close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi tikus./Foto niki_emmert/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi tikus./Foto niki_emmert/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Kesehatan
Senin, 10 Maret 2025 16:01

Yang perlu diketahui soal hantavirus, penyakit yang membunuh istri Gene Hackman

Masih banyak yang belum diketahui dari penyakit yang ditularkan hewan pengerat ini.
swipe

Pejabat otoritas New Mexico, Amerika Serikat pada Jumat (7/3) mengumumkan penyebab kematian aktor peraih Piala Oscar Eugene Allen Hackman atau Gene Hackman, 95 tahun, dan istrinya Bertsy Arakawa, 65 tahun, beberapa minggu setelah pasangan selebritas itu ditemukan tewas di rumah mereka di Santa Fe. Jasad mereka ditemukan pada Rabu (26/2).

Dari hasil penyelidikan, Hackman dan Arakawa meninggal selang beberapa hari dan tidak ada tanda-tanda tindak kejahatan. Hackman kemungkinan meninggal pada Selasa (18/2) karena penyakit jantung, dengan Alzheimer sebagai faktor penyebabnya.

Sementara istrinya kemungkinan meninggal sekitar seminggu sebelum Hackman lantara sindrom paru hantavirus, penyakit langka yang sering disebarkan hewan pengerat. Apa itu hantavirus?

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), manusia bisa tertular hantavirus melalui kontak dengan hewan pengerat, seperti tikus, terutama jika terpapar urin, kotoran, atau air liurnya. Hantavirus pun bisa menular melalui gigitan atau cakaran hewan pengerat, tetapi kasus ini jarang terjadi. Virus ini dapat pula menyebar jika seseorang menyentuh mata, hidung, atau mulut setelah menyentuh kotoran atau debu yang mengandung virus itu.

Penyakit ini bisa menyebabkan hantavirus pulmonary syndrome (HPS) dan hemorrhagic fever with renal syndrome (HFRS). Hantavirus yang paling umum menyebabkan HPS di Amerika Serikat disebarkan tikus rusa atau peromyscus. Sedangkan HFRS sebagian besar ditemukan di Eropa dan Asia.

Gejala hantavirus juga sulit dikenali. “Awalnya seperti flu, badan terasa nyeri, badan terasa tidak enak,” kata profesor dari UT Southwestern Medical Center di Dallas, Amerika Serikat, Sonja Bartolome, dikutip dari AP.

“Pada awal terserang, Anda mungkin tidak bisa membedakan antara hantavirus dan flu.”

Dipaparkan CDC, gejala mulai muncul satu hingga delapan minggu setelah terpapar. Mulanya bisa meliputi kelelahan, demam, dan nyeri otot. Seiring waktu, gejala mulai meliputi batuk, sesak napas, dan sesak di dada karena paru-paru terisi cairan. CDC menyebut, sepertiga orang yang mengalami gejala pernapasan akibat penyakit ini dapat meninggal.

“Mereka (pasien muda) sehat, tidak memiliki masalah medis apa pun, dan mereka datang dengan serangan jantung dan paru,” kata seorang ahli paru-paru di University of New Mexico Health Sciences Center, Michelle Harkins, dilansir dari AP.

Dikutip dari CBS News, CDC mulai memantau hantavirus pada 1993, usai merebaknya penyakit pernapasan akut di wilayah Four Corners—wilayah pertemuan Arizona, Colorado, New Mexico, dan Utah. Menurut CDC, hingga 2022, telah ada 864 kasus hantavirus yang dilaporkan di Amerika Serikat. New Mexico punya jumlah tertinggi kasus, yakni 122. Mengenai kematian, negara bagian tersebut sudah melaporkan 52 kematian antara 1975 dan 2023.

“Penularan paling banyak terjadi di sekitar rumah atau tempat kerja penghuni,” tulis CBS News.

Sementara itu di Indonesia, menurut Indrawati Sendow, NLPI Dharmayanti, M. Saepullah, dan RMA Adjid dari Balai Besar Penelitian Veteriner dalam hasil penelitian mereka yang diterbitkan di jurnal Wartazoa (2016), situasi hantavirus belum banyak diketahui, meski sudah ada laporan kasus hantavirus pada manusia.

Kasus infeksi hantavirus pada manusia sering dikacaukan atau bersamaan dengan infeksi virus dengue. Para peneliti menyebut, pada rodensia, keberadaan antibodi terhadap hantavirus asal Korea sudah dilaporkan pada tikus di beberapa wilayah Indonesia.

Selain itu, hantavirus baru atau novel hantavirus, juga berhasil dideteksi dari tikus rumah yang berasal dari Kota Serang, Banten pada 2009. Maka, virus ini dinamakan hanta strain Serang. Virus itu berbeda dengan hantavirus lainnya, tetapi masih serumpun.

Dilansir dari AP, meski sudah melakukan penelitian bertahun-tahun, dokter spesialis paru-paru dari University of New Mexico Health Sciences Center, Michelle Harkins mengakui masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Termasuk mengapa penyakit ini bisa ringan bagi sebagian orang dan sangat parah untuk yang lain, serta bagaimana antibodi terbentuk.

Dia dan peneliti lainnya sudah mengamati pasien dalam jangka waktu yang lama, dengan harapan menemukan obat.

Terlepas dari itu, cara terbaik untuk menghindari virus tersebut adalah meminimalkan kontak dengan tikus dan kotorannya. Gunakan sarung tangan pelindung dan larutan pembersih untuk membersihkan kotoran tikus.

“Pakar kesehatan masyarakat memperingatkan agar tidak menyapu atau menyedot debu karena dapat menyebabkan virus masuk ke udara,” tulis AP.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan