sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

OJK: Fintech harus transparan ke konsumen

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan fintech untuk menjalankan usahanya sesuai dengan aturan yang ada.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Selasa, 16 Jul 2019 14:23 WIB
OJK: Fintech harus transparan ke konsumen

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan pengelola layanan teknologi finansial (financial technology/fintech) untuk selalu transparan kepada konsumennya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan perusahaan fintech harus menjalankan usahanya sesuai dengan aturan yang ada.

"Perusahaan Fintech tidak boleh ngakalin dalam arti yang negatif. Jadi kalau ada suku bunganya yang wajar, jangan sampai suku bunganya terlalu tinggi," kata Wimboh di gedung Bursa Efek Indonesia, Selasa (16/7).

Wimboh mengatakan, acuan suku bunga fintech ini telah diserahkan sepenuhnya oleh OJK ke Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Wimboh melanjutkan, OJK meminta AFPI untuk membuat code of conduct atau kode etik yang lebih detil. Kode etik tersebut harus disepakati oleh para anggota fintech yang terdaftar.

"Peraturan suku bunga sudah ada di dalam code of conduct, suku bunga disepakati di level tertentu tergantunh diskusi. Suku bunga bisa naik turun, artinya dalam periode ini, suku bunga rangenya segini," ujar Wimboh.

Wimboh juga mengatakan, jika konsumen menemukan fintech yang mematok suku bunga terlalu tinggi, hal tersebut bisa dilaporkan AFPI. Namun, hal ini hanya berlaku bagi fintech yang telah terdaftar sebagai anggota asosiasi.

"Jadi kalau ada nasabah atau masyarakat yang merasa perlakuan fintech tidak betul, kalau fintechnya tidak terdaftar kami tidak bisa cek itu siapa," kata Wimboh.

Wimboh juga mengimbau perusahaan fintech harus memiliki bisnis jangka panjang.  Bisnis fintech tersebut pun menurut Wimboh tak boleh berhenti di tengah jalan, apapun alasannya. Sehingga, penyedia layanan fintech harus berkomitmen kalau mereka akan berada di bisnis tersebut dalam jangka panjang.

Sponsored

Pinjaman online ilegal banyak dikeluhkan

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan selama ini pinjaman online (pinjol) ilegal menduduki peringkat ketiga sebagai masalah yang paling banyak dikeluhkan oleh masyarakat pada 2018. Sementara keluhan utama adalah penyedotan data pribadi. 

"Banyak pelaku usaha yg tidak baik karena ilegal sangat dominan," kata Tulus.

Masalah tak hanya datang dari pinjol ilegal. Selain dari pinjol ilegal, Tulus mengatakan indeks literasi digital dan indeks pemberdayaan konsumen di Indonesia masih rendah. Konsumen seringkali tidak membaca syarat dan ketentuan yang berlaku. Kalaupun ada yang membaca, lanjut Tulus, tidak memahami isi peraturan tersebut. 

"Selain masalah itu, kita juga belum punya undang-undang perlindungan data pribadi," ujar Tulus. 

Berita Lainnya
×
tekid