sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Panen untung ratusan juta dari bisnis sayur online

Pandemi menjadi peluang bisnis sayur segar secara daring.

Kartika Runiasari
Kartika Runiasari Selasa, 03 Nov 2020 12:09 WIB
Panen untung ratusan juta dari bisnis sayur online

Ramdania El Hida (34) selalu memesan sayuran segar melalui e-commerce sejak 2014. Kesibukannya sebagai ibu pekerja membuatnya tidak punya waktu luang untuk ke pasar. Di sisi lain, kebutuhan bahan pangan selalu mendesak.

Ibu dua anak ini selalu ingin menyajikan masakan rumahan untuk keluarga kecilnya. Karenanya, dia sangat terbantu dengan hadirnya layanan belanja online sekaligus jasa antar bahan pangan. Setidaknya, ada dua aplikasi e-commerce yang terpasang di telepon pintarnya.

Sesekali Nia, demikian ia disapa, berbelanja langsung ke pasar. Hal itu dia lakukan untuk menambah persediaan stok bahan pangan. “Kadang ada yang lupa dipesan online,” ujarnya saat berbincang dengan Alinea.id.

Setiap berbelanja, wanita berhijab ini memang tak pernah tanggung-tanggung. Ada puluhan item bahan pangan dengan nominal belanja sekitar Rp500.000. Namun, warga Depok ini tetap cermat mengatur jatah belanja bulanan via aplikasi ini. Dia mengalokasikan dana sekitar Rp1 juta setiap bulannya khusus untuk belanja kebutuhan rumah secara online.

“Kalau untuk belanja sayur, buah-buahan, daging atau ikan secara online disiapkan Rp500.000. Tapi kalau online di luar sayur ya ditargetkan sekitar Rp500.000 juga,” tambahnya.

Dia meyakini belanja secara daring mempunyai beberapa keuntungan. Antara lain, lebih praktis ketimbang harus langsung ke pasar, kualitas produk yang ditawarkan lebih terjamin, serta untuk menghindari belanja yang bersifat impulsif.

“Kekurangannya kadang ada item yang tidak ada, suka kelupaan hal-hal kecil, dan porsinya mungkin terkadang terlalu banyak, padahal yang dibutuhkan sedikit,” ujarnya.

Lain pula cerita Rosdianah Dewi (34). Ibu seorang putra ini belum lama berkenalan dengan aplikasi belanja sayur-mayur secara online. Biasanya, dia hanya memenuhi kebutuhan bahan pangan dengan berbelanja langsung ke pasar atau warung di dekat rumahnya.

Sponsored

Di masa pandemi, wanita yang akrab disapa Dian ini kerap mendengar pengalaman sahabat-sahabatnya yang berbagi informasi promo di sebuah aplikasi belanja. “Dengar cerita dari teman-teman yang sudah pernah belanja online, terus penasaran jadi ikutan mencoba,” ujarnya.

Pekan lalu, dia pun mencoba berbelanja sayur online dengan nominal Rp150.000 untuk 15 item produk. Menurutnya, nominal itu sangat mencukupi kebutuhan dapurnya di penghujung bulan. Pengalaman perdana berbelanja sayuran secara online itu ternyata cukup positif di mata guru TK ini.

“Keuntungannya, sayurannya bagus, segar, enggak perlu capek-capek ke luar rumah barang-barang yang diinginkan sudah datang, ada barang-barang promo,” ujarnya.

Sayangnya, menurut Dian, belanja online ini masih terkendala di ongkos kirim. Karena itu, dia menyiasati dengan berbelanja dalam jumlah banyak agar bebas ongkos kirim. Selain itu, belanja sayuran online juga tidak bisa dilakukan untuk kebutuhan yang mendesak karena harus menunggu proses pengiriman.

Ilustrasi. Pexels.com.

Ceruk pasar milenial

Nia dan Dian, adalah ibu-ibu dari kalangan milenial atau dalam range usia 25 sampai 40 tahun. Ibu muda ini mengandalkan segala bentuk kepraktisan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karakteristik milenial diulas mendalam oleh Alvara Strategic Research pada Juli tahun lalu.

Studi tersebut memaparkan pada tahun 2020, populasi milenial menjadi yang terbesar dan akan terus mendominasi hingga tahun 2035. Penduduk milenial di tanah air pada 2020 ini juga diperkirakan mencapai 34% dari total penduduk. Selain itu, penelitian ini juga menyebutkan pada rentang usia milenial, penggunaan internet mencapai lebih dari 7 jam sehari.

Kondisi ini makin relevan kala pandemi melanda dunia. Sejak pasien Covid-19 pertama di Indonesia terdeteksi pada awal Maret, physical distancing pun diterapkan di tengah aktivitas masyarakat. Masyarakat patuh dengan imbauan #DiRumahAja.

Menurut hasil survei Kantar Indonesia pada Maret-April 2020 lalu, sebanyak 47% responden mengurangi kegiatan makan di luar rumah dan memilih memasak makanan sendiri. Sementara itu, hasil survei McKinsey & Company menunjukkan alokasi pengeluaran konsumen Indonesia untuk makan di restoran berkurang sebesar 58% selama pandemi.

Seperti pasangan milenial kebanyakan, Hubertus Wim Djanako (30) dan sang istri juga seringkali berbelanja online, termasuk untuk kebutuhan bahan pangan. Di awal masa pandemi pula, Wim mengaku kesulitan berbelanja di salah satu e-commerce bahan pangan karena order yang membludak.

Namun, kondisi itu justru membuka mata Wim. Ada peluang pasar dari kebutuhan masyarakat yang tak terpenuhi karena keterbatasan mobilitas. Akhirnya bulan Maret lalu, Wim membuka toko online pertamanya, Sayur Home Delivery di Tokopedia.

“Awal-awal pandemi, kami berpikir kalau sebenarnya Corona seperti ini krisis, di mana orang-orang diharuskan di rumah. Kami berpikiran bisnis sayur ada peluang dalam kondisi seperti ini,” ujarnya saat berbincang dengan Alinea.id, Senin (26/10).

Bersama dengan sang istri, Wim membuka jalan dengan menghubungi beberapa supplier sayuran, buah-buahan, bumbu, dan berbagai jenis bahan pokok. Gambar pasokan bahan pangan kemudian diunggah di Tokopedia dan langsung mendapat sambutan positif.

Perlahan tapi pasti, Sayur HD mulai menerima puluhan order setiap harinya. Jangkauan pengiriman berada di sekitar Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan wilayah penyangga seperti Bogor. Bisnis dijalankan di gudang yang juga merupakan tempat tinggal pasutri ini di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Sayur HD mengambil celah pasar dari pemain besar yang mengalami penumpukan pesanan. Beberapa pesanan sayuran di e-commerce bahan pangan itu harus dilakukan dengan sistem pre order. “Saya dapat marketnya, momentum, momen saya masuk ke pasar adalah pada waktu yang tepat,” ujarnya.

Wim mencatat pesanan dalam sehari bisa membludak 50 hingga 60 paket pada April dan Mei. Bahkan, bertepatan di bulan Ramadan, Sayur HD mengalami pecah rekor hingga 75 pesanan dalam sehari. 

“Kalau sekarang cenderung stabil karena masa adaptasi baru di mana orang-orang sudah banyak keluar (rumah). Selain itu, kini penjual sayur mayur pun semakin banyak,” sebutnya.

Kendati begitu, Wim tetap optimistis bisnis sayur online ini masih akan diminati di masa depan meski pandemi sudah berakhir. Menurutnya, Jakarta mempunyai populasi besar yang mencapai 11 juta penduduk sehingga pangsa pasar masih terbuka luas.

Sayur HD juga menyasar segmen pasangan milenial yang identik menggemari kepraktisan. Memang ada segmen yang enggan membayar mahal dan memilih membeli langsung ke pasar tradisional, tapi ada pula kelompok masyarakat yang rela membayar sedikit lebih mahal namun anti ribet.

“Menurut saya masih ada prospek karena ke depannya anak muda sekarang maunya enggak ribet, market kita anak muda, karena kalau orang tua prefer (lebih memilih) belanja sendiri,” tambahnya.

Rela berhenti kerja

Bapak satu anak ini merintis bisnis sayuran di sela-sela work from home (WFH) di sebuah perusahaan swasta. Namun, lama-kelamaan dia kewalahan lantaran harus melakoni profesi sebagai auditor yang memaksanya bekerja sesuai tenggat waktu. Di sisi lain, order Sayur HD kian menumpuk. 

 

 

Saat itu, bisnis sang istri di bidang konveksi juga terhenti akibat dampak pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Istrinya pun akhirnya mulai turun tangan mengelola Sayur HD.

“Boleh dibilang usaha ini masih konvensional, manual, belum ada sistem. Kami mengerjakan semuanya sendiri, otomatis kewalahan,” ungkapnya.

Wim akhirnya memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai auditor pada bulan Juli lalu. Pertimbangannya adalah agar lebih fokus mencurahkan waktunya pada bisnis anyar tersebut. Dia pun mengaku gambling dengan keputusan resign. Namun, dengan raihan omzet Sayur HD yang mampu mencapai Rp150 juta per bulan, Wim akhirnya mantap menjadi pengusaha.

“Sekarang sudah full time mengelola Sayur HD,” ujarnya.

Saat ini, Sayur HD telah merekrut tiga karyawan baru untuk membantu operasional. Ke depan, Wim berangan-angan mempunyai gudang khusus untuk menyimpan stok produknya. Pasalnya, bisnis sayur online kini semakin menjamur. Salah satu trik untuk bisa bertahan adalah dengan harga jual yang cukup bersaing.

“Kami mesti berpikir bagaimana caranya agar bisa menjual dengan harga bersaing. Mesti mengambil barang banyak supaya dapat harga lebih murah dan jual lebih murah. Tapi harus extend operasional, butuh space lebih banyak, jadi butuh modal juga,” paparnya.

Pilih Tokopedia

Wim mengaku bisnisnya di bidang delivery sayuran adalah hal baru. Sebelumnya, ia dan sang istri tak punya pengalaman sama sekali. Ia juga langsung memilih Tokopedia sebagai toko online pertamanya. Saat itu, ia enggan memilih media sosial demi menjangkau pasar yang lebih luas. “Kami masuk sambil belajar,” selorohnya.

Wim mencatat kontribusi terbesar untuk penjualan online bisnisnya berasal dari Tokopedia yakni mencapai 85% dari total pesanan. Dia mengaku beruntung membuka toko online karena tak perlu memikirkan biaya sewa tempat. 

“Pada awal-awal kami membuka toko sayur online, enggak butuh modal, paling hanya kuota internet,” ujarnya.

Wim juga menyusun strategi untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar di tengah banyaknya pemain baru yang bermunculan. Dia bertekad menjadikan Sayur HD sebagai toko one-stop shop yang memenuhi semua kebutuhan pangan pelanggan.

Di samping itu, Sayur HD juga memberikan promo berupa potongan ongkos kirim sebagai nilai tambah bagi pembelinya. Setidaknya sudah ada lebih dari 83.000 lebih produk yang terjual. Adapun produk yang selalu laris manis adalah bawang merah, bawang putih, tahu, tempe, sayuran hijau, dan bahan pangan kering.

Wim akan terus menambah jumlah penyuplai agar mendapatkan harga jual terbaik. Pihaknya juga berencana mencari pasar B to B (business-to-business) seperti restoran. Lalu menjaga proses packaging agar sayuran tetap prima hingga ke tangan konsumen.
Infografik bisnis sayur online. Alinea.id/MT Fadillah. 
 

Berita Lainnya
×
tekid