sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

OJK pamer stabilitas jasa keuangan terjaga di 2020

Kebijakan yang telah dikeluarkan OJK disebut efektif mendorong perekonomian domestik.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Jumat, 15 Jan 2021 20:36 WIB
OJK pamer stabilitas jasa keuangan terjaga di 2020

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dengan baik di tahun 2020, di tengah tekanan ekonomi yang terjadi akibat pandemi Covid-19.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pihaknya sudah menyiapkan berbagai kebijakan stimulus lanjutan, untuk tetap menjaga industri jasa keuangan dan meningkatkan kontribusinya dalam mendorong serta memulihkan perekonomian nasional. Hal tersebut termuat dalam Masterplan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021 hingga 2025.

Untuk mengantisipasi dampak pandemi Covid-19 itu, Wimboh menuturkan OJK pada 2020 telah mengeluarkan berbagai kebijakan forward looking dan countercyclical policies, yang ditujukan guna mengurangi volatilitas pasar, memberikan ruang bagi sektor riil untuk dapat bertahan, serta menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Menurut dia, pemerintah dan Bank Indonesia juga membantu dengan stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang akomodatif.

“Kebijakan-kebijakan tersebut sangat efektif sehingga perekonomian domestik secara bertahap terus membaik Selain itu, stabilitas sistem keuangan sampai saat ini masih terjaga dengan baik,” kata Wimboh, Jumat (15/1).

Di industri pasar modal, kebijakan pengendalian volatilitas yang dikeluarkan OJK, kata Wimboh, telah meningkatkan kepercayaan investor. Hal ini tercermin dengan membaiknya Indeks harga Saham Gabungan (IHSG) yang bergerak di level 6.000 pada awal 2021 setelah sebelumnya terpuruk pada posisi terendah di level 3.937 pada 24 Maret 2020.

Dia melanjutkan, penguatan IHSG tidak terlepas dari meningkatnya jumlah investor ritel di pasar modal yang mencapai 3,88 juta investor. Sementara, penghimpunan dana melalui penawaran umum mencapai Rp118,7 triliun, dengan 53 emiten baru yang merupakan angka tertinggi di Asia Tenggara.

Di industri perbankan, perlambatan aktivitas di sektor riil dan belum penuh beroperasinya korporasi besar membuat kinerja intermediasi perbankan mengalami tekanan dan terkontraksi minus 2,41% secara tahunan (yoy) di 2020. Namun, kredit bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih tumbuh 0,63% dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) tumbuh 5,22%, serta bank syariah tumbuh 9,50%.

Di sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), Wimboh mengklaim berbagai kebijakan stimulus yang diberikan OJK dan pemerintah berdampak pada stabilnya pertumbuhan kredit UMKM. Dia bilang, penempatan dana pemerintah di perbankan sebesar Rp66,7 triliun telah disalurkan sebesar Rp323,8 triliun, atau memberikan leverage hingga 4,8 kali.

Sponsored

Sementara kebijakan restrukturisasi kredit perbankan yang telah diperpanjang hingga akhir Desember telah mencapai Rp971 triliun atau setara 18% dari total kredit, dari sekitar 7,6 juta debitur Usaha Kecil Menengah (UKM) dan korporasi. 

Kebijakan ini menghasilkan profil risiko perbankan yang terkendali. Rasio kredit bermasalah atau NPL gross naik ke level 3,06% ketimbang 2019 yang sebesar 2,53%, sedangkan rasio NPL net tercatat 0,98% atau turun dari posisi tahun 2019 yang sebesar 1,19%. Di samping itu, permodalan cukup tinggi, dengan rasio kecukupan modal alias CAR sebesar 23,78%, naik dari 2019 yang sebesar 23,31%.

"Sejalan dengan itu, likuiditas perbankan masih cukup memadai (ample) ditandai oleh alat likuid perbankan yang terus meningkat mencapai sebesar Rp2.111 triliun dibandingkan tahun lalu sebesar Rp1.251 triliun," tuturnya.

Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tercatat tumbuh sebesar 11,11% yoy. Alat likuid per non-core deposit 146,72% dan liquidity coverage ratio 262,78%, lebih tinggi dari threshold-nya.

Sementara itu, kinerja intermediasi Institusi Keuangan Non-Bank, kata Wimboh, masih tertekan akibat pandemi. Premi asuransi komersial terkontraksi sebesar minus 7,34% yoy, dari 2019 sebesar 4,77% yoy. Piutang perusahaan pembiayaan terkontraksi sebesar minus 17,1% yoy, dari 2019 sebesar 3,7%, akibat belum pulihnya berbagai sektor perekonomian.

Kebijakan restrukturisasi kredit di perusahaan pembiayaan juga berjalan dengan baik yang mencapai Rp189,96 triliun atau 48,52% dari total pembiayaan, dari 5 juta kontrak. Hal ini telah menjaga profil risiko perusahaan pembiayaan dengan rasio pembiayaan bermasalah atau NPF yang masih terkendali sebesar 4,5%.

Adapun profil risiko IKNB masih terjaga dalam level yang terkendali, terlihat dari risk-based capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 540% dan 354%, Angka itu jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%. Begitupun gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,19%, jauh di bawah maksimum 10%.

Proyeksi 2021

Wimboh melanjutkan, melalui berbagai kebijakan strategis yang akan dilakukan dan didukung dengan sinergi kebijakan antara pemerintah, Bank Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya di 2021, kredit perbankan diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,5%, dengan kurang lebih 1% (yoy), sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB). Dana Pihak Ketiga diperkirakan akan tumbuh solid di rentang 11%, kurang atau lebih 1% (yoy).

"Untuk penghimpunan dana di pasar modal tahun 2021 diperkirakan akan meningkat kembali seperti sebelum pandemi," kata dia.

Penghimpunan dana pada 2021 diperkirakan berada pada kisaran Rp150 triliun sampai Rp180 triliun, yang didukung akan maraknya penerbitan surat utang. Penerbitan bond yang semarak ini sebagai implikasi dari likuiditas global, yang masih memadai dan berlanjutnya tren suku bunga rendah.

Sejalan dengan kredit perbankan, piutang industri perusahaan pembiayaan diperkirakan juga akan menunjukkan pertumbuhan positif di tahun 2021, seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat yang kembali pulih di kisaran 4%, dengan kurang lebih 1% (yoy).

Berita Lainnya
×
tekid