Berlian tidak selalu bening dan tanpa warna. Beberapa di antaranya justru hadir dalam rona biru, kuning, hijau, hingga merah muda. Tetapi, apa yang sebenarnya membuat batu mulia ini bisa tampil dalam beragam warna?
Pada dasarnya, berlian hanya terdiri dari satu unsur, yakni karbon. Karbon-karbon itu dipaksa menyatu menjadi harta karun lewat tekanan luar biasa tinggi, jauh di dalam perut bumi.
"Ini (berlian) hanya karbon murni," kata peneliti geologi di Curtin University, Australia, Luc Doucet, seperti dikutip Alinea.id dari Live Science, Rabu (6/8).
Biasanya, berlian terbentuk di kedalaman sekitar 161 kilometer di bawah permukaan bumi, di dalam lapisan mantel. Di sana, tekanan dan suhu sangat ekstrem memaksa atom-atom karbon terikat rapat membentuk kisi kristal berlian.
Tapi terbentuk saja belum cukup. Setelah berbentuk, berlian harus segera "naik" ke permukaan dalam waktu yang sangat singkat agar strukturnya tetap utuh.
Itu biasanya terjadi ketika letusan gunung berapi mengangkat batuan dari kedalaman ke permukaan bumi. Jika berlian tetap berada di kedalaman, ia bisa meleleh atau berubah menjadi grafit dalam jutaan tahun.
“Kita sebenarnya sangat beruntung bisa menemukannya, karena berlian itu harus dikeluarkan dari perut bumi,” kata Gabriela Farfan, kurator permata dan mineral Coralyn Whitney di Smithsonian National Museum of Natural History.
Mayoritas berlian memang tidak berwarna. Tapi, menurut Farfan, ada beberapa cara berlian “normal” bisa berubah jadi berwarna mewah, semisal kuning, biru, dan merah.
Pertama, seperti mineral lain, berlian bisa menyerap pengotor ketika terbentuk. Pengotor ini adalah unsur lain selain karbon yang masuk ke dalam struktur kristal berlian.
Namun, karena molekul karbon sangat kecil dan tersusun sangat rapat, hanya sedikit unsur lain yang bisa menyusup ke dalam berlian. “Tidak banyak elemen yang bisa menggantikan karbon di dalam struktur itu,” jelasnya.
Tapi ada beberapa pengecualian. Nitrogen, tetangga karbon di tabel periodik, bisa menyelinap masuk dan membuat berlian berwarna kuning atau oranye. Boron, elemen lain dengan ukuran atom kecil, bisa membuat berlian menjadi biru yang mencolok—seperti berlian Hope Diamond yang terkenal.
Radiasi radioaktif juga bisa membuat berlian berwarna hijau. Hal ini bisa terjadi jika batuan di sekitar berlian mengandung uranium. “Uranium dengan mengusir atom-atom untuk menciptakan kekosongan dalam struktur berlian," imbuh Farfan.
Cacat struktural
Berlian juga bisa mendapatkan warnanya dari cacat struktural. Itu, misalnya, terjadi pada berlian merah muda dan merah. Warna-warna ini terbentuk karena kisi karbon berlian menjadi bengkok atau terdistorsi ketika berada jauh di dalam bumi.
Hanya 1 dari 10.000 berlian yang memiliki warna mewah akibat pengotor atau cacat struktural. Untuk mendapatkan rona merah muda atau merah terang, berlian harus tertekan dengan cara yang sangat spesifik.
Jika berlian mendapatkan tekanan terlalu besar, warnanya jadi cokelat. Jika terlalu kecil, warnanya tetap bening. “Ada banyak berlian cokelat, dan sangat, sangat sedikit berlian merah muda,” jelasnya.
Karena cara berlian merah dan merah muda terbentuk sangat spesifik, para ilmuwan dapat menganalisis batu-batu ini untuk mengetahui di mana dan kapan berlian tersebut berasal. Proses geologi dari suatu daerah meninggalkan “sidik jari” pada cacat struktural berlian.
“Jadi, berlian merah muda dan merah adalah satu-satunya jenis yang secara potensial bisa kita lacak asal geografisnya,” ujar Farfan.
Mempelajari warna mewah berlian juga menjadi alat yang berguna bagi sains. Batu-batu ini bisa membantu para peneliti memahami apa yang terjadi di dalam bumi—terutama soal perubahan siklus karbon sepanjang sejarah planet.
"Bumi memproduksi mereka dalam kondisi yang sangat unik. Keberadaan berlian seperti ini saja sudah merupakan keajaiban," kata Farfan.