Apa itu air sumur bor dan bagaimana dampaknya?
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pabrik air mineral terbesar di Subang, Jawa Barat. Aktivitas itu diunggah dalam kanal YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel pada Rabu (22/10).
Mulanya, dia hanya ingin melihat kelayakan kendaraan pengangkut galon air mineral itu, setelah terjadi insiden kecelakaan yang menewaskan tiga orang di Jalan Bandung-Subang, Jawa Barat pada Kamis (9/10). Namun, seiring berjalan, Dedi menanyakan soal sumber pengambilan air.
“Ngambil airnya, air dari sungai?” kata Dedi.
“Airnya dari bawah tanah, Pak,” ujar seorang karyawan.
“Bukan air dari permukaan?” tanya Dedi.
“Bukan,” jawab karyawan.
“Air bawah tanahnya, ngambil sumbernya dari?” tanya Dedi lagi.
“Dari dalam. Dibor,” tutur karyawan.
“Ini dibor. Enggak akan ngefek pada pergeseran tanah? Dikira oleh saya itu air permukaan. Air permukaan itu air sungai. Atau air dari mata air. Oh, jadi ini bukan air dari mata air ya?” ucap Dedi.
Fakta itu akhirnya menuai polemik. Mengutip situs United States Geological Survey (USGS), kebanyakan sumur modern dibor dengan alat pengeboran yang cukup rumit dan mahal. Alat ini menggunakan mata bor putar yang menggerus batu, mata bor perkusi yang menghancurkan batu, atau—jika tanahnya lunak, mata bor auger besar.
Sumur bor dapat dibor hingga kedalaman lebih dari 300 meter. Sering kali, pompa ditempatkan di dalam sumur pada kedalaman tertentu untuk mendorong air ke permukaan.
Dalam artikelnya di EOS, Caludia Bertoni dari Departemen Ilmu Bumi University of Oxford, serta Fridtjov Ruden, Elizabeth Quiroga Jordan, dan Helene Ruden dari Ruden AS menyebut, air tanah memasok 50% air minum dunia dan 25% air yang digunakan secara global untuk pertanian.

Air tanah biasanya bersumber dari kedalaman yang relatif dangkal di bawah permukaan tanah, terutama karena sumber-sumber ini secara historis lebih mudah ditemukan dan diakses. Namun, kata Bertoni dkk, ada dua faktor utama yang berkontribusi terhadap semakin tak bisa diandalkannya sumber daya air tanah.
“Pertama, kontaminasi dari proses alami dan aktivitas manusia sering kali membahayakan kualitas air dan dapat menyebarkan penyakit yang ditularkan lewat air serta polutan berbahaya, terutama pada sumber daya yang berada di dekat permukaan,” tulis Bertoni dkk.
“Kedua, kekeringan dan pembungan yang berlebihan mengakibatkan pemanfaatan berlebih yang memberikan tekanan tambahan pada cadangan air di banyak wilayah dunia, sehingga semakin membatasi ketersediaannya.”
Di bawah permukaan Bumi, terdapat pula sumber air lain yang disebut akuifer dalam, terletak pada kedalaman antara 400 hingga beberapa ribu meter. Akuifer dalam ini, menurut mereka, menyimpan cadangan air yang sangat besar, seperti yang ditemukan di bawah tanah berbagai wilayah Afrika, Arab, Australia, dan Amerika.
Bertoni dkk menyebut, kualitas air tanah dalam dipengaruhi jenis batuan yang dilalui, kecepatan aliran air, serta lamanya waktu air tersimpan di bawah tanah. “Dalam beberapa kasus, kandungan alami dari batuan seperti arsenik, unsur radioaktif, atau garam terlarut dapat mencemari air dan meningkatkan salinitas,” ujar Bertoni dkk.
Namun, sebagian besar pemanfaatan akuifer dalam yang telah diteliti, menurut mereka, menunjukkan airnya aman untuk dikonsumsi dan hanya memerlukan pengolahan minimal.
Meski begitu, Bertoni dkk mengingatkan, tanpa perencanaan yang matang, akuifer besar seperti akuifer Nubia—terletak di bawah tanah ujung timur Gurun Sahara dan membentang melintasi batas politik empat negara di Afrika timur laut—yang seharusnya dapat bertahan selama beberapa abad dengan laju pengambilan sekitar 1.000 meter kubik per detik, dapat mengalami eksploitasi berlebihan, jika volume air yang diambil melebihi kemampuan pengisian alaminya.
Di sisi lain, Planets Water menulis, proses pengeboran sumur untuk air bisa menimbulkan beberapa dampak buruk bagi lingkungan, kesehatan masyarakat, dan kesejahteraan sosial.
Dampak lingkungan yang dimaksud Planets Water, antara lain penipisan akuifer yang dapat berakibat menurunkan muka air tanah, mengeringkan sumber air di permukaan, serta mengganggu ekosistem yang bergantung pada sumber air tersebut.
Lalu, kontaminasi air tanah akibat pengeboran yang tidak tepat atau konstruksi sumur yang buruk. “Kontaminasi ini bisa berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat, terutama jika air digunakan untuk minum, irigasi, dan kebutuhan sehari-hari lainnya,” tulis Planets Water.
Selanjutnya, pengambilan air tanah yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan tanah akibat berkurangnya volume air di bawah tanah. Dampaknya bisa merusak infrastruktur, mengganggu ekosistem, serta meningkatkan risiko banjir.
Kemudian, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur pengeboran sumur bisa memicu erosi tanah dan penumpukan sedimen di badan air terdekat.
Sementara dampak kesehatan masyarakat, menurut Planets Water, antara lain penyakit yang ditularkan lewat air yang terkontaminasi patogen atau zat kimia. “Dalam beberapa kasus, proyek pengeboran sumur tidak memberikan manfaat secara merata bagi seluruh masyarakat,” tulis Planets Water.
“Kelompok masyarakat marjinal sering kali tetap kesulitan mengakses air bersih, sehingga memperparah ketimpangan sosial dalam ketersediaan air minum yang aman.”


