Selama puluhan tahun, para ilmuwan mencoba menelusuri hubungan antara kesehatan gigi dan risiko stroke. Kini, riset baru dari University of South Carolina memberi bukti yang lebih terang: orang dengan penyakit gusi (periodontal disease/PD) dan gigi berlubang memiliki risiko jauh lebih tinggi terkena stroke iskemik maupun gangguan kardiovaskular serius lainnya.
Penelitian yang terbit di Neurology: Open Access itu membuka cara pandang baru terhadap dua infeksi mulut kronis paling umum di dunia—dan bagaimana keduanya, bila hadir bersamaan, bisa mengganggu kesehatan pembuluh darah dalam jangka panjang.
Dengan menganalisis data hampir 6.000 orang dewasa dari studi jangka panjang Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC), para peneliti menilai kondisi gigi di usia paruh baya. Mereka lalu menelusuri perkembangan kesehatan jantung dan otak mereka selama lebih dari 20 tahun.
Tak satu pun peserta memiliki riwayat penyakit jantung atau stroke saat penelitian dimulai (1996–1998). Namun, hingga 2019, lebih dari 400 di antaranya mengalami stroke iskemik. Sisanya terserang serangan jantung atau gangguan fatal di jantung koroner.
Detailnya seperti ini: sebanyak 4,1% dari mereka yang punya mulut sehat mengalami stroke, sekitar 6,9% dari mereka dengan penyakit gusi kena stroke, dan 10% dari mereka yang punya penyakit gusi dan gigi berlubang mengalami stroke serta gangguan jantung.
Setelah disesuaikan dengan faktor demografi, kelompok terakhir itu menunjukkan risiko stroke iskemik 86% lebih tinggi serta risiko gangguan kardiovaskular besar (MACEs) 36% lebih tinggi dibandingkan dua kelompok lainnya.
Risiko itu bahkan meningkat untuk jenis stroke tertentu. Pada mereka yang punya PD dan karies, risiko stroke trombotik naik hingga lebih dari dua kali lipat, sedangkan risiko stroke kardioembolik nyaris hingga tiga kali lipat.
“Kami menemukan bahwa orang dengan gigi berlubang dan penyakit gusi memiliki hampir dua kali lipat risiko stroke dibanding mereka dengan kesehatan mulut baik—bahkan setelah mempertimbangkan faktor risiko kardiovaskular,” ujar Souvik Sen, penulis utama studi tersebut, seperti dikutip dari Psychiatrist, Kamis (30/10).
Namun, kabar baiknya ialah pencegahan masih sangat mungkin dilakukan. Peserta yang rutin memeriksakan gigi cenderung jauh lebih kecil kemungkinannya mengalami penyakit gusi maupun gigi berlubang.
Pemeriksaan gigi berkala menurunkan risiko PD hingga 29%, dan risiko PD dengan karies hingga 81%. “Temuan ini menunjukkan bahwa menjaga kesehatan mulut bisa jadi bagian penting dari upaya pencegahan stroke,” jelas Sen.
Temuan ini memperkuat hasil riset ARIC sebelumnya: kunjungan rutin ke dokter gigi terkait dengan penurunan risiko stroke hingga 23%. Artinya, kebersihan gigi yang terjaga bukan hanya urusan estetik, tapi juga soal mengendalikan peradangan sistemik dan menjaga pembuluh darah tetap sehat.
Korelasi kuat
Hubungan antara mulut dan otak mungkin terdengar samar. Tapi, bagi Sen dan kawan-kawan, kaitannya semakin jelas lewat riset itu. Infeksi di rongga mulut bisa memicu peradangan di seluruh tubuh. Bakteri penyebab penyakit gusi memicu peradangan dan merusak jaringan penyangga gigi, memberi jalan bagi patogen masuk ke aliran darah.
Adapun karies, yang disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus mutans, bisa memicu infeksi kronis dan reaksi imun berkepanjangan. Kombinasi keduanya berpotensi mempercepat kerusakan dinding pembuluh darah, memicu penumpukan plak, dan meningkatkan risiko pembekuan darah.
Dengan kata lain, dua penyakit mulut yang sering diremehkan ini bisa bekerja sama memperbesar peluang stroke. Hubungan kesehatan mulut dan stroke tetap kuat bahkan setelah peneliti menyesuaikan faktor sosial ekonomi dan kesehatan umum. Penyakit mulut tetap menjadi prediktor independen stroke.
“Penelitian ini menegaskan bahwa merawat gigi dan gusi bukan cuma soal senyum indah. Ini bisa membantu melindungi otak. Orang dengan tanda-tanda penyakit gusi atau gigi berlubang sebaiknya segera mencari perawatan—bukan hanya untuk menyelamatkan gigi, tapi mungkin juga untuk menurunkan risiko stroke,” jelas Sen.