Banyak dari kita, tidak bisa lepas dari ponsel di tangan setiap hari. Kita menggunakan ponsel untuk banyak hal, mulai dari melakukan panggilan bisnis, memeriksa surat elektronik, hingga berkomunikasi dengan teman. Padahal, terlalu sering menggunakan ponsel dikaitkan dengan pengaruh terhadap aktivitas otak kita.
Penelitian sebelumnya menemukan keterkaitan antara penggunaan ponsel pintar dengan otak. Misalnya, dalam sebuah penelitian yang diterbitkan jurnal Radiological Society of North America (2017), para peneliti menemukan, anak muda yang kecanduan internet dan ponsel pintar sebenarnya menunjukkan ketidakseimbangan kimia otak dbandingkan dengan kelompok kontrol.
“Perubahan tersebut mungkin membantu menjelaskan mengapa sebagian orang mengembangkan kecanduan teknologi dan mengapa sebagian lainnya merasa begitu sulit hidup tanpa ponsel mereka,” tulis Verywell Mind.
Lalu, penelitian dalam Journal of the Association for Consumer Research (2017) menemukan, kapasitas kognitif berkurang secara signifikan setiap kali telepon pintar berada dalam jangkauan, bahkan saat telepon itu mati.
“Para peneliti menyebut efek ini sebagai ‘hipotesis pengurasan otak’. Intinya, kita cenderung tak bergantung pada sumber daya kognitif kita sendiri, jika kita tahu sumber informasi tersedia dengan mudah,” tulis Verywell Mind.
Penelitian terbaru yang dikerjakan ilmuwan dari Universitas Heidelberg dan Universitas Cologne di Jerman, yang terbit di jurnal Computers in Human Behavior (2025) menemukan dampak pada aktivitas otak yang bisa terjadi ketika kita mengurangi penggunaannya.
Penelitian ini melibatkan 25 orang dewasa muda berusia antara 18 dan 30 tahun. Mereka diminta untuk membatasi penggunaan telepon pintar selama 72 jam. Hanya komunikasi penting dari aktivitas terkait pekerjaan yang diizinkan.
Para peneliti menggunakan pemindaian pencitraan resonansi magnetik dan tes psikologis sebelum dan sesudah membatasi memakai ponsel untuk menentukan jenis efeknya terhadap pola dan aktivitas saraf.
“Hubungan antara perubahan aktivasi otak dari waktu ke waktu dan sistem neurotransmitter terkait kecanduan ditemukan,” tulis para peneliti, dikutip dari Science Alert.
Selama pemindaian yang dilakukan usai periode 72 jam, para peserta diperlihatkan berbagai gambar petunjuk, termasuk gambar telepon pintar yang dihidupkan dan dimatikan, serta gambar yang lebih netral yang menunjukkan subjek seperti perahu dan bunga.
Ketika gambar yang diarahkan ke ponsel digunakan, perubahan diamati pada bagian otak yang terkait dengan pemrosesan penghargaan dan keinginan, serupa dalam beberapa hal dengan sinyal otak yang terhubung dengan kecanduan zat—yang menunjukkan ponsel kita dapat membuat ketagihan seperti nikotin atau alkohol.
Perubahan yang terlihat di otak dikaitkan dengan sistem dopamin dan serotonin, mendukung gagasan tentang kecanduan ponsel. Kedua neurotransmitter tersebut terkait dengan berbagai fungsi otak, termasuk perilaku kompulsif dan pengendalian suasana hati.
Namun, berdasarkan uji psikologis, tak ada perubahan suasana hati peserta atau perasaan ingin minum, meski akses telepon terbatas. Beberapa relawan melaporkan adanya peningkatan suasana hati, tetapi hal ini tak terlihat signifikan dalam data uji.
Penelitian tersebut tidak menyelidiki secara rinci mengapa perilaku menggunakan ponsel pintar memicu perubahan aktivitas otak, tetapi kemungkinan ada beberapa faktor yang berperan.
“Data kami tidak memisahkan keinginan untuk menggunakan telepon pintar dan keinginan untuk berinteraksi sosial, yang saat ini merupakan dua proses yang saling terkait erat,” tulis para peneliti, dikutip dari Science Alert.
Para ilmuwan masih berupaya mencari tahu bagaimana ponsel mengubah hidup dan otak kita, kurang dari 20 tahun sejak iPhone pertama muncul.
“Mekanisme saraf yang teridentifikasi mungkin secara substansial mendorong perilaku adiktif pada orang yang berisiko menggunakan telepon pintar berlebihan,” kata para peneliti, dilaporkan Science Alert.