Mi instan merupakan salah satu makanan cepat saji yang sangat populer di seluruh dunia. Rasanya yang gurih, harganya yang terjangkau, serta kemudahan dalam penyajian membautnya menjadi pilihan banyak orang—terutama saat waktu atau bahan makanan terbatas.
Namun, meskipun mengonsumsi mi instan dalam jumlah sedang umumnya tidak berbahaya, penting untuk memahami kalau mi instan memiliki nilai gizi yang rendah. Konsumsi yang terlalu sering telah dikaitkan dengan pola makan yang buruk dan potensi risiko bagi kesehatan jangka panjang. Berikut fakta terkait mi instan, dikutip dari Healthline.
Tinggi natrium
Satu porsi mi instan rata-rata mengandung 861 miligram natrium, atau hampir separuh dari batas asupan harian yang disarankan. Jika Anda makan satu bungkus sekaligus, maka Anda mengonsumsi 1.722 miligram natrium—jumlah yang cukup besar.
Asupan natrium yang tinggi dapat berbahaya, terutama bagi mereka yang sensitif terhadap garam. Kelompok yang paling rentan terhadap efek ini adalah orang berusia di atas 40 tahun atau memiliki riwayat keluarga hipertensi. Penelitian menunjukkan bahwa mengurangi konsumsi natrium dapat membantu menurunkan tekanan darah dan menurunkan risiko penyakit jantung.
Rendah kalori, protein, dan serat
Dengan hanya rata-rata 188 kalori per porsi, mi instan termasuk makanan berkalori rendah. Meski terlihat “ramah” untuk diet, kandungan protein dan seratnya sangat rendah. Protein maupun serat berperan penting dalam menahan rasa lapar dan meningkatkan rasa kenyang. Protein membantu mengurangi nafsu makan, sedangkan serat bergerak lambat di saluran cerna, menjaga rasa kenyang lebih lama.
Dengan hanya rata-rata 4 gram protein dan kurang dari 1 gram serat per porsi, mi instan cenderung tidak membuat kenyang tahan lama. Akibatnya, meskipun rendah kalori, mi instan bukan pilihan ideal bagi yang ingin menurunkan berat badan secara sehat.
Kandungan MSG
Sebagian besar mi instan mengandung monosodium glutamate (MSG), bahan tambahan yang digunakan untuk meningkatkan cita rasa. MSG dinyatakan aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, namun masih menjadi perdebatan karena ada laporan efek samping pada sebagian orang.
Beberapa studi mengaitkan konsumsi MSG dalam jumlah besar dengan tekanan darah tinggi, sakit kepala, mual, bahkan potensi kenaikan berat badan. Namun, studi lainnya menunjukkan, konsumsi MSG dalam jumlah sedang tidak memberikan efek negatif yang berarti karena tubuh manusia tidak mudah menyerap MSG ke dalam otak. Orang yang sensitif terhadap MSG bisa mengalami gejala seperti sakit kepala, otot kaku, atau sensasi kesemutan.
Kualitas pola makan yang mungkin menurun
Konsumsi mi instan secara rutin bisa menjadi indikator pola makan yang kurang seimbang. Beberapa studi menemukan, meskipun konsumen mi instan mendapat tambahan asupan beberapa vitamin, mereka justru cenderung kekurangan nutrisi penting lainnya, seperti protein, kalsium, vitamin C, fosfor, zat besi, niasin, dan vitamin A.
Lebih jauh lagi, studi juga menemukan, konsumsi mi instan dikaitkan dengan peningkatan asupan kalori dan natrium. Yang lebih mengkhawatirkan, studi pada lebih dari 10.000 orang dewasa menunjukkan, konsumsi mi instan dua kali seminggu atau lebih dapat meningkatkan risiko sindrom metabolik, yaitu kumpulan kondisi yang mencakup tekanan darah tinggi, kadar gula darah tinggi, dan kolesterol abnormal—semuanya merupakan faktor risiko penyakit jantung, strok, dan diabetes.
Studi lainnya juga menunjukkan hubungan antara konsumsi mi instan dan kadar vitamin D yang rendah, gaya hidup tidak aktif, obesitas, serta konsumsi minuman manis yang tinggi.
Mengandung mikronutrien dan fortifikasi
Di balik semua kekurangannya, mi instan tetap menyediakan beberapa mikronutrien penting seperti zat besi, mangan, folat, dan vitamin B. Di Indonesia, banyak produk mi instan yang telah difortifikasi dengan vitamin dan mineral, termasuk zat besi. Sebuah studi bahkan menunjukkan bahwa kombinasi konsumsi susu dan mi instan yang difortifikasi dapat menurunkan risiko anemia akibat defisiensi zat besi.
Selain itu, fortifikasi dengan tepung terigu yang kaya nutrisi terbukti meningkatkan asupan mikronutrien tanpa memengaruhi rasa dan tekstur. Dalam sebuah studi terhadap 6.440 responden, konsumsi mi instan dikaitkan dengan peningkatan asupan tiamin (vitamin B1) sebesar 31% dan riboflavin (vitamin B2) sebesar 16% dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsinya.