Lewat UU barunya, Australia beri peringatan keras bagi Facebook dkk
UU baru yang mengancam denda dan penjara bagi perusahaan media sosial disahkan oleh parlemen Australia pada Kamis (4/4).

Australia akan mendenda perusahaan-perusahaan media sosial hingga 10% dari omzet global tahunan dan memenjara eksekutif mereka hingga tiga tahun jika konten kekerasan tidak dihapus secara cepat.
UU baru, yang disahkan oleh parlemen pada Kamis (4/4), merupakan respons atas serangan teror di dua masjid di Selandia Baru yang dilancarkan seorang pendukung supremasi kulit putih pada 15 Maret. Tragedi itu menewaskan 50 orang.
Pelaku teror Selandia Baru menyiarkan serangannya secara langsung di Facebook dan dalam waktu cepat itu dibagikan secara luas sebelum akhirnya dihapus. Perdana Menteri Australia Scott Morrison mendeskrisikan bahwa lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menghapus video tersebut tidak dapat diterima.
"Bersama-sama kita harus bertindak untuk memastikan bahwa para pelaku dan kaki tangan mereka tidak dapat memanfaatkan platform online untuk tujuan menyebarkan propaganda kekerasan dan ekstremisme mereka, platform ini tidak boleh digunakan untuk kejahatan," ungkap Jaksa Agung Christian Porter kepada parlemen ketika memperkenalkan RUU tersebut.
UU yang baru juga menuntut perusahaan-perusahaan terkait untuk memberitahu kepolisian Australia dalam jangka waktu yang wajar.
"Adalah penting bahwa kita membuat pernyataan yang sangat jelas kepada perusahaan media sosial bahwa kita mengharapkan perilaku mereka berubah," kata Menteri Komunikasi dan Seni Australia Micth Fifield setelah UU itu disahkan.
Kelak, juri yang akan memutuskan apakah perusahaan telah memenuhi waktu yang diharapkan.
Seorang juru bicara Google menolak untuk mengomentari UU tersebut, tetapi dia mengatakan bahwa perusahaan telah mengambil tindakan untuk membatasi konten kekerasan pada platformnya.
Pekan lalu, Facebook menuturkan bahwa mereka tengah menjajaki soal pembatasan siapa yang dapat mengakses layanan live streaming video mereka.
Oposisi, Partai Buruh, mendukung UU itu. Namun, dia mengatakan akan berkonsultasi dengan industri teknologi mengenai kemungkinan amendemen jika mereka berkuasa.
Adapun para kritikus menilai bahwa pemerintah bergerak terlalu cepat, tanpa konsultasi dan pertimbangan yang tepat. Kepala Dewan Hukum Australia Arthur Moses menilai bahwa UU itu dapat memiliki banyak konsekuensi yang tidak diinginkan.
Sumber : Al Jazeera

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Kejahatan anak era kiwari: Dari pencurian hingga penganiayaan
Senin, 27 Mar 2023 06:38 WIB
Turis asing berulah, perlukah wisman mendapat karpet merah?
Minggu, 26 Mar 2023 11:15 WIB