Minggu, 18 Jun 2023 18:50 WIB
Menutup ruang gelap praktik korupsi impor bawang putih

Sepulang dari pasar untuk berbelanja kebutuhan dapur selama seminggu, Sari (38) cukup heran. Dia merasa harga bahan-bahan pangan kini semakin mahal. Tak terkecuali harga bumbu masakan, sayuran, hingga bahan pangan nabati dan hewani.

“Sekarang belanja Rp100.000 kayaknya cukup buat dua hari masak aja. Padahal dulu belanja segitu buat seminggu,” selorohnya saat berbincang dengan Alinea.id, beberapa waktu lalu.

Salah satu kenaikan harga yang dirasakan ibu rumah tangga ini adalah komoditas telur dan bawang putih. Padahal keduanya adalah bahan pangan wajib untuk menu harian. “Kan enggak mungkin ya bikin bumbu masak enggak pakai bawang putih,” tambahnya.

Karenanya, meski harga bawang putih mencapai sekitar Rp40.000 per kilogram, bumbu masak ini mau tak mau tetap harus terbeli.

Alinea.id mencatat sejak awal tahun 2023 hingga saat ini kenaikan harga bawang putih sudah mencapai 38%. Selain menjadi penyumbang inflasi, komoditas bawang putih juga membuat pelaku usaha rumah makan kelimpungan.

“BI keluhkan bawang putih sudah pengaruhi inflasi sebesar 0,02% pada Mei 2023 dan kami juga dapat info dari pelanggan-pelanggan kami, pelaku UMKM seperti pedagang nasi goreng ,gado-gado, warteg biasanya perlu modal Rp20.000, sekarang perlu naikkan modal. Kalau enggak misal dengan mengurangi bawang putih akan mempengaruhi rasa,” kata  Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Bawang dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) Reinhart Antonius Batubara saat Webinar Alinea Forum “Tata Niaga Impor Bawang Putih: Adakah Pelanggaran Regulasi/Hukum?”, Kamis, (15/6).

Pada akhirnya, hal ini akan mempengaruhi mikro ekonomi. Sebagai pengusaha importir bawang putih, Anton menambahkan, Pusbarindo sudah mengirim surat ke Kementerian Perdagangan terkait tersendatnya impor bawang putih yang mengakibatkan kenaikan harga komoditas ini.

“Tapi sampai saat ini (Kemendag) belum respons. Padahal, kami sudah 4-5 kali kirim surat supaya menjaga harga bawang putih stabil,” tambahnya.

Sponsored

Surat tersebut meminta Kemendag sebagai pihak yang berwenang persetujuan impor (PI) menambah izin impor komoditas ini. Pasalnya, hingga Mei 2023 Kemendag baru merilis persetujuan impor (PI) 160 ribu ton untuk 35 dari 170 perusahaan yang mengajukan impor. Penerbitan PI yang minim tersebut pada akhirnya membuat pasokan bawang putih di pasar terbatas. 

Tak hanya itu, Anton menyebut ada pula dugaan 35 perusahaan yang menjadi importir bawang putih ini hanya dikendalikan segelintir pelaku. Sementara, 170 perusahaan yang mengajukan impor sebenarnya sudah mengantongi Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian sejak Februari lalu. 

Foto Unsplash.com.

Anton menyebut adanya dugaan malaadministrasi atau pelanggaran administrasi mengingat dalam Permendag 25/2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, PI terbit maksimal 5 hari kerja usai RIPH diterima Kemendag. Selain itu, jika lebih 5 hari belum juga terbit, maka PI akan terbit otomatis. 

Dia menyatakan sekitar pekan lalu ada 25 perusahaan yang sudah mengimpor 95 ribu ton bawang putih. Namun, dia juga mendengar di lapangan bahwa hingga bulan Juni distributor di bawah Pusbarindo hanya membeli bawang putih kepada beberapa importir.

“Bisa dibilang dari 35 importir sudah dapat PI, hanya sebagian kecil yang dikontak sebagai penjualnya. Ada potensi pelanggaran persekongkolan tapi ini perlu pembuktian lebih jauh,” ungkapnya.

Dia menegaskan lambannya penerbitan PI membuat importir mengalami kerugian materiil. Perusahaan juga terancam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan dan gagal bayar utang perbankan. “Harus ada tindakan dari pemerintah yang lebih konkrit atau cepat karena ini sangat berbahaya bagi masyarakat luas karena masalah pangan,” ungkap Anton. 

Merujuk data Badan Pangan Nasional, kebutuhan bawang putih pada 2023 mencapai 669 ribu ton. Di mana stok awal tahun sebesar 143 ribu ton dan produksi domestik ditaksir 23 ribu ton, sementara jumlah impor 607 ribu ton. 

“Untuk tahun ini kebutuhan Indonesia kira-kira 600 ribu ton. Yang kita tanda tanya sampai Juni hanya dikeluarkan 160 ribu ton. Berarti ada defisit 440 ribu ton. Seharusnya volume impir yang sudah dikeluarkan setengahnya untuk 170 perusahaan,” beber Anton.

Anton juga mengusulkan di tahun depan Kemendag mesti melakukan verifikasi pada perusahaan-perusahaan yang mendaftarkan izin impor bawang putih. Termasuk menelisik siapa pemilik perusahaan, asal modal, beneficial owner, dan sebagainya. Pasalnya, perusahaan importir bawang putih selalu berganti setiap tahunnya.

Dia menambahkan pada 2 atau tiga tahun lalu, setelah importir mendapat SPI (Surat Perizinan Impor) maka akan terlihat di dashboard beserta nama dan nomor antrean. Sayangnya, lanjut dia, pada 2021-2022 hal ini tidak lagi terjadi sehingga dia menilai tidak ada lagi transparansi.

“Transparansi ini harus dikembangkan lagi supaya enggak  menimbulkan kecurigaan-kecurigaan, harus juga dibuat peraturan yang jelas dan terukur pemilihan PT siapa yang keluar karena memenuhi persyaratan ini dan sebagainya, bukan random memilih ini boleh, itu enggak,” ungkapnya.

Potensi malaadministrasi

Menanggapi hal ini, Ombudsman telah meminta informasi terkait perusahaan yang mengantongi PI bawang putih dalam lima tahun terakhir. Surat itu dikirim ke Kemendag satu setengah bulan lalu. Surat juga dikirimkan ke Kementerian Pertanian untuk meminta data perusahaan yang mengantongi RIPH lima tahun terakhir. 

“Keduanya enggak mau jawab surat Ombudsman. Mungkin karena baunya busuk. Karena itu, apalagi ini jadi atensi masyarakat, maka Ombudsman akan dan sedang mempertimbangkan melakukan investigasi,” kata Komisioner Ombudsman Yeka Hendra Fatika di saat yang sama.

Dia juga meminta importir bawang putih yang belum bisa melakukan impor untuk melapor ke Ombudsman terkait dugaan malaadministrasi. Tujuannya, agar tidak ada tuduhan miring yang dialamatkan kepada Ombudsman. “Kami akan lakukan pemeriksaan sesuai tugas pokok dan wewenang,” tambahnya.

Yeka mengakui Ombudsman tidak bisa memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang nakal. Wewenang lembaga ini hanya untuk mengawasi pelayanan publik agar ada tindakan korektif. 

“Harapannya tindakan korektif betul berkualitas dan kalau enggak dilaksanakan kami berikan rekomendasi ke DPR dan presiden. Kalau tidak diindahkan, ya kami sudah melakukan (tugas dan fungsi). Kalau enggak dijalankan berarti DPR dan presiden enggak mau pelayanan publiknya berjalan baik,” bebernya.

Ladang bawang putih. Foto Unsplash.com.

Ombudsman juga akan segera memanggil pelaku usaha, yakni Pusbarindo, dalam waktu dekat. Hal ini terkait dugaan adanya malaadministrasi dalam proses persetujuan impor bawang putih. Dia meminta pelaku usaha untuk tidak ragu melapor ke Ombudsman terkait kejanggalan-kejanggalan proses bisnis.

“Lapor dulu dengan bawa seluruh dokumen lengkap sampaikan keluhan dan kami akan bertindak profesional,” kata dia.

Dia pun mengakui tata niaga bawang putih cenderung karut-marut, tidak hanya pada perizinan impor semata tetapi juga pada kebijakan wajib tanam bawang putih oleh importir. Pun begitu dengan penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) hingga berujung pada penerbitan SPI yang juga bermasalah.

“Ini sudah sistemik, kalau ada 160 ribu dapat SPI terus ada cerita yang enggak dapat SPI harus ‘setor’ dulu, baunya memang sudah busuk sekali. Bahkan ada dugaan 35 perusahaan yang berafiliasi ke lima pemilik ini jelas enggak ada transparansi,” jelasnya.

Dia menambahkan Ombudsman bahkan sudah menduga hal ini akan terjadi karena terlihat dari pergerakan harga bawang putih di tanah air yang terus naik. Hal ini seiring dengan kenaikan harga di pasar internasional yang pada bulan lalu hampir US$1.300 dolar atau sekitar Rp24.500-an per kg di Indonesia.

Di tanah air, harga rata-rata tahunan bawang putih sebesar Rp30.392/kg (2017-2022) dan tertanggal 8 Juni 2023, harga rata-rata bawang putih mencapai 37.884/kg. “Saya menduga praktik-praktik pungutan liar dalam bentuk fee impor inilah yang menjadi praktik buruk. Saya duga bawang putih dibuat mahal untuk bayar fee importir yang mahal mulai dari wajib tanam, RIPH, SPI,” cetusnya.

Ombudsman juga melihat setidaknya ada 14 regulasi terkait pemberian SPI yang menimbulkan potensi ‘ruang gelap’ atau abu-abu yang mesti dibenahi. Pihaknya juga melihat ada enam permasalahan dalam proses impor ini.

Pertama, persetujuan impor tidak diterbitkan setelah semua persyaratan sesuai dan sudah dipenuhi. Ini menyalahi aturan yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 25 tahun 2022 tentang tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Kebijakan Dan Pengaturan Impor.

“Bisa berupa penundaan berlarut atau penyimpangan prosedur,” tambahnya.

Lalu kedua, pemberian izin impor yang diskriminatif, kemudian ketiga pemberian persetujuan impor yang tidak transparan. Keempat penanganan terhadap importasi bawang putih masih dilakukan di border (perbatasan). Lalu terakhir ketidakmampuan menjamin pasokan dan stabilisasi harga bawang putih.

"Potensi malaadministrasinya adalah tidak kompeten," tambahnya.

Solusi terbaik

Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron menambahkan bawang putih di tanah air memiliki sejumlah persoalan. Pertama, komoditas bawang putih Indonesia rentan fluktuasi, karena produksi nasional tidak seimbang dengan kebutuhan. Lalu, budidaya bawang putih bukan hanya untuk kebutuhan konsumsi, tapi juga untuk pembibitan, sehingga tidak semua hasil bisa dikonsumsi. 

“Biaya produksi dalam negeri masih tinggi, sementara harga bawang putih impor sangat rendah,” tambahnya. 

Selain itu, bawang putih tidak cocok ditanam di lahan dan iklim di Indonesia karena bawang putih termasuk tanaman subtropik yang budidayanya terkonsentrasi di dataran tinggi Pulau Jawa, khususnya Jateng, Jabar dan Jatim. “Kualitas dan ukuran bawang putih lokal tidak sebaik impor,” ungkap politikus Demokrat ini.

Dia menambahkan perlu memperbaiki dan me-review ulang tata kelola ekspor bawang putih, termasuk kesepakatan kewajiban tanam 5% bagi para importir.  “Lakukan evaluasi apakah sudah tercapai atau belum,” sarannya.

Kemudian, perlu ada upaya pencegahan dan penindakan terhadap mafia bawang putih. Menurutnya, dirjen terkait perlu memberikan gambaran pengusaha mana saja yang mendapat diskresi terhadap tata niaga impor bawang putih. “Pemerintah harus memperhatikan, menyeimbangkan, dan terus melakukan monitoring agar kebijakan impor bawang putih jangan merugikan petani bawang putih dalam negeri,” ungkapnya. 

Di sisi lain, perlu juga pengawasan terhadap negara-negara yang secara aktif menjadi importir terhadap komoditas bawang putih, seperti China dan India. Plus, memastikan ketersediaan dari komoditas bawang putih di Indonesia mengingat bahwa bawang putih di Indonesia 95% didominasi oleh bawang putih impor, dan 5% dipenuhi dari produksi dalam negeri. 

Herman menegaskan untuk penegakan hukum para mafia, Undang-undang Pangan maupun UU Perdagangan telah mempersempit ruang lebih bagi para spekulan perdagangan.  “UU Pangan dan UU Perdagangan cukup untuk jerat spekulan, pemain dan termasuk penimbun, bisa ditindak karena merugikan masyarakat,” katanya.

Dia menduga ada mafia-mafia baik rente yang menjadi mediator dan mengambil keuntungan atau bahkan mafia besar yang bisa mengendalikan harga baik di dalam hingga luar negeri. Untuk mencegah hal ini, kata dia, pemerintah perlu memperbaiki data target dan realisasi produksi hortikultura.

Dokumentasi istimewa.

Adapun Tenaga Ahli Stranas Pencegahan Korupsi KPK Frida Rustiani menilai bawang putih sudah masuk strategi nasional (stranas) pencegahan korupsi. Pasalnya, kata dia, proses impor bawang putih memiliki banyak rantai dari hulu sampai hilir. 

“Karena itu stranas mencoba RIPH satu sistem dengan Inatrade. Kita dorong proses integrasi digital dari hulu sampai hilir dari RIPH sampai sampai ke pelabuhan,” ungkapnya.

Dia juga menekankan pentingnya data yang sahih yang tertera pada dashboard yang sama. Tujuannya untuk mencatat berapa data produksi dan stok agar penetapan kuota bawang putih bisa lebih jelas. 

Adapun dugaan adanya praktik koruptif tidak lepas dari kasus-kasus suap dan korupsi dalam impor bahan pangan. Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menjelaskan adanya kecurigaan praktik ruang gelap maupun kongkalingkong pada impor komoditas seperti bawang putih bisa terulang saat ini. “Ini bukan sesuatu yang tidak ada presedennya,” kata dia.

Dia mencontohkan keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada 2014 silam atas 19 entitas usaha dan 3 pejabat yang terlibat. “Keputusannya ada persekongkolan menghambat pemasaran, pelaku usaha didenda lalu mereka banding dan dimenangkan. Akan tetapi, pada pengadilan di Mahkamah Agung keputusan KPPU dikuatkan,” jelas dia.

Selain itu, preseden lainnya adalah jual beli kuota impor bawang putih pada Mei 2020 silam yang menyeret mantan anggota DPR RI dari PDI-P I Nyoman Dhamantra. Nyoman dicokok penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menerima suap untuk pengurusan SPI atas kuota impor bawang putih. “Jadi ada kemungkinan praktik ruang gelap dan korupsi kembali berulang,” tandasnya.

Khudori menyarankan dua langkah untuk mencegah praktik gelap ini kembali terjadi. Pertama, evaluasi total tata niaga impor bawang putih baik yang difasilitasi lewat sistem INATRADE, INSW maupun neraca komoditas. Opsi ini didasari keyakinan Indonesia masih bisa swasembada bawang putih. Pengaturan kuota impor sebagai bagian untuk melindungi petani. 

“Evaluasi total itu agar tujuan layanan terinetrgasi untuk memperlancar arus dokumen mulai kepabeanan, kekarantinaan, perizinan, kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan barang, juga untuk memangkas birokrasi, meningkatkan transparansi, dan menghilangkan penyalahgunaan wewenang dan menekan potensi korupsi terwujud,” jelasnya. 

Kedua, lanjut dia, membebaskan impor bawang putih dari kuota dan sepenuhnya menyerahkan pada mekanisme pasar. Pilihan ini diambil jika Indonesia tidak lagi mengejar swasembada bawang putih. Untuk memastikan harga terkendali, kata Khudori, pemerintah tinggal memastikan impor tidak terlambat,
 

Berita Lainnya
×
tekid