sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemilu Malaysia GE14: Pertarungan sengit Najib vs Mahathir

Hari ini, Rabu (9/5), sebanyak 14,4 juta warga negara Malaysia memilih perdana menteri dalam pemilihan umum raya atau general election ke-14

Sukirno
Sukirno Rabu, 09 Mei 2018 05:50 WIB
Pemilu Malaysia GE14: Pertarungan sengit Najib vs Mahathir

Hari ini, Rabu (9/5), sebanyak 14,4 juta warga negara Malaysia memilih perdana menteri dalam pemilihan umum raya atau general election ke-14 negeri jiran itu.

Pertarungan sengit tampaknya bakal terjadi untuk memperebutkan kursi orang nomor satu di Malaysia. Perebutan kekuasaan bakal terjadi antara Perdana Menteri (PM) incumbent Najib Razak melawan mantan PM Mahathir Mohamad.

Tampaknya, Najib berada di atas angin meski beberapa tahun terakhir cukup menghawatirkan. Najib saat ini tengah berada pada posisi terkuatnya sejak kemenangan tipis pada Pemilu 2013 silam.

Posisi Najib terbilang kuat setelah pencapaian pertumbuhan ekonomi tertinggi pada 3 tahun terakhir. Sedangkan, pemilih dan oposisi terbelah berpaling kepada mantan PM Mahathir Mohamad yang telah berusia 92 tahun.

Kendati demikian, posisi itu tampaknya masih belum aman bagi partai koalisi Barisan Nasional sebagai incumbent. Partai oposisi menyoroti peningkatan biaya hidup akibat dikereknya pajak barang dan jasa sejak 2015.

Partai-partai oposisi juga mengecam PM Razak yang terkena skandal keuangan dana investasi 1MDB milik pemerintah. Oposan menyoroti tuduhan ada ratusan juta dollar Amerika Serikat yang mengalir melalui rekening pribadi dan keluarga Razak.

Perdana Menteri Najib Razak kembali bertarung memperebutkan kursi orang nomor satu di Malaysia (The Guardian)

Sponsored

Kekuasaan UMNO

Najib memimpin Partai United Malays National Organization (UMNO) yang telah berkuasa sejak kemerdekaan Malaysia pada 1957. UMNO menjadi pemimpin koalisi Barisan Nasional yang telah memerintah selama 44 tahun.

Dia menjadi PM Malaysia pada 2009 yang kemudian memenangkan Pemilu pada 2013. Namun, saat itu partai koalisi Barisan Nasional meraih jumlah kursi yang sedikit akibat popularitasnya merosot. Kondisi itu memunculkan optimisme pada pihak oposisi pada Pemilu 2018.

Sementara dari kubu oposisi, terlihat tidak solid pascadipenjaranya Anwar Ibrahim, kritikus dan penantang utama Najib, lantaran kasus sodomi pada 2014. Anwar yang berusia 70 tahun itu membantah tuduhan tersebut dan menilai tudingan itu bermotif politik.

Dia terus menggunakan pengaruhnya di Partai Keadilan Rakyat dari balik jeruji besi. Namun, statusnya sebagai narapidana justru membuat ledakan koalisi oposisi dengan mendorong Anwar menjadi PM setelah dia bebas apabila kemenangan ada di tangan oposan.

Anwar dijadwalkan bakal bebas pada 8 Juni 2018. Akan tetapi, dia belum bisa mengikuti Pemilu lantaran masih dilarang 5 tahun untuk mengikuti kontestasi politik.

Mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad bertarung melawan incumbent untuk merebut posisi orang nomor satu di Malaysia (The Guardian)

Mahathir kembali

Lantas, siapa yang memimpin kelompok oposisi? Dia adalah Mahathir Mohamad. PM Malaysia terlama sekaligus mentor Najib, bergabung dengan kelompok oposisi yang dipimpin oleh Anwar Ibrahim. Dia berkampanye untuk menggulingkan PM Razak.

Begitu dominan dalam politik Malaysia, dia disebut sebagai "Dr. M". Mahathir telah berjuang untuk mendapatkan daya tarik bagi partai barunya --Parti Pribumi Bersatu Malaysia atau Partai Adat Malaysia Bersatu-- yang mencoba memenangkan basis etnis Melayu UMNO. 

Sebenarnya, Anwar adalah musuh bebuyutan Mahathir, yang menempatkannya di penjara hampir dua dekade silam. Tetapi, keduanya bersekutu dalam upaya menggulingkan Razak. 

Koalisi oposisi yang dikenal sebagai Pakatan Harapan memajukan Mahathir untuk menjadi PM hingga Anwar dapat memenuhi persyaratan. Bukan hanya formalitas, Anwar juga harus menerima pengampunan dari kerajaan dan memenangkan kursi di parlemen.

Berita palsu

Pada sisi lain, Malaysia mengesahkan Undang-Undang untuk melawan berita palsu dengan hukuman penjara mulai berlaku pada April 2018. Sebuah langkah yang disebut oleh organisasi pegiat Hak Azasi Manusia (HAM) dan partai oposisi dapat digunakan untuk membungkam kebebasan berbicara menjelang Pemilu.

Najib mengatakan, berita palsu merusak kampanye partai yang berkuasa dalam jajak pendapat pada 2013. Kini, kurang dari sepekan menjelang Pemilu, Mahathir tengah diselidiki oleh aparat hukum terkait berita palsu.

Pada 5 April 2018, Partainya Mahathir dilarang berkampanye selama 30 hari oleh Departemen Dalam Negeri lantaran telat menyerahkan dokumen. Namun, larangan itu ditangguhkan oleh pengadilan.

Berikutnya, skandal 1MDB diyakini tidak begitu berpengaruh terhadap peluang Najib Razak. Penyelidikan Malaysia membebaskan Razak dari tudingan itu. Meski terus diperiksa, Razak dipastikan tidak tersentuh.

Tercatat, hanya 6% dari pemilih Malaysia yang menyoroti skandal 1MDB sebagai perhatian utama. Hal itu terungkap dalam survei Pusat Peneliti Opini Merdeka akhir 2017. Sebanyak 5% pemilih menilai integritas Razaklah yang disoroti.

Ekonomi di bawah Razak

Anisah Shukry dari Bloomberg pada Selasa (8/5), mencatat terjadi peningkatan biaya pada era Razak. Angka inflasi mencapai level tertinggi sejak 8 tahun pada 2017. 

Pemilih khawatir ringgit tertekan semakin dalam. Masyarakat juga tak senang dengan pengenaan pajak konsumsi yang baru dilaksanakan. Partai oposisi meminta agar pajak itu segera dicabut.

Pemerintahan Razak selama ini berkonsentrasi pada penanganan masalah perumahan yang terjangkau bagi masyarakat, khususnya pengangguran kaum muda. Pada anggaran terbaru, Razak memutuskan untuk memangkas pajak 2018.

Pertumbuhan PDB Malaysia menjadi pendorong bagi Najib Razak (Sumber data: Bloomberg)

Sementara itu, ketidakpuasan membuat Razak tak populer pada 2015 lantaran demonstrasi 1MDB di Kuala Lumpur tampaknya telah meredup. Kini, Najib berlenggang menuju pertarungan Pemilu Raya dengan kartu truf menaikkan upah. 

Di sisi lain, oposisi berjuang menggerus basis dukungan di desa-desa Barisan Nasional di mana Najib menjanjikan miliaran dollar AS untuk membangun infrastruktur. Namun, koalisi oposisi justru menghadapi potensi kehilangan suara di negara bagian terpadat Selangor lantaran berencana untuk tidak bekerja sama dengan partai Islam terbesar di sana.

Warga Malaysia memilih

Sebanyak 14.449.200 orang pemilih terdaftar di Malaysia akan mengikuti pemilihan umum pada Rabu (9/5) tersebar pada 8.253 pusat pemilihan yang mempunyai 28.115 tempat pemungutan suara (TPS).

"Pada hari pemilihan semua pusat pemilihan akan dibuka mulai jam 8.00 pagi. Waktu penutupan pencoblosan berbeda-beda mengikut lokasi pusat pemilihan dan jumlah pemilih. Waktu pemilihan akan ditutup sepenuhnya pada jam 5.00 petang," ujar Ketua Suruhanjaya Pilihan Raya (KPU) Malaysia Tan Sri Mohd Hashim bin Abdullah, di Kuala Lumpur, seperti dilansir Antara, Selasa (8/5).

Dia mengatakan keadaan cuaca pada hari pemilu itu diramalkan akan hujan, sehingga para pemilih disarankan agar merencanakan waktu untuk keluar memilih dan tidak keluar memilih pada saat-saat akhir.

"Bagi pemilih di Pusat Pemilihan yang ditutup pada jam 5.00 petang, mereka dinasihatkan supaya keluar memilih secara bertahap mengikuti kesesuaian waktu mereka dalam tempo yang ditetapkan agar tidak sesak saat mencoblos," katanya lagi.

Dia mengatakan kepada pemilih yang akan keluar memilih pada 9 Mei 2018 disarankan untuk membuat informasi lokasi pemilihan masing-masing, seperti nama Pusat Pemilihan dan saluran memilih (dalam buku Daftar Pemilih) melalui aplikasi MySPR Semak atau melalui laman pengundi.spr.gov.my.

"Atau sistem SMS dengan menuliskan SPR SEMAK no. kartu identitas dan dikirim ke 15888 atau telefon ke nomor 03-88927018. Partai-partai politik tidak boleh membantu pemilih dengan alasan untuk membantu pemilih-pemilih," katanya pula.

KPU juga meminta kerja sama para pemilih supaya tidak memberikan kartu identitas mereka kepada pihak-pihak lain karena mungkin akan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan akan menimbulkan masalah pada hari pencoblosan.

"KPU juga meminta para majikan agar membolehkan pekerja mereka yang mendaftar sebagai pemilih untuk pergi memilih. Majikan yang menghalangi pekerja mereka untuk keluar memilih pada hari tersebut bisa diambil tindakan menurut pasal 25 (3) Akta Kesalahan Pilihan Raya 1954, yaitu didenda tidak lebih RM5,000 atau dipenjara setahun terbukti bersalah," katanya lagi.

Pada hari pemilihan, ujar dia, juga tidak dibenarkan lagi melakukan aktivitas kampanye karena merupakan suatu kesalahan di bawah Akta Kesalahan Pilihan Raya 1954.

 

 
Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid