sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pidato tahunan Raja Salman: Iran tetap jadi perhatian Arab Saudi

Salman juga kembali mengagung-agungkan eksistensi Saudi dalam G-20.

Angelin Putri Syah
Angelin Putri Syah Kamis, 12 Nov 2020 13:46 WIB
Pidato tahunan Raja Salman: Iran tetap jadi perhatian Arab Saudi

Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz, menegaskan, ancaman dari Iran tetap menjadi perhatian utamanya. Pangkalnya, "Negeri 1.000 Mullah" dianggap sebagai pendukung terorisme dan memicu sektarianisme di Timur Tengah.

"Arab Saudi menegaskan bahaya proyek regional rezim Iran," katanya saat menyampaikan pidato tahunan kepada Dewan Penasihat Syura, Kamis (12/11) waktu setempat. Dirinya lalu menekankan perlunya "menemukan solusi radikal untuk memastikan Iran tidak memperoleh senjata pemusnah massal."

Arab Saudi sedang berperang dengan pejuang Houthi yang didukung Iran di Yaman. Konflik tersebut menewaskan ribuan orang dan menciptakan bencana kemanusiaan terburuk di dunia.

Raja Salman pun memuji upaya Arab Saudi dalam memerangi Covid-19. Juga menstabilkan pasokan minyak.

Meskipun tidak disebutkan dalam pidatonya, masalah lain yang dihadapi kerajaan tahun depan adalah hubungannya dengan pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) yang dipimpin Presiden terpilih, Joe Biden. Kepemimpinan Saudi sangat menyukai kebijakan tekanan maksimum Donald Trump terhadap saingannya, Iran.

Selama masa kepresidenannya, Trump memblokir upaya Kongres mengakhiri bantuan militer AS dalam perang Arab Saudi di Yaman dan membela Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, dalam menghadapi kritik pedas atas pembunuhan penulis Jamal Khashoggi pada akhir 2018.

Meski demikian, Raja dan Putra Mahkota Saudi memberikan selamat kepada Biden atas kemenangannya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2020, sehari setelah ucapan selamat mengalir dari para pemimpin dunia.

Selain itu, Raja Salman menegaskan kembali dukungannya terhadap kemerdekaan Palestina dengan Yerusalem timur sebagai ibu kotanya sekalipun merespons positif upaya mengakhiri konflik selama puluhan tahun. Pernyataan itu disampaikan saat tetangganya, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, menormalisasi hubungan dengan Israel–tindakan yang dikutuk Palestina.

Sponsored

Di sisi lain, Arab Saudi kini dalam resesi ekonomi akibat pandemi. Sumber pendapatan utamanya, ekspor minyak, jatuh secara signifikan karena penurunan harga minyak mentah. Gap antara pengeluaran dan pendapatan tahun ini diproyeksikan mencapai US$79,5 miliar

"Kerajaan telah bekerja dan masih bekerja untuk memastikan stabilitas pasokan minyak ke dunia dengan cara yang sama, melayani produsen dan konsumen ... meskipun pandemi Covid-19 dan dampaknya pada pasar minyak global," kata Raja Salman.

Dia lantas memuji eksistensi Arab Saudi dalam negara Kelompok 20 (G-20) yang mewakili negara-negara terkaya di dunia, sebuah kebanggaan yang berulang kali disampaikannya. Saudi bakal menjadi tuan rumah para pemimpin G-20 akhir November 2020 untuk pertemuan puncak secara virtual dengan agenda upaya global memerangi Covid-19.

Raja juga berterima kasih kepada publik karena mematuhi instruksi dan mandat untuk meminimalisasi penularan mengingat tren kasus baru yang terkonfirmasi menurun dalam beberapa pekan terakhir. Berdasarkan catatannya, Arab Saudi telah menghabiskan US$70 miliar untuk menanggulangi pandemi, sebagian di antaranya guna meningkatkan perawatan kesehatan dan membantu menutupi gaji sektor swasta.

Pemerintah menanggung semua biaya medis penanganan pandemi yang mendera warganya, termasuk yang bermukim di dalam negeri secara ilegal.

Sekitar 10,6 juta warga Saudi berpenghasilan rendah juga mengandalkan bantuan tunai bulanan dari apa yang disebut "rekening warga" pemerintah. Setiap keluarga mendapatkan bantuan sekitar US$280 per bulan.

Sejak Salman naik takhta pada 2015, kekuasaan putra mahkota melonjak pesat dan terjadi transformasi sosial secara luas di Saudi. Ini tecermin dari kebijakan terbarunya pada Oktober lalu, untuk pertama kalinya menunjuk seorang perempuan sebagai asisten pembicara dari 150 anggota Dewan Syura. Terdapat 30 kursi perempuan di Dewan Syura.

Kepala Divisi Timur Tengah Grup Eurasia, Ayham Kamel, menilai, perubahan tersebut menunjukkan upaya liberalisasi sosial. Pun ada upaya memungkinkan Dewan Syura menjadi platform untuk debat terkelola sekalipun kekuasaannya terbatas untuk mendorong perubahan tanpa mengantongi izin Istana sebelumnya. (ABC News)

Berita Lainnya
×
tekid