Di kalangan generasi Z Amerika Serikat, ponsel jadul kembali populer. Mereka menghidupkan kembali tren awal 2000-an, lebih memilih memakai ponsel Nokia atau ponsel lipat. BlackBerry, yang kini sudah berhenti produksinya, menjadi simbol retro.
Blackberry tipe 850 diluncurkan pertama kali pada 1999. Lalu, ponsel ini mengalami beberapa revolusi. Lalu, keyboard fisik kehilangan popularitasnya dan digantikan ponsel pintar layar sentuh.
Kini, Blackberry kembali menjadi pembicaraan karena generasi Z banyak membagikan ponsel jadul mereka di TikTok. Menurut Mirror, tagar #flipphone memiliki hampir 35.000 unggahan di TikTok, sedangkan tagar #BlackBerry punya hampir 125.000 unggahan. Video-video tersebut sering mendapatkan ratusan ribu hingga jutaan penonton, mendokumentasikan kembali ketertarikan pada ponsel sederhana.
Tampaknya, menurut Mirror, ada keinginan mendalam untuk menjauh dari aplikasi media sosial dan kebiasaan doomscrolling.
Menurut survei More In Common, disebut Mirror, hampir dua pertiga dari generasi Z di Inggris percaya kalau media sosial lebih banyak merugikan daripada memberikan manfaat, sedangkan setengahnya mengakui kalau mereka berharap menghabiskan lebih sedikit waktu dengan ponsel saat tumbuh dewasa.
Sementara itu, data dari Pew Research Center pada 2024 menyebut, hampir setengah dari remaja di Amerika Serikat mengatakan, mereka terus-menerus online. Dan, 48% remaja berusia 13 hingga 17 tahun mengatakan, media sosial memiliki dampak negatif pada anak-anak seusianya.
Menurut pakar literasi digital, Kaitlyn Regehr, dikutip dari USA Today, kecanduan menjangkau berbagai perangkat dan platform, sangat erat kaitannya dengan algoritma yang menyediakan konten pilihan bagi pengguna. Kombinasi sejumlah faktor, seperti layar, saturasi warna perangkat, notifikasi, dan sistem perintah, memengaruhi cara kerja kecanduan.
Psiakter anak di Sekolah Kedokteran Yale, Yann Poncin mengatakan, telepon pintar memengaruhi otak dalam tiga cara utama, yakni memengaruhi produktivitas dan penentuan prioritas, menguras kesabaran kognitif otak dan ambang batas untuk menoleransi frustasi, serta mengubah jalur kesenangan otak dan pelepasan dopamin.
“Sistem dopamin Anda, seiring berjalannya waktu, melalui berbagai peristiwa, akan diatur sedemikian rupa untuk memicu pelepasan dopamin dan pelepasan perasaan senang. Anda kini benar-benar membutuhkan ponsel ini karena tidak ada hal lain dalam hidup yang secara teratur dapat memberi Anda tingkat kepuasan dopamin seperti itu,” ujar Poncin, dikutip dari USA Today.
Poncin mengatakan, masa remaja adalah masa inti ketika kaum muda mulai mengembangkan identitas mereka dan menentukan siapa mereka dalam kaitannya dengan kelompok sebaya yang lebih besar.
Perubahan hormonal dan biologis yang dialami kaum muda, membuat mereka lebih peka terhadap perbandingan sosial—sesuatu yang dapat ditingkatkan oleh kehadiran media sosial, membandingkan pengikut dan like mereka dengan orang-orang di sekitar mereka.
“Kondisi alami remaja yang rentan merasa tersisih, rentan merasa sedih, terkadang rentan mengalami kecemasan sosial, hal ini tidak disebabkan oleh media sosial, tetapi diperburuk oleh media sosial,” ujar Regehr.
Kolumnis teknologi di Montreal, Kanada, Pascal Forget tren yang terjadi pada generasi Z merupakan cara untuk detoksifikasi digital. “Ponsel pintar bukan lagi sumber kesenangan,” kata Forget, dikutip dari CBC News.
“Dulu menyenangkan, tetapi sekarang mereka kecanduan, jadi mereka ingin kembali ke masa yang lebih sederhana dengan menggunakan perangkat yang lebih sederhana.”