PR yang tersisa dari layanan Transjabodetabek
April lalu, Pemprov DKI Jakarta meluncurkan layanan transportasi baru Transjabodetabek S61 rute Alam Sutera-Blok M. Peluncuran tersebut merupakan bagian dari perluasan layanan transportasi terintegrasi lintas wilayah, yang tengah didorong Pemprov DKI Jakarta.
Sejak April, Transjakarta juga sedang melakukan uji coba enam rute alternatif Transjabodetabek secara bertahap, yakni Terminal Depok-Terminal Kampung Rambutan, Sawangan-Lebak Bulus, Vida Bekasi-Cawang, Karawaci-Grogol, Grand Wisata Bekasi-Cawang, dan Bojong Gede-Kampung Rambutan.
“Saya sudah meminta kepada Kepala Dinas Perhubungan dan Direktur Utama Transjakarta untuk mempersiapkan Transjabodetabek dengan rute ke Bekasi, Depok, Bogor, dan sebagainya. Termasuk menghubungkan daerah-daerah yang selama ini belum terjangkau, bahkan kawasan yang dianggap elit dan tertutup juga akan kami sambungkan,” ujar Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, dikutip dari jakarta.go.id.
Pada perkembangan selanjutnya, selain Alam Sutera-Blok M, empat rute baru diluncurkan, yaitu B41 Vida Bekasi-Cawang, T31 PIK 2-Blok M, D41 Sawangan-Lebak Bulus, dan P11 Bogor-Blok M. Pengguna Transjakarta, Eka Sakapurnama menyebut, penambahan rute itu merupakan terobosan penting dalam menghadirkan layanan transportasi umum yang menjangkau seluruh wilayah Jabodetabek.
“Ini suatu terobosan yang baik untuk menciptakan layanan transportasi publik yang semakin merata, yang menjangkau semua wilayah Jabodetabek,” kata Eka kepada Alinea.id, Jumat (20/6).
Lebih lanjut, dia mengatakan, kebijakan ini punya potensi besar untuk menciptakan wilayah Jakarta yang lebih hijau dan bersih. Penurunan penggunaan kendaraan pribadi, kata dia, diperkirakan akan berbanding lurus dengan penurunan polusi udara dan emisi karbon. Eka menilai, tarif terjangkau Rp3.500 dapat menjadi insentif signifikan bagi masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke moda transportasi umum.
Namun, dia menekankan, keberhasilan kebijakan transportasi publik ini sangat bergantung pada tiga aspek, yakni keamanan, kenyamanan, dan akurasi waktu perjalanan. Tiga aspek itu disebut Eka sebagai faktor kunci dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk mobilitas harian di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Dia berharap, pembukaan rute-rute baru Transjabodetabek mampu menjadi alternatif transportasi publik yang andal dan menambah variasi pilihan perjalanan.
“Semakin banyak rute dan pilihan, maka semakin besar peluang masyarakat berpindah ke transportasi publik, khususnya Transjakarta,” ucap Eka.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum bidang Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat sekaligus pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, langkah Pemprov DKI Jakarta itu diambil untuk memberikan alternatif moda transportasi kepada pengguna kendaraan pribadi agar beralih ke angkutan umum.
“Artinya, ada alternatif tambahan baru lagi rute angkutan umum, khususnya Transjabodetabek,” ujar Djoko, Rabu (18/6).
Meski dinilai belum cukup, tetapi penambahan rute ini dianggap sebagai langkah awal yang penting. Menurut dia, data menunjukkan, jumlah pengguna Transjabodetabek terus meningkat. Menandakan minat masyarakat terhadap moda transportasi ini semakin besar. Djoko menekankan, efektivitasnya baru bisa dilihat dari jumlah penumpang yang memanfaatkannya ke depan.
Saat ini, kata Djoko, masih terdapat sekitar 1.900 kawasan perumahan di Jabodetabek yang belum memiliki akses ke angkutan umum. Walau Transjabodetabek disebut sebagai tulang punggung transportasi umum lintas wilayah, tetapi sistem pendukung seperti rute feeder atau pengumpan masih sangat minim.
Feeder penting karena akan menghubungkan halte Transjabodetabek dengan kawasan-kawasan permukiman. Saat ini, akses ke halte-halte itu masih banyak mengandalkan jalan kaki atau diantar kendaraan pribadi.
Selain itu, Djoko menyebut, kesiapan infrastruktur pendukung seperti halte dan terminal sudah memadai. Untuk tahap awal, keberadaan bus stop juga memadai, tanpa harus membangun halte permanen.
“Kalau jalan masih ada, ya sudah. Ini kan beda dengan kereta. Kalau kereta kan butuh infrastruktur khusus, sedangkan bus bisa langsung jalan,” kata Djoko.
Soal integrasi dengan sistem Lintas Raya Terpadu (LRT) dan Moda Raya Terpadu (MRT), menurut Djoko, sebagian rute Transjabodetabek sudah terhubung. Misalnya di kawasan Sawangan (Depok) dan Lebak Bulus. Beberapa rute lain juga bakal terkoneksi, termasuk rencana pembukaan rute dari Teminal Bekasi hingga Dukuh Atas yang akan mulai beroperasi pada awal Juli 2025.
“Langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk membentuk sistem transportasi massal yang lebih terintegrasi dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat di kawasan Jabodetabek,” tutur Djoko.


