sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

RUU Permusikan dan para pelaku musik yang terusik

Di dalam draf RUU Permusikan, terdapat pasal yang dianggap mengebiri para pelaku musik.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Senin, 04 Feb 2019 20:59 WIB
RUU Permusikan dan para pelaku musik yang terusik

Sebanyak 200-an pelaku musik Indonesia menyatakan sikap menolak draf rancangan undang-undang (RUU) Permusikan. Mereka yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan, di antaranya Rara Sekar, Danilla Riyadi, Jerinx, dan Marcel Siahaan. Di dalam koalisi ini tak hanya ada nama musisi. Produser, peneliti, dan manajer musik pun ikut bersuara.

RUU Permusikan memang sempat membuat beberapa musisi di tanah air buka mulut. Akhir Januari 2019 lalu, melalui akun Twitternya, drummer Superman is Dead (SID) Jerinx murka, dan mengecam Anang Hermansyah, yang duduk sebagai anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Di dalam draf RUU yang sudah tersebar di media sosial beberapa hari belakangan, terdapat pasal yang mengatur kebebasan mencipta dan berkreasi, dan uji sertifikasi musisi, yang dianggap mengebiri para pelaku musik.

Proses penyusunan

Diskusi Bedah Tuntas RUU Permusikan di Cilandak Town Square, Jakarta, Senin (4/2). (Alinea.id/Robertus Rony Setiawan).

Proses pembahasan RUU Permusikan sesungguhnya sudah dimulai sejak 30 Maret 2015. Saat itu, Komisi X DPR menggelar rapat dengar pendapat umum dengan perwakilan musisi. Pertemuan itu menjadi momentum dibutuhkannya RUU Permusikan, karena UU Hak Cipta dipandang tak memihak keberlangsungan industri musik.

Lantas, pada 12 April 2017, naskah RUU Permusikan diserahkan anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah kepada pimpinan Komisi X DPR.

Lalu, pada 7 Juni 2017, rapat dengar pendapat kedua digelar untuk membahas urgensi RUU Permusikan bagi pembenahan tata kelola industri musik. Musisi yang juga anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah mengatakan, Komisi X mendiskusikan secara terbuka, bersama sekitar seratus musisi.

Sponsored

“Fraksi-fraksi di DPR banyak memberi tanggapan saat itu,” kata Anang dalam acara diskusi bertajuk “Bedah Tuntas RUU Permusikan” di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, Senin (4/2).

Diskusi tersebut diinisiasi musisi Glenn Fredly, selaku Ketua Komite Konferensi Musik Indonesia, dan difasilitasi Koalisi Seni Indonesia (KSI). Selain Glenn dan Anang, peneliti dari KSI Hafez Gumay juga menjadi narasumber diskusi ini.

Hasil pembahasan RUU itu lalu didiskusikan dengan sejumlah musisi, yang dipimpin langsung Ketua DPR Bambang Soesatyo. Kemudian, RUU Permusikan resmi masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2019 di parlemen.

“Dari 100-an rancangan undang-undang, RUU Permusikan ini ada di urutan nomor 38. Cukup cepat untuk dapat ditanggapi di DPR,” kata Hafez, dalam diskusi yang sama.

Hafeez Gumay menjelaskan, meski belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang musik, sesungguhnya selama ini telah ada beberapa peraturan yang memasukkan musik dalam ruang lingkup peraturannya, seperti Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, dan UU Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Terima Karya Cetak.

Anang berdalih, gagasan RUU Permusikan merupakan upaya dia untuk mewadahi kebutuhan para musisi di tanah air. Hal ini terkait dengan pengamatannya selama ini sebagai penyanyi.

“Saya seniman musik, saya hidup dari profesi ini dan saya masih berkarya. Saya akan memperjuangkan profesi saya,” ujar Anang.

Anang kemudian mempersilakan Inosentius Samsul, selaku Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang untuk menjelaskan proses penyusunan sejumlah RUU, termasuk RUU Permusikan.

Menurut Inosentius, hingga sekarang RUU Permusikan masih terbuka untuk dibahas dan dirombak. Sebab, kata dia, naskah akademik RUU Permusikan bukan satu kebenaran yang mutlak.

“Kami membuka diri untuk berdiskusi dan memperbaiki terus naskah ini. Proses ini masih panjang, masih di tahap awal,” kata dia.

Lebih lanjut, dia mengatakan, misi RUU Permusikan adalah untuk menguatkan penerapan aturan untuk menjamin hak dan kewajiban pelaku musik. Hal itu, kata dia, diperlukan untuk mengejar ketertinggalan pengaturan industri musik tanah air.

Namun, Inosentius mengaku, RUU itu hanya menjahit dari ketentuan-ketentuan dalam UU Hak Cipta, UU Pemajuan Kebudayaan, dan sebagainya. “Kita kumpulkan untuk memperkuat elemen RUU Permusikan itu,” katanya.

Drummer PAS Band Sandy memprotes RUU Permusikan. (Alinea.id/Robertus Rony Setiawan).

Terutama, kata Inosentius, untuk memperkuat hak cipta di bidang permusikan. Dalam proses penyusunannya, usai disepakati secara resmi sebagai RUU, kemudian Badan Legislasi DPR menyerahkan draf itu kepada Komisi X.

“Kemudian dibentuk panitia kerja yang mencakup perwakilan semua fraksi,” kata Anang.

Menurut Inosentius, RUU itu dibuat atas permintaan anggota DPR. Dia mengatakan, timnya hanya mengisi substansi dari RUU. Selanjutnya, ada uji konsep dan uji publik. Dia juga mengatakan, sebagai bentuk uji publik, pihaknya telah bertemu dengan perwakilan sejumlah perguruan tinggi dan praktisi musik.

Penyanyi Rara Sekar yang pernah tergabung dalam grup musik Banda Neira mengritik Anang dan tim Badan Keahlian DPR, yang dinilainya tak profesional. Menurut Rara, salah satu sumber yang diacu dalam draf RUU Permusikan, berdasarkan pembacaan Rara, hanya mencuplik tulisan dari blog seorang siswa SMA.

“Ini patut dipertanyakan karena tidak dari sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Saya rasa yang harus diuji kompetensi adalah Badan Keahlian DPR,” kata dia dalam sesi tanya jawab.

Berita Lainnya
×
tekid