

Pneumonia masih jadi ancaman jemaah haji Indonesia

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan, sebanyak 99 jemaah haji Indonesia terserang pneumonia selama menunaikan ibadah di Arab Saudi. Data yang berasal dari Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) per Selasa (20/5) menunjukkan, jemaah yang terserang pneumonia tersebar di berbagai sektor dan kloter.
“Dari 99 kasus pneumonia, ada satu jemaah yang meninggal dunia karena penyakit tersebut. Ini adalah kondisi yang harus diwaspadai karena dapat berkembang menjadi lebih serius jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat,” kata Kepala Pusat Kesehatan Haji di KKHI Madinah, Arab Saudi, Liliek Marhaendro Susilo, Rabu (21/5), dikutip dari situs Kemenkes.
Pneumonia, dikutip dari Mayo Clinic, adalah infeksi yang menyebabkan peradangan pada kantung udara di salah satu atau kedua paru-paru. Kantung udara dapat terisi cairan atau nanah, yang menyebabkan batuk berdahak atau bernanah, demam, menggigil, dan kesulitan bernapas. Berbagai organisme, termasuk bakteri, virus, dan jamur, bisa menyebabkan pneumonia.
Pneumonia dapat punya tingkat keparahan mulai dari ringan hingga mengancam jiwa. Pneumonia paling serius terjadi pada bayi dan anak kecil, orang berusia di atas 65 tahun, dan orang dengan masalah kesehatan atau sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Menurut Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, pada musim haji tahun lalu, ada 461 jemaah yang meninggal dunia, mayoritas berusia 71 tahun ke atas. Kemenkes mencatat, tahun 2024 jemaah haji yang diberangkatkan punya riwayat penyakit penyerta (komorbid), mencapai 72%. Penyakit pneumonia, serangan jantung, dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan risiko kesehatan utama jemaah haji Indonesia di Arab Saudi.
Apa faktor pemicunya?
Dalam laporan penelitian yang diterbitkan Indian Journal of Medical Research (2011) yang menganalisis data di tiga umah sakit utama di Makkah selama musim haji tahun 2005, disebutkan jumlah kasus pneumonia pada jemaah haji laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan, yakni 56,6%. Dari usia, 94% lebih kasus terjadi pada kelompok umur 50 tahun ke atas.
“Sebagian besar kasus dilaporkan pada warga negara Indonesia (18,4%) diikuti Arab Saudi (17,1%), dan Pakistan (11,8%),” tulis para peneliti.
Menurut para peneliti, pneumonia merupakan penyakit infeksi utama yang terjadi selama musim haji, mencakup 39% di antara berbagai penyakit. Hasil penelitian menunjukkan, persentase total kasus positif mencapai 53,9%.
Terjadi kesenjangan besar antara jumlah kasus yang dicurigai dan kasus positif, yang disebabkan beberapa faktor, termasuk kesalahan diagnosis klinis, penggunaan antibiotik sebelumnya, dan teknik pengumpulan sputum yang tidak memadai.
Secara umum, jemaah lanjut usia rentan terhadap infeksi karena kelelahan, kurang tidur, gangguan jadwal makan, dan lainnya, sehingga rentan mengalami komplikasi medis serius akibat penurunan fungsi kekebalan tubuh.
Penelitian yang diterbitkan di Journal of Infection and Public Health (2017) menyebut, sebuah riset yang dilakukan di Makkah selama musim haji 1998 menemukan, Haemophilus influenzae, Klebsiella pneumoniae, dan Streptococcus pneumoniae merupakan organisme yang paling umum ditemukan di antara 395 sampel dahak jemaah yang dikumpulkan.
Lalu, pada penelitian tahun 1994 yang mengumpulkan 64 kasus pneumonia di Makkah—yang gagal merespons terapi awal—ditemukan tuberkukolsis pada 28% kasus, diikuti batang gram negatif 26%, S. pneumoniae 10%, dan bakteri atipikal 4%.
Dalam penelitian yag dilakukan pada 1986, angka kematian di unit perawatan intensif di Makkah sebesar 34%. Pada 1994, angka kematian yang dilaporkan adalah 17%. Lalu, penelitian tentang pneumonia berat selama 2009-2010 menunjukkan angka kematian 19,5%.
“Faktor risiko utama yang ditemukan pada penelitian kami adalah pasien PPOK (penyakit paru obstruktif kronis), asma bronkial, diabetes melitus, dan gagal jantung kronik. Sebanyak 34,84% pasien kami adalah penderita diabetes,” tulis para peneliti.
Para peneliti menyimpulkan, organisme penyebab pneumonia yang bersifat infeksius selama haji berbeda dengan agen penyebab umum di seluruh dunia. Maka dari itu, pengobatan standar yang biasa digunakan untuk pneumonia tidak efektif untuk organisme penyebab ini selama musim haji.
Karenanya, para peneliti menyarankan petugas kesehatan dan jemaah haji harus benar-benar mematuhi tindakan pencegahan. Semua jemaah haji lanjut usia dan yang berisiko PPOK, asma bronkial, diabetes, gagal jantung, penyakit hati kronis, atau penyakit ginjal, serta mereka yang menggunakan imunosupresif harus menerima vaksin flu dan pneumokokus sebelum berangkat haji.
Dikutip dari situs Kemenkes, KKHI pun mengidentifikasi beberapa faktor risiko yang bertendensi sebagai pencetus kasus pneumonia, antara lain suhu panas ekstrem; kelelahan fisik, keramaian massa, dan riwayat penyakit penyerta.
“Kami ingatkan tak bosan-bosan kepada jemaah untuk selalu waspada. Gunakan masker ketika batuk-pilek dan di area keramaian. Cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer sebelum dan sesudah beraktivitas. Minum air putih atau zam-zam sedikit demi sedikit hingga dua liter sehari. Yang mempunyai komorbid dan sudah minum obat rutin, jangan lupa obatnya diminum secara teratur,” ujar Liliek Marhaendro Susilo, dikutip dari situs Kemenkes.


Berita Terkait
Olahraga yang bisa dipilih untuk penderita obesitas
Jangan coba-coba minum ini saat perut kosong
Apakah jenggot Anda benar-benar bersih dari bakteri?
Saran dokter: Cara atasi mata panda agar tak ganggu penampilan

