sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ini kerugian akibat bencana dan cuaca ekstrem di dunia pada 2021

Dampak keuangan terbesar berasal dari badai Ida yang melanda Amerika Serikat pada Agustus dan banjir di Eropa pada Juli.

Nadia Lutfiana Mawarni
Nadia Lutfiana Mawarni Jumat, 31 Des 2021 13:07 WIB
Ini kerugian akibat bencana dan cuaca ekstrem di dunia pada 2021

Perubahan iklim membawa kesengsaraan bagi jutaan umat manusia di seluruh dunia pada 2021. Studi dari badan amal Christian Aid mengidentifikasi sepuluh peristiwa ekstrem yang menyebabkan kerugian sedikitnya 1,5 miliar dolar akibat kerusakan. BBC dalam laporannya Jumat (31/12) menyebutkan dampak keuangan terbesar berasal dari badai Ida yang melanda Amerika Serikat pada Agustus dan banjir di Eropa pada Juli.

Di banyak negara miskin, banjir dan badai menyebabkan perpindahan massal manusia dan penderitaan parah. Meskipun tidak setiap peristiwa cuaca ekstrem disebabkan atau terkait dengan perubahan iklim, namun hubungan keduanya tengah dieksplorasi oleh para ilmuwan.

Peneliti Iklim, Friederike Otto menyebutkan, setiap gelombang panas yang terjadi di dunia sekarang menjadi lebih mungkin dan intens karena perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Bukti yang berkembang adalah bahwa perubahan iklim juga mempengaruhi peristiwa badai dan topan.

Pada Agustus, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menerbitkan bagian pertama dari laporan penilaian keenamnya. Sehubungan dengan angin topan dan siklon tropis, para penulis mengatakan mereka memiliki keyakinan tinggi bahwa bukti intervensi manusia telah menguat.

"Proporsi siklon tropis yang intens, kecepatan angin siklon tropis puncak rata-rata, dan kecepatan angin puncak siklon tropis yang paling intens akan meningkat pada skala global dengan meningkatnya pemanasan global," kata studi tersebut.

Hanya beberapa minggu setelah laporan itu keluar, Badai Ida menghantam AS. Badai itu menjadi peristiwa cuaca yang paling merusak secara finansial tahun ini. Badai yang bergerak lambat membuat ribuan penduduk di Louisiana, Amerika Serikat, dievakuasi keluar dari jalurnya.

Badai itu membawa curah hujan besar di sejumlah negara bagian dan kota, dengan New York mengeluarkan peringatan darurat banjir bandang untuk pertama kalinya. Sekitar 95 tewas, dengan kerugian ekonomi diperkirakan mencapai 65 miliar dolar.

Peristiwa paling mahal kedua secara finansial adalah banjir yang meluas di Jerman, Prancis dan negara-negara Eropa lainnya pada Juli. Kecepatan dan intensitas air meluap, menyebabkan 240 orang kehilangan nyawa mereka. Kerusakan yang dilaporkan sekitar 43 miliar dolar.

Sponsored

Dalam studi tersebut, sebagian besar peristiwa cuaca dalam daftar terjadi di negara maju. Perhitungan dilakukan di negara maju karena hanya negara-negara kaya yang bisa secara akurat memperkirakan kerugian finansial dari klaim asuransi.

Menurut perusahaan asuransi Aon, 2021 kemungkinan akan menjadi yang keempat kalinya dalam lima tahun bahwa bencana alam global telah menelan biaya lebih dari 100 miliar dolar.

Laporan ini juga mendokumentasikan banyak peristiwa lain di mana dampak keuangan lebih sulit untuk dipastikan kendati sangat signifikan berpengaruh pada masyarakat. Banjir di Sudan Selatan membuat lebih dari 800.000 orang mengungsi sementara 200.000 orang harus bergerak untuk menghindari Topan Tauktae yang melanda India, Sri Lanka dan Maladewa pada Mei.

"Itu adalah dampak manusia yang sangat besar," kata penulis laporan Kat Kramer dari Christian Aid. Orang-orang kehilangan rumah, pekerjaan, dan tidak memiliki sumber daya untuk merekonstruksinya.  Laporan ini menyoroti perlunya peningkatan upaya untuk membatasi emisi karbondioksida untuk mengurangi dampak terkait cuaca di masa depan. Ia juga menyerukan kepada para diplomat iklim global untuk mengalokasikan uang mereka di wilayah negara miskin namun dampak ekonomi tak kalah besar.

Dalam pembicaraan iklim global COP26 di Glasgow, masalah keuangan untuk kerugian dan kerusakan yang disebabkan oleh peristiwa terkait iklim ini tidak menemukan kesepakatan. Negara-negara berkembang menginginkan uang tunai dan menuntut negara maju untuk menyumbangkannya.

Berita Lainnya
×
tekid