sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ukraina dan aliansi "gelap" Putin-Wagner Group

Wagner Group dikerahkan sebagai strategi cuci tangan jika konflik Rusia-Ukraina mengakibatkan pelanggaran HAM berat.

Christian D Simbolon
Christian D Simbolon Selasa, 29 Mar 2022 15:03 WIB
Ukraina dan aliansi

Rusia kembali menerjunkan ratusan tentara bayaran dari Wagner Group ke sejumlah medan tempur di Ukraina timur. Dari sekitar 300 personel pada awal perang, jumlah pasukan militer dari kelompok yang dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin itu diperkirakan telah membengkak hingga mencapai 1.000 orang.

Menurut Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS), Wagner Group terutama bakal dikerahkan untuk mematahkan perlawanan militer Ukraina di kawasan Donbas yang berbatasan langsung dengan Rusia. Di kawasan itu, kelompok separatis yang dibekingi Rusia rutin bikin rusuh dalam beberapa tahun terakhir.

"Wagner Group adalah kontraktor militer swasta utama untuk Rusia. Kita tahu mereka (Wagner Group) punya keinginan untuk memperdalam jejak kaki mereka di Ukraina," kata juru bicara Pentagon, John F. Kirby seperti dikutip dari New York Times, 25 Maret 2022. 

Sebagaimana disebut Kirby, Wagner Group memang punya pengalaman panjang di medan tempur Ukraina. Kelompok itu kali pertama terdeteksi mulai aktif saat Rusia menganeksasi Semenanjung Krimea pada 2014. Bersama unit-unit pasukan Rusia, Wagner Group ditugaskan untuk melucuti tentara Ukraina dan mengambil alih fasilitas-fasilitas publik di Krimea. 

Kala itu, publik Krimea menjuluki para personel Wagner Group dengan sebutan "pria-pria hijau kecil". Julukan itu mencuat lantaran para Wagner Group mengenakan seragam militer hijau tanpa simbol dan bermasker. Pada mulanya, tak ada yang tahu identitas prajurit-prajurit dari perusahaan militer swasta di Rusia itu. 

Setelah Krimea beralih ke tangan Rusia, sebagian personel Wagner Group direlokasi ke Donbas. Di kawasan yang terkenal kaya dengan tambang batu bara itu, Wagner Group ditugasi membantu kelompok pemberontak pro-Rusia mengusir pasukan Ukraina dan mengontrol sejumlah kota.

Sebelum konflik Rusia-Ukraina pecah, intelijen AS mencatat jumlah penambahan jumlah personel Wagner Group di Ukraina sejak awal Januari 2022. Diterbangkan dari Libia dan Suriah, para personel kelompok itu "dikumpulkan" di Krimea sebelum disebar ke sejumlah daerah konflik di timur Ukraina.

Pada mulanya, pejabat militer Ukraina menyebut Wagner Group dikerahkan untuk menambal kekurangan personel pada kelompok pemberontak. Namun, belakangan Wagner Group juga disebut disiapkan Putin untuk membunuh orang-orang penting di Ukraina, termasuk di antaranya Presiden Volodymyr Zelenskyy. 

Sponsored

Dalam operasi terbarunya, menurut seorang pejabat militer AS, Wagner Group bakal diberikan peran sentral untuk memimpin perang di kawasan timur Ukraina. Itu terlihat dari diterjunkannya sejumlah pemimpin senior Wagner Group ke markas-markas kaum pemberontak di kota Donetsk dan Luhansk. 

"Wagner tidak hanya merelokasi sebagian tentara bayarannya saja, tetapi juga termasuk artileri, alat pertahanan udara, dan radar yang mereka gunakan di Libia. Militer Rusia mendukung transfer ini dengan menyediakan pesawat kargo untuk merelokasi personel dan alat-alat mereka," kata pejabat yang tak mau disebut identitasnya itu. 

Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin (berjaket hitam) saat berkunjung ke perusahaan milik Yevgeny Prigozhin (kanan) pada 2010. /Foto Wikimedia Commons

Dipimpin Utkin, didanai Prigozhin

Lantas siapa sebenarnya Wagner Group? Nama Wagner Group konon diambil dari Richard Wagner, komposer musik opera favorit pemimpin Nazi, Adolf Hitler. Wagner (Vagner) juga nama panggilan Dimitry Utkin, kelak dikenal sebagai frontman Wagner Group. Utkin disebut-sebut sebagai penyuka Hitler dan tentu saja musik karya Richard Wagner. 

Lahir pada 11 Juni 1970, Utkin adalah perwira militer yang ikut terjun dalam Perang Chechnya I dan II. Tak lama setelah perang Chechnya II berakhir pada 1999, Utkin menetap di Pechory, sebuah kota di perbatasan antara Rusia dan Estonia. 

Di kota itu, ia dipercaya sebagai komandan salah satu brigade Spetznaz di bawah kendali Direktorat Intelijen Utama Rusia (Glavnoje Razvedyvatel'noje Upravlenije/GRU). Spetznaz ialah suatu istilah umum untuk pasukan khusus di Rusia. Makna literalnya ialah "unit tujuan khusus".

Tidak jelas kapan Utkin pensiun dari militer. Namun, ia dilaporkan telah bekerja di sebuah perusahaan keamanan swasta bernama Slavonic Corps pada 2013. Perusahaan yang berbasis di Hong Kong, China itu terekam pernah merilis sebuah iklan lowongan pekerjaan untuk eks personel brigade Spetznaz pada Mei 2013.

"Usia 24 hingga 45 tahun... mantan pegawai Spetznaz... punya pengalaman tempur ... untuk bekerja di luar negeri selama 3-6 bulan," tulis iklan tersebut. 

Pada akhir 2013, para prajurit yang direkrut Slavonic Corps diterjunkan ke Suriah. Proyek itu gagal total. Dalam sebuah pertempuran, pasukan tentara bayaran dihabisi milisi Al Qaeda. Slavonic Corps menyalahkan pejabat militer Suriah yang hanya mempersenjatai mereka dengan senapan bekas. 

Dalam laporan investigasi bertajuk "Putin Chef's Kisses of Death: Russia's Shadow Army's State-Run Structure Exposed" yang tayang pada 2020, Bellingcat menulis orang-orang yang terlibat dalam Slavonic Corps mulai dilirik Putin pada awal 2014. Ketika itu, Putin sedang menyiapkan invasi ke Krimea.

"Sebagaimana Rusia butuh kehadiran militer yang bisa disangkal di Krimea, maka konsep eksistensi sebuah pasukan bayangan yang punya pengalaman tempur, privat, dan legal muncul sebagai solusi sempurna," tulis Bellingcat

Pada Maret 2014, personel Wagner Group mulai terdeteksi beroperasi di Krimea. Utkin ikut terjun ke medan pertempuran. Meski kelompok itu menggunakan nama panggilannya, Utkin bukan bos Wagner Group. Itu setidaknya terungkap dari tiga pembicaraan telepon Utkin yang disadap badan intelijen Ukraina sepanjang 2014 hingga 2015. 

Dari hasil penyadapan, Utkin diketahui melapor kepada Oleg Ivannikov, seorang kolonel di GRU dan Kepala Staf Pasukan ke-58 Rusia Mayjen Evgeny Nikiforov. "Pembicaraan-pembicaraan itu mengindikasikan Utkin sebagai bawahan dari GRU dan militer Rusia," jelas Bellingcat. 

Kedekatan Wagner Grup dan pemerintah Rusia kian gamblang saat Utkin terekam kamera fotografer dalam sebuah resepsi yang digelar di Kremlin pada 9 Desember 2016. Pada resepsi itu, Utkin dianugerahi sebuah bintang tanda jasa karena kinerjanya di Ukraina. 

Dari hasil investigasi, Wagner Group diyakini dimiliki Yevgeny Prigozhin, seorang taipan yang dikenal berkarib dengan Putin. Oleh media, Prigozhin kerap dijuluki juru masak Putin lantaran restoran dan perusahaan catering miliknya rutin menggelar jamuan makan mewah bagi elite-elite politik di Moskow. 

Pendanaan untuk operasi Wagner Group datang dari berbagai sumber. Selain dari keuntungan perusahaan kateringnya, Prigozhin juga dilaporkan memotek "biaya" dari kontrak-kontrak pengamanan dan pelatihan prajurit yang disepakati Rusia dengan sejumlah negara. 

Di Republik Afrika Tengah, misalnya, Wagner Group dikompensasi karena melatih pasukan pengamanan presiden dan mendapat persentase keuntungan dari tambang emas dan permata yang mereka jaga. Di Suriah, Wagner Group juga mendapat jatah dari sejumlah ladang minyak dan gas yang beroperasi di negara tersebut. 

"Mereka (Wagner Group) bawahan negara dan dibiarkan mencari duit dan mengamankan posisi mereka dengan syarat mereka tetap melayani kepentingan Rusia," ujar Stephen Blank, peneliti dari US Army War College, seperti dikutip dari Buzzfeed

Karena keterlibatannya dalam perang di Ukraina, Prigozhin jadi buruan Kementerian Keuangan AS sejak beberapa tahun lalu. Pada 2016, ia juga dikenakan serangkaian sanksi oleh AS lantaran terbukti berupaya mengintervensi jalannya Pilpres AS. 

Ketika itu, Prigozhin mendanai dan mengarahkan sebuah unit bernama Internet Research Agency (IRA). Dinamai "ladang troll" oleh media AS, IRA beroperasi dengan menciptakan akun-akun media sosial yang bertugas menyebar disinformasi dan mempromosikan Donald Trump selama masa kampanye. Pada Pilpres AS 2016, Putin akrab dengan Trump. 

"Dia (Prigozhin) telah menciptakan beragam alat yang bisa dimobilisasi atas perintah rezim untuk menyerang orang-orang. Tidak ada bukti kapabilitas itu berkurang seiring waktu. Prigozhin bahkan terus mengambil untung dari berbagai kontrak besar negara," kata Blank. 

Personel Wagner Group dalam Perang Rusia-Ukraina pada 2014. /Foto Wikimedia Commons

Kenapa Rusia memakai Wagner? 

Saat ini, Wagner Group diperkirakan memiliki sekitar 3.500 hingga 5.000 personel. Selain di Ukraina, sejumlah laporan menunjukkan Wagner Group aktif di sejumlah negara di Afrika, semisal di Sudan, Mozambique, Madagascar, Republik Afrika Tengah dan Mali.

Meski kerap dilabeli kelompok tentara bayaran, menurut pakar ilmu politik dari Columbia University, Kimberly Marten, para personel grup Wagner tak hanya bekerja "berbasis argo". Kebanyakan personel kelompok tersebut berjiwa patriot. 

"Kelompok ini hanya bergerak ketika meyakini mereka bertindak atas nama Rusia. Padahal, anggota kelompok ini tak hanya berasal dari Rusia, tapi juga Moldova, Ukraina, Belarusia, dan Serbia," kata Marten seperti dikutip dari "The GRU, Yevgeny Prigozhin, and Russia’s Wagner Group: Malign Russian Actors and Possible U.S. Responses. 

Menurut Marten, setidaknya dua alasan yang menyebabkan Rusia menggunakan kelompok tentara bayaran seperti Grup Wagner. Pertama, kebutuhan Rusia untuk menghemat budget militer.

"Dengan mempekerjakan para personelnya dalam sebuah kontrak, Rusia tak perlu membayar asuransi kesehatan, menyiapkan dana pensiun, atau benefit-benefit lainnya," jelas dia. 

Alasan kedua, kata Marten, Grup Wagner memungkinkan Putin menyangkal keterlibatan-keterlibatan Rusia dalam konflik di berbagai belahan dunia. Itu terutama dibutuhkan Putin ketika berhadapan dengan publik domestik. 

"Grup Wagner juga memudahkan Rusia menggelar aksi-aksi militer di luar negeri sembari menghindari jatuhnya korban dari personel militer reguler. Ini membuat Putin bisa mengejar kepentingan nasional sekaligus menyembunyikan angka korban manusia sebenarnya dari perang-perang tersebut," jelas Marten. 

Infografik Alinea.id/Aisya Kurnia

Dalam "Russian Private Military Companies: Continuity and Evolution Model" yang terbit pada 2019, Anna Borshchevskaya mengatakan tentara seperti Wagner Group eksis sejalan dengan arah kebijakan luar negeri Putin. Alih-alih terang-terangan memihak satu kubu dalam sebuah konflik, Putin ingin mempengaruhi dan membangun relasi dengan semua aktor utama. 

"PMC (private military company) hanya satu dari sekian banyak senjata yang ia gunakan. Kehadiran PMC Rusia di Afrika adalah indikator bahwa wilayah ini semakin dirasa penting oleh Kremlin. Ini adalah tren yang dimulai sejak bertahun-tahun lalu," kata Borshchevskaya. 

Senada dengan Marten, Borshchevskaya sepakat PMC digunakan sebagai strategi untuk cuci tangan jika konflik yang melibatkan kepentingan Rusia berlarut-larut dan melebar hingga menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia. 

"Model PMC akan terus berevolusi selama Kremlin memandang strategi (pengerahan tentara bayaran) itu sukses dalam mengejar tujuan-tujuan politik luar negeri mereka," jelas Borshchevskaya. 

Berita Lainnya
×
tekid